Perempuan itu menggeliat. Meliuk-liukkan pinggulnya yang ramping. Matanya menari-nari nakal. Tubuh mungilnya sesekali naik turun berusaha menggapai segaris bahu. Bibirnya tak henti tersenyum tanggung. Menyiratkan isyarat agar dapat ditebak oleh sang pemilik bahu. Meski begitu mudah ditebak, tapi sang pemilik bahu tak ingin terburu-buru mengakhiri permainan. Seolah-olah ia tahu bagaimana memenangkan malam ini.
Benar saja, perempuan itu mulai lelah. Namun ia punya cara agar tak kalah begitu saja. Sengaja ia jatuhkan tubuh mungilnya di antara dua garis bahu. Ia begitu yakin dada nan kekar itu akan menangkap dan mendekapnya. Maka disitulah ia akan membius sang pemilik bahu untuk tak melepas tubuhnya.
“kamu minum sudah terlalu banyak dear...” sang pemilik bahu tahu kemana arah ia akan dibawa oleh perempuan itu
Perempuan itu terkekeh, “kenapa Ken...kamu takut ? kamu takut hah ?”
“kita pulang sekarang. Aku antar kamu.” Tegas sang pemilik bahu sambil merengkuh tubuh perempuan itu dan sedikit menyeretnya keluar bar
Perempuan itu berusaha mengelak, “kamu kenapa Ken ? aku tahu kamu juga menginginkannya, iya kan ?!”
“sorry...i can’t...”
Perempuan itu mulai meronta, “munafik kamu ken !” suaranya parau
“aku masih tahu batas.”
“arrrrgghhhh ! jadi untuk apa kamu dan aku ada disini sekarang ? untuk apa ?!
Sang pemilik bahu kembali merengkuh tubuh perempuan itu dan menyeretnya keluar. Tak ada kata-kata terucap lagi. Baginya percuma menjelaskan sesuatu pada perempuan yang sedang kacau. Kacau oleh hasrat yang tak tercapai.