Tangannya gemetar. Bibirnya kelu. Sebagian wajah ayu dan hidungnya tampak dihiasi bekas-bekas darah yang telah mengering. Sorot matanya tajam namun terlihat menciut karena lebam tepat di sisi kanan pelupuk sampai ke pelipis. Perempuan itu sesekali tertunduk lesu. Dapat terbaca dengan jelas, kegundahan dan rasa takut yang berkecamuk di hatinya.
 "kapan kejadiannya mbak ?" tanya ibuku sambil membelai rambut perempuan malang itu
"tadi pagi buk..." jawabnya pelan
"gimana kejadiannya ?" tanya ibu hati-hati
Perempuan itu semakin terisak, "suami saya memukul, menendang, melempar saya...saya juga nyaris disiram air panas bu...lalu saya berusaha lari dan alhamdulillah saya berhasil...saya minta bantuan anak ibu dan diantar kesini..."
 "Ya allah mbak...kasihan sekali..." ucapku lirih
"mbak nya lapor polisi aja ya...biar divisum...saya temenin..." ibuku menawarkan diri
Aku mengangguk cepat, "iya mbak...ini udah kasus KDRT loh...dan lihat luka-luka mbak jelas ini kekerasan berat..."
Perempuan itu menggeleng, "nggak usah..."
"kenapa mbak ?" tanyaku
"saya takut mbak...suami saya punya banyak teman...saya nggak berani..."
"kenapa takut ?"
"saya bodoh mbak...saya nggak tahu hukum...saya juga malu kalau sampai semua orang tahu kejadian ini..."
***
Aku menghela nafas panjang. Sesak rasanya dada ini melihat perempuan seusia denganku harus mengalami kekerasan seperti itu. Mirisnya, kekerasan itu justru dilakukan oleh suaminya sendiri, yang apapun permasalahannya seharusnya dapat lebih bijak dan menyelesaikan masalah bukan dengan emosi tapi harus melibatkan hati.
Cerita ini terjadi beberapa waktu lalu. Ketika tiba-tiba adikku membawa seorang perempuan dengan keadaan yang memilukan. Rupanya, di jalan perempuan itu meminta pertolongan pada adikku untuk dibawa ke tempat yang lebih aman. Dan kemudian adikku membawanya ke rumah kami.
Jujur saja, aku bukan ahli hukum yang memahami bagaimana alur peradilan terhadap persoalan-persoalan kriminal seperti ini. Yang kutahu, kekerasan dalam rumah tangga atau biasa disebut KDRT merupakan kasus yang memiliki keistimewaan dibanding kasus-kasus kekerasan lainnya, yaitu bersifat lex specialist, dimana bukan hanya korban tapi siapa saja yang melihat dapat membuat laporan pada pihak yang berwajib. Bahkan kasus KDRT memiliki tingkat kasus yang lebih berat ketimbang kasus kekerasan umum lainnya.
Meski demikian, masih banyak kasus KDRT yang belum terungkap di permukaan disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya faktor psikologis (rasa malu, takut, trauma, dll), faktor budaya (kekerabatan) serta rendahnya pengetahuan dan informasi masyarakat mengenai hukum di Indonesia termasuk didalamnya ketidaktahuan tentang bagaimana proses hukum berjalan, bagaimana mendapat perlindungan hukum serta bagaimana perlindungan secara menyeluruh bagi para korban dan saksi.
Seringkali, para korban dan saksi merasa enggan melaporkan kasus KDRT dengan alasan takut, malu dan merasa diintimidasi oleh pihak-pihak tertentu. Mereka merasa tidak aman jika meneruskan kasus ke ranah hukum. Akibatnya, banyak kasus-kasus KDRT yang tidak tersentuh oleh hukum. Pada titik ini, banyak perempuan dan anak yang menjadi korban secara terselubung dan mengalami trauma yang bersifat jangka panjang. Ibarat daratan es di kutub utara, mereka adalah bongkahan es yang berada di bawah daratan dan tidak terlihat.
Melihat fakta ini, banyak para aktivis sosial yang concern terhadap perlindungan perempuan dan anak, khususnya pada kasus KDRT dan trafficking. Beberapa diantaranya menggaungkan gagasan dan ajakan bagi para perempuan untuk mau mendukung upaya perlindungan terhadap hak-hak mereka seperti three ends, akhiri kekerasan pada perempuan dan anak, akhiri perdagangan manusia serta akhiri ketidakadilan akses ekonomi untuk perempuan. Bukan hanya itu, begitu kuatnya isu tentang kekerasan perempuan dan anak, pemerintah bahkan telah fokus menangani isu ini melalui program-program dan kebijakan yang lebih khusus guna melindungi perempuan dan anak melalui Badan pemberdayaan Perempuan dan Anak.
Namun, ternyata upaya itu belum cukup. Upaya-upaya tersebut hanya sebatas memberikan edukasi serta kampanye pencegahan bagi para perempuan agar tidak mudah terlibat pada masalah kekerasan, secara lebih mendalam, perlindungan terhadap perempuan dan anak harus didukung spesifik melalui perlindungan bagi para korban dan saksi yang terlibat.
Ironinya, belum banyak masyarakat yang mengetahui tentang peran dan fungsi LPSK secara menyeluruh. Padahal, jika masyarakat paham keberadaan LPSK di tengah-tengah mereka, tentu menghadapi proses hukum bukan lagi menjadi momok yang menakutkan bagi para saksi dan korban. Bersama LPSK diharapkan para saksi dan korban dapat mengemukakan kronologis masalah secara gamblang dengan rasa aman dan nyaman tanpa takut menghadapi tekanan, ancaman dan intimidasi yang dapat mempengaruhi keselamatan serta jalannya proses hukum.
Menurut Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, LPSK hadir salah satu tujuan utamanya adalah untuk mempresentasikan tujuan negara melindungi warganya sesuai dengan naskah pembukaan UUD 1945, termasuk mereka yang berada di posisi sebagai saksi dan korban pada kasus tindak pidana. Selain itu, pada batang tubuh UUD 1945 terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang hak asasi manusia (HAM) yang harus dijaga dan dipenuhi oleh negara, diantaranya hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan, hak atas jaminan, perlindungan dan kepastian hukum, perlakuan yang sama di hadapan hukum, hak atas perlindungan diri pribadi dan keluarga serta hak bebas dari penyiksaan.
Saat ini LPSK tengah gencar dalam merangkul masyarakat khususnya para saksi dan korban. LPSK ingin para saksi dan korban mendapat hak yang penuh dalam memperoleh perlindungan diri dan keluarga. Dengan demikian, proses hukum dapat berjalan dengan lancar sehingga supremasi hukum dapat ditegakkan.
Secara lebih luas, LPSK juga mulai mengembangkan diri dengan bekerjasama dengan perguruan tinggi guna mewujudkan pelayanan perlindungan saksi dan korban yang lebih maksimal dalam bentuk pengembangan pendidikan, penelitian serta pengabdian pada masyarakat. Terobosan dan inovasi yang dilakukan oleh LPSK diharapkan dapat menjadikan LPSK menjadi Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban yang handal dan profesional di Indonesia.
Berkaca dari cerita pengalamanku ketika berupaya menolong seorang perempuan korban KDRT tentu menjadi pelajaran berharga pada waktu yang akan datang, bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain. Aku jadi lebih paham alur proses hukum serta kemana bisa mendapatkan perlindungan saksi dan korban kejahatan. Bersama LPSK, saksi dan korban KDRT tak perlu takut lagi melapor.
LPSK bukan hanya melindungi saksi dan korban kejahatan dari sisi keamanan dan kenyamanan mereka tapi juga mendampingi dan memberikan bantuan para saksi dan korban dalam menghadapi realita dan sanksi sosial masyarakat yang dapat mempengaruhi kondisi mental dan psikis mereka serta proses pemulihan paska trauma, dll.
Adapun tugas dan kewenangan LPSK dalam pemberian perlindungan dan bantuan pada saksi dan korban berdasarkan pasal 12 dan 12A UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, meliputi :
- Meminta keterangan secara lisan dan/ atau tertulis dari pemohon dan pihak lain yang terkait dengan permohonan
- Menelaah keterangan, surat, dan/ atau dokumen yang terkait untuk mendapatkan kebenaran atas permohonan
- Meminta salinan atau fotokopi surat dan/ atau dokumen yang terkait yang diperlukan dari instansi manapun untuk memeriksa laporan pemohon sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- Meminta informasi perkembangan kasus dari penegak hukum
- Mengubah identitas terlindung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- Mengelola rumah aman
- Memindahkan atau merelokasi terlindung ke tempat yang lebih aman
- Melakukan pengamanan dan pengawalan
- Melakukan pendampingan saksi dan/ atau korban dalam proses peradilan
- Melakukan penilaian ganti rugi dalam pemberian restitusi dan kompensasi
Melihat segenap upaya pengembangan diri dan inovasi yang dilakukan oleh LPSK, aku optimis LPSK akan dapat lebih maksimal dalam memberikan layanan perlindungan dan bantuan bagi para saksi dan korban secara penuh. Apalagi saat ini LPSK tengah menyambut era kepemimpinan baru periode 2018-2023, besar harapan LPSK semakin berintegritas. Semoga !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H