Mohon tunggu...
Fiahsani Taqwim
Fiahsani Taqwim Mohon Tunggu... Penulis - :)

Penganut Absurditas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mereka Bilang Saya Cantik

18 April 2021   10:25 Diperbarui: 18 April 2021   10:36 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Aku sedikit sebal mendengar pertanyaannya itu. Aku tahu sebetulnya Natasha tidak sedang meminta pendapat. Dia sesungguhnya hanya sedang memibutuhkan pujian sehingga ia memaksaku untuk memujinya melalui pertanyaannya itu.

 Oh Natasha. Barangkali sebelum keberuntungannya karena telah mendapat Tito sebagai pacarnya, keberuntungan pertama Natasha adalah karena bentuk fisiknya. Satu keberuntungan itulah yang akhirnya mengantarnya pada keberuntungan demi keberuntungan lainnya.

 Ah tidak. Natasha sebetulnya tidak seberuntung itu. Dia sering kali tidak percaya dengan dirinya sendiri. Dia selalu saja merasa kekurangan ini dan itu. Dia sering berteriak penuh keputusasaan ketika ia menyadari bahwa berat badannya telah naik atau kantung matanya yang tiba-tiba membesar. Dia juga pasti akan menggerutu dan bersedih apabila ia lupa membeli  lipstick atau maskaranya yang habis. Yang lebih mengejutkan adalah, Natasha akan menangis hingga berhari-hari jika ia merasa diabaikan dan dianggap tidak berharga oleh orang-orang di sekitarnya, terutama oleh Tito dan olehku.

 "Sha. Ada apa? Kenapa menangis?" tanyaku pada suatu hari saat aku meyadari bahwa seharian aku tidak juga mendengar suaranya lantaran ia sengaja mengurung diri di kamar.

 "Tito pergi kondangan bersama teman-temannya dan dia tidak mau mengajakku karena dia bilang aku mandi dan berdandan terlalu lama." Sahutnya. Aku lihat dia masih mengenakan dress biru tua yang mungkin akan dipakainya untuk menemani Tito.

 Aku berpikir sangat keras tentang mengapa Natasha harus merasa sebal jika Tito tidak mau mengajaknya pergi kondangan. Bukankah alasan Tito untuk tidak mengajaknya itu adalah sebuah penjelasan yang sangat logis. Laki-laki mana sih yang mau menunggu pacarnya berdandan berjam-jam padahal hanya untuk pergi ke acara resepsi orang lain. 

 "Kalau aku tidak berdandan dengan baik, apa Tito tidak malu memperkenalkanku kepada teman-temannya? Aku kan harus terlihat sangat cantik di mata mereka?"

 Dari segala keluh kesah Natasha yang kerap ia tumpahkan kepadaku, aku menjadi paham bahwa Natasha ini sebetulnya tidak secantik yang orang-orang bilang. Dia tampak begitu cantik hanya karena para manusia di sekitarnya terlanjur dan terbiasa menilainya demikian. Ah, begitu berartinya pendapat para manusia itu buat Natasha hingga ia sangat takut untuk kehilangannya. Aku berharap dapat mengatakan bahwa Natasha seharusnya tidak perlu berusaha menjadikan dirinya tampak cantik hanya untuk menyenangkan mata orang-orang. Itu pasti akan terlalu sulit dan melelahkan. Akan jauh lebih membahagiakan apabila Natasha mampu meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia memang cantik begitu adanya.

 Berikutnya, aku harus siap mendengarkan segala keluhannya seputar Tito, kecantikan, pria lain, segala puji-pujian yang dia dapatkan, dan masih banyak lagi. Dari semua ucapannya, aku hanya bisa menangkap kesengsaraan, kekecewaan, dan keputusasaan.

 Sungguh sebuah keabsurdan yang hakiki ketika mengetahui bahwa segala keberuntungan yang dinikmati Natasha malah menjatuhkannya dalam kesengsaraan. Mungkin, wacana pemberdayaan perempuan di dunia ini bakal gagal total gara-gara perempuan macam Natasha ini. Hanya perempuan-perempuan yang lemah saja yang membutuhkan pemberdayaan perempuan. Para perempuan yang berdaya dan percaya diri macam Bu Susi mantan menteri perikanan RI tidak akan membutuhkan istilah itu.

 "Aku benci Tito. Kenapa dia harus marah jika aku berdandan terlalu lama. Bukankah aku juga melakukan ini demi dirinya. Kenapa si kampret itu tidak mendukung pacarnya yang sedang berusaha tampil cantik maksimal."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun