Senin, 18 Juli 2016
Hari ini sebenarnya bukan hari ulangtahun anakku, bukan juga hari kemenangan saat ia lomba menari. Hari ini adalah hari senin biasa dengan aktifitas pagi yang luar biasa. Sejak semalam aku sudah merancang rencana sedemikian rupa, khusus untuk hari ini. Aku harus bangun lebih pagi, aku harus memasak sarapan lebih banyak dan tentu saja dengan menu yang istimewa, aku harus jerang air hangat agar anakku bisa mandi dengan nyaman tanpa terlampau kedinginan sebab aku akan membangunkannya lebih awal. Pakaian seragam baru telah menggantung rapi di lemari siap untuk dikenakan. Sepatu berwarna hitam dan kaos kaki putih juga sudah menunggu untuk dipakai melangkah oleh kaki mungilnya.
Hmm...ada apa dengan hari ini ? sepertinya, ketika ulangtahun juga tidak sesibuk ini. Ketika akan lomba menari juga tidak dirancang sesempurna ini.
Ya, hari ini adalah HARI PERTAMA SEKOLAH bagi anakku. Hari yang mengawali perjalanan masa depannya. Hari yang akan mengantarkannya menggapai cita-cita. Jika hari ulangtahun aku pakai jasa event organizer untuk membantu mengurus semuanya dan hari perlombaan menari aku serahkan pada pelatih menari dan tata riasnya, maka hari ini aku TIDAK PERNAH MENEMUKAN ada event organizer yang mampu merancang kesempurnaan hari pertama anakku masuk sekolah. Sebab kesempurnaan itu hanya orangtua yang bisa melakukan untuk anak-anaknya. Semua dilakukan khusus dengan hati yang tulus dan harapan yang mulia. Maka dari tangan-tangan hangat orangtua lah, momen hari pertama masuk sekolah menjadi terasa begitu sangat istimewa.
Namun, aku tak mau merancang semuanya sendiri. Anakku juga harus terlibat. Sebab hari ini adalah awal masa depannya. Maka ia harus turut bertanggungjawab dengan langkah-langkah selanjutnya. Ia harus paham mengapa aku dan ia harus bangun lebih awal. Ia harus tahu mengapa aku jerang air hangat untuknya mandi. Ia juga harus menghargai mengapa aku memasak lebih dan menyiapkan segala keperluan sekolahnya. Ia harus mengerti bahwa semua itu kulakukan bukan untuk menjadikannya “princess” yang manja dengan segala keperluan dipersiapkan, akan tetapi semua itu kulakukan agar ia tahu bahwa untuk menggapai harapan dan cita-cita itu membutuhkan perjuangan dan kedisiplinan. Aku ingin ia melihat bahwa apa yang dilakukan ibunya adalah salah satu bentuk dukungan dan doa agar ia berhasil menggapai cita-cita.
“Kita kerjasama ya nak...”
“Ibu usahakan semuanya untukmu...pun dengan kamu...berusahalah setidaknya untuk dirimu sendiri...”
“Ibu berdoa untukmu tanpa kamu aminkan, maka takkan sempurna...”
“Ibu mati-matian memperjuangkanmu tapi kamu tak bersedia berjuang, maka juga akan sia-sia...”