Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami

Kurma

30 Mei 2018   23:38 Diperbarui: 30 Mei 2018   23:40 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"kaaaakkk...kaaaaakkk...!!!" seorang gadis kecil berlarian ke arahku sambil terus berteriak. Aku menoleh dan menghentikan langkahku. Kuamati kaki kecilnya menapak trotoar dengan cepat. Wajahnya yang mungil basah oleh peluh. Nafasnya tersengal-sengal dan berusaha mengeluarkan kata-kata kepadaku.

"ada apa dik ? kamu manggil kakak ?" tanyaku begitu ia ada di hadapanku

Ia mengangguk cepat, "ini kak..." katanya sembari menyodorkan sebuah dompet berwarna putih

Mataku terbelalak, "eh ini dompet kakak...kok bisa ada sama kamu dik ?"

"iya kak, tadi jatuh di sebelah sana...trus Aminah ambil...Aminah kejar kakak..." jelasnya sambil menunjuk ke arah ujung jalan

Aku meraih dompetku dan tak henti-hentinya bersyukur. Bagaimana tidak, selain ada uang THR dari perusahaan yang baru saja kuterima, juga ada beberapa kartu dan surat-surat penting lainnya. Kubuka dan kucek dompetku. Masih lengkap. Tidak kurang satu apapun.

Aku mengambil posisi jongkok, mensejajarkan diri dengan gadis kecil nan baik hati di hadapanku ini, "Nama kamu Aminah ya ? makasih banyak ya Aminah...kamu masih kecil tapi udah berhati mulia...dompet ini sangat berharga untuk kakak...kalau sampai hilang, waaahhh bisa-bisa kakak nggak jadi lebaran deeehhh...hehee..."

Gadis kecil itu tersenyum, "iya kak..."

"Trus, tadi waktu nemuin dompet kakak, Aminah lagi ngapain di jalan itu ?"

"abis ngantar kue takjil kak..."

"kue takjil ? ngantar kemana ? kamu jualan kue takjil ?"

Aminah menggeleng, "tetangga Aminah bikin kue takjil kak trus diantar ke warung-warung...Aminah yang ngantar..."

Aku mengangguk pelan, "ooohh gitu...Aminah puasa ?"

"Puasa kak..."

"Sebentar lagi udah jam buka puasa...sebagai tanda terima kasih kakak, kita buka puasa sama-sama yuk ?" ajakku

Aminah mengangguk, "makasih ya kak..."

Kami pun bergegas masuk ke sebuah rumah makan terdekat. Aku memesan beberapa menu masakan dan jus buah.

"kamu pesan apa Aminah ? bilang aja...bebas mau pesan apa aja..."

Aminah terdiam sesaat, "teh manis aja kak..."

Aku mengernyitkan dahi, "kok teh manis aja ? makannya juga dong..."

Aminah menggeleng, "nanti mahal kakak bayarnya..."

Aku tertawa geli, "aduuuhhh...gak papa Aminah...semua ini tuh nggak sebanding dengan kebaikan hati kamu tadi...beneran deh...kakak ikhlas kok traktir kamu buka puasa..."

Aminah ikut tertawa kecil. Menambah manis wajahnya.

"kenapa ? Aminah nggak suka menu makanannya ?" tanyaku penuh selidik

"Suka kak...pasti enak-enak makanan di sini...tapi Aminah teringat ibuk di rumah..." jawab Aminah. Matanya menerawang

Aku mulai penasaran dengan sosok Aminah, "Emang ibuk kenapa ? atau Aminah harus buru-buru pulang ya ? dicariin ibuk ya karena belum pamit mau buka puasa sama kakak ?"

"bukan kak...mmmm...mmmm..."

"jadi kenapa ? Aminah bilang dong sama kakak...nggak papa..."

"Aminah minum air teh aja kak...makannya diganti kurma ya...boleh ya kak ?" pintanya dengan wajah mengiba

Aku terhenyak seketika. "Aminah kepengen makan kurma ?"

Lagi-lagi Aminah menggeleng, "bukan Aminah kak...tapi buat ibuk..." jawabnya polos

Pelupuk mataku mulai menghangat. Buliran airmata sesaat lagi akan tumpah membasahi pipiku. Jawaban dan alasan Aminah membuatku tak mampu berkata-kata.

"Ibuk Aminah kepengen makan kurma ?" tanyaku setengah terisak

"iya kak...ibuk bilang Nabi Muhammad selalu berbuka puasa dengan kurma...jadi ibuk kepengen makan kurma untuk buka puasa..." jelasnya dengan mimik anak-anak

"jadi, kenapa nggak dibeli kurmanya ?"

Aminah menggeleng cepat, "Aminah nggak punya uang buat beli kurma..."

Aku menarik nafas dalam-dalam, "ibuk nggak kerja ? bapak Aminah ?"

"Ibuk sakit kak...nggak bisa jalan lagi...bapak sudah lama nggak tahu kemana...adik Aminah masih kecil kak..."

"jadi Aminah yang kerja ngantar kue-kue takjil ke warung ?"

"Iya kak..."

Aku menutup wajahku. Berusaha meredam kegetiran hati yang terus berkecamuk. Tak terbayangkan olehku, anak gadis sekecil Aminah harus memikirkan kehidupan. Harus memikul kebutuhan keluarga. Sementara anak-anak seusianya tengah asyik menikmati masa-masa kecilnya dengan bermain dan bersenang-senang. Aku kira semua ini hanya ada di episode drama, ternyata aku menemuinya di dunia nyata ! bahkan, aku saja yang sudah bekerja, seringkali mengabaikan mama di rumah dan memilih jalan dan buka puasa bersama teman-teman. Ah, betapa malunya aku !

Aku tersenyum, "udah, kan udah adzan nih...Aminah sekarang makan dulu ya...nasi rendang mau nggak ?" tawarku

Aminah terdiam.

"Aminah nggak usah khawatir...setelah kita makan, kita cari kurma dan bawain ibuk Aminah kurma ya...oke anak baik ?"

Senyum mengembang dari bibir mungil Aminah. Terpancar rona kebahagiaan yang teramat sangat. Aku tahu betul itu.

Kami pun menikmati makanan dan minuman yang sudah dipesan dengan lahap dan canda tawa. Aminah terlihat sangat ceria. Bajunya yang lusuh sama sekali tak mengurangi kecantikan wajahnya. Apalagi dengan kebaikannya, semakin menambah istimewa sosok mungilnya.

Setelah berbuka, kami bergegas menunaikan sholat Maghrib di Masjid terdekat, kemudian dilanjutkan ke supermarket untuk membeli kurma.

"Aminah...kakak nggak bisa beri apa-apa untuk Aminah dan Ibuk ya...ini kurma kakak belikan untuk Aminah dan Ibuk...semoga Ibuk senang, akhirnya bisa makan kurma di bulan ramadan..." ucapku di detik perpisahan dengan Aminah.

"makasih banyak ya kak...ibuk pasti senang Aminah bawain kurma ini..."

"Semua ini bener-bener nggak sebanding dengan kebaikan kamu kembalikan dompet kakak tadi...kakak ucapkan terimakasih banyak ya sama kamu...mudah-mudahan Aminah selalu dilindungi Allah SWT...inshaaAllah...karena Aminah anak yang sholehah..." kataku sambil membelai jilbab kecilnya yang sudah lusuh

"Iya kak...Aminah pulang dulu ya kak..."

Aminah menyalami tanganku dan berlari kecil sambil menenteng plastik berisi kurma.

"Aminaaaahhh...tungguuu...!!!" teriakku menghentikan langkah mungilnya

Aku mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompet, "ini buat kamu...kamu boleh beli baju lebaran ya..." sodorku sembari tersenyum

Aminah tersenyum malu, "nggak usah kak..."

"nggak papa Aminah...ini ambil aja...mudah-mudahan bermanfaat ya..." kataku sambil menggamitkan uang ke genggaman tangan Aminah

"Ya Allah terimakasih...terimakasih ya kak...semoga kakak juga banyak rezeki..."

"amiiiinnnn...udah sana cepetan balik...pasti ibuk sudah nunggu kamu...selamat makan kurma ya Aminah..." ucapku sebelum akhirnya benar-benar berpisah dengan Aminah.

Beberapa saat sosok Aminah telah menghilang dari hadapanku. Yang tertinggal dan selamanya akan kukenang adalah kebaikannya. Aminah, anak baik yang sudah mengembalikan dompetku. Aminah, anak sholehah yang ingin membelikan kurma untuk ibunya.

Aku tersenyum dan bergegas menghentikan taksi yang lewat di depanku. Pulang dan segera memeluk mama di rumah. Alhamdulillah, berkah ramadan selalu datang kapanpun, dimanapun dan melalui kisah apapun.

*** 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun