“iya, tapi kalo sombong begitu...gak ada artinya lagi kemewahan yang dipakainya !” timpalku kesal
“Anita...masuk ke ruangan saya sebentar...” tiba-tiba pak Yopi muncul di balik pintu ruangannya
Anita yang sejak tadi asyik memainkan gadget buru-buru beranjak memenuhi perintah pak Yopi. Dan kami kembali ke meja kerja masing-masing.
***
Aku menyeruput kopi panas buatan pak Udin, OB di kantor. Kopi yang tiada dua nikmatnya. Karena selain racikannya pas, gak butuh tenaga untuk membuatnya sendiri dan gratis. Sangat menginspirasi di setiap pekerjaanku yang menumpuk.
Pun dengan sore menjelang malam ini, aku terjebak dalam lembur. Pekerjaan yang tiada henti menanti untuk segera diselesaikan. Semuanya kejar tayang. Sebagai seorang art desainer, ide-ide baru harus tumbuh subur di otakku. Ya, karena dari coretan tanganku yang menuangkan ide-ide baru ini lah PT.FrankCo Desain Entertainment berkembang pesat menjadi perusahaan raksasa di bidang produksi garmen. Beban kerja ada dipundakku.
“pak Udin...ruangan pak Yopi nggak terkunci kan ?” tanyaku pada pak Udin yang sedang mengelap meja-meja ruangan
“nggak non Vera...”
Aku beranjak masuk ruangan pak Yopi untuk meletakkan beberapa rancangan desain yang telah selesai kubuat di mejanya.
Ruangan yang sejuk dan penuh nuansa retro. Merah hitam adalah warna andalannya. Kuletakkan map di meja dan bergegas untuk keluar. Namun, langkahku terhenti oleh sebuah benda yang sedikit menyempil di ujung meja pak Yopi.
Sebuah stiletto berwarna emas. Hak runcingnya terukir manis. Dipandang saja, aku sudah dapat menebak harganya. Tak salah jika pemilik stiletto itu begitu sombong. Jangankan yang harganya mahal, yang murah pun, stiletto dapat membuat seorang perempuan tampil percaya diri, bahkan kerap terlalu percaya diri. Badan yang tegak lurus dengan sorot mata yang tajam akan terbentuk ketika seorang perempuan mengenakan sepatu berhak tinggi dan runcing tersebut. Sungguh berkesan angkuh dan sombong.