Mohon tunggu...
Fiahsani Taqwim
Fiahsani Taqwim Mohon Tunggu... Penulis - :)

Penganut Absurditas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mereka Bilang Saya Cantik

18 April 2021   10:25 Diperbarui: 18 April 2021   10:36 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Natasha mungkin sangat beruntung memiliki pacar seperti Tito. Dia tampan dan rapi secara fisik, baik hati pula. Aku sendiri yang menjadi saksi atas kesabaran dan ketulusan hatinya dalam menghadapi Natasha.

 "Uang kosku bulan ini sampai empat bulan ke depan si Tito yang membayarnya." Natasha beranjak dari kamarnya menuju kamarku saat ia hendak menceritakan segala hal tentang Tito padaku.

 "Hah, kenapa Tito yang harus membayarnya Nat?" Tanyaku tidak percaya.

 "Iya, karena mamaku sedang tidak punya uang. Jadi aku berniat untuk meminjam uang saja pada Tito, tetapi dia bilang tidak usah. Dia bersedia membiayai uang kosku.

 Uang sejuta setiap bulan tidak akan membuat Tito terbebani. Sebagai pegawai di Kementrian Pertanian Indonesia, aku kira gajinya sangat cukup dipakai untuk menghidupi dirinya sendiri dan pacarnya. Bukan hanya uang kos saja, aku juga kerap melihat Natasha mengajak Tito liburan ke luar kota, makan di restoran mewah, menonton film, dan pergi karoke bersama. Aku pikir, status Natasha sebagai seorang mahasiswi yang belum berpenghasilan tidak akan punya cukup uang untuk dipakai berfoya-foya seperti itu. Jika mereka sedang melakukan aktivitas yang akan menguras kantong, sudah tentu keduanya akan memakai uang Tito.

 Ah, terkadang aku cemburu sekali kepada Natasha. Hidupnya begitu dijamin oleh pacarnya. Minta ini itu pasti dituruti. Marah sedikit langsung diajak pergi berbelanja. Saat sedang sakit flu ringan saja sudah pasti pacarnya itu sigap mengantar ke dokter. Ah sudahlah, pokoknya banyak sekali fasilitas dan perhatian yang Natasha dapatkan dari Tito.

 Natasha adalah teman sekosku. Orang-orang bilang dia cantik. Kulitnya mulus, tidak ada satu pun jerawat atau bisul yang muncul pada dirinya. Rambutnya panjang hitam lebat dan sangat lurus. Barangkali cocok menjadi model iklan pembersih rambut. Badannya tidak gemuk atau pun kurus, sedang-sedang saja. Natasha gemar berbelanja, sama juga sepertiku, mungkin sama juga dengan ratusan juta perempuan di dunia. Dia selalu memilih brand fashionnya dengan sangat hati-hati dan penuh pertimbangan. Aku sering mendapati dirinya memasang iklan di OLX pada malam hari untuk rok yang baru tadi siang dibelinya. Saat aku bertanya padanya mengenai alasan mengapa ia menjualnya, Natasha menjawab bahwa ia sangat menyukai rok itu saat di mall, namun saat sampai di kos, barang itu rupanya tidak menarik lagi. Natasha bahkan tidak peduli jika ia harus merugi lantaran barang barunya tersebut setelah terpampang dalam iklan OLX harus bernilai seperti benda bekas.

 Natasha sering mendapat pujian dari orang-orang di sekitar kami. Mereka kerap mengatakan bahwa Natasha amat cantik memukau. Dia akan berpura-pura menepis pujian demi pujian itu,  namun aku tahu sesungguhnya ia sangat bangga pada dirinya. Manusia mana sih yang tidak suka bila dipuji. Sering kali, saat aku berjalan beriringan dengan Natasha, semua mata hanya tertuju padanya dan mengabaikanku, Setiap orang akan lebih tertarik untuk menyapa Natasha dibanding menyapa diriku, utamanya para kaum lelaki.

  Kenapa perempuan macam Natasha itu kerap terlihat menarik di mata lelaki. Lalu bagaimana dengan perempuan gemuk dan berjerawat? Apakah mereka tidak layak untuk dianggap cantik? Jika standar cantik hanya sebatas pada bentuk badan dan warna kulit saja, maka beruntunglah para perempuan pemilik fisik yang seperti itu dan meranalah orang-orang dengan penampilan yang sebaliknya. Jika memang demikian, maka banyak orang yang akan menghujat Tuhan lantaran bentuk fisik mereka.

 "Apa aku terlihat cocok memakai gaun ini?" Natasha bertanya padaku suatu hari saat ia hendak berkencan dengan Tito.

 "Apa kamu lupa kalau tubuhmu itu akan selalu pas dengan gaun apa saja."

 Aku sedikit sebal mendengar pertanyaannya itu. Aku tahu sebetulnya Natasha tidak sedang meminta pendapat. Dia sesungguhnya hanya sedang memibutuhkan pujian sehingga ia memaksaku untuk memujinya melalui pertanyaannya itu.

 Oh Natasha. Barangkali sebelum keberuntungannya karena telah mendapat Tito sebagai pacarnya, keberuntungan pertama Natasha adalah karena bentuk fisiknya. Satu keberuntungan itulah yang akhirnya mengantarnya pada keberuntungan demi keberuntungan lainnya.

 Ah tidak. Natasha sebetulnya tidak seberuntung itu. Dia sering kali tidak percaya dengan dirinya sendiri. Dia selalu saja merasa kekurangan ini dan itu. Dia sering berteriak penuh keputusasaan ketika ia menyadari bahwa berat badannya telah naik atau kantung matanya yang tiba-tiba membesar. Dia juga pasti akan menggerutu dan bersedih apabila ia lupa membeli  lipstick atau maskaranya yang habis. Yang lebih mengejutkan adalah, Natasha akan menangis hingga berhari-hari jika ia merasa diabaikan dan dianggap tidak berharga oleh orang-orang di sekitarnya, terutama oleh Tito dan olehku.

 "Sha. Ada apa? Kenapa menangis?" tanyaku pada suatu hari saat aku meyadari bahwa seharian aku tidak juga mendengar suaranya lantaran ia sengaja mengurung diri di kamar.

 "Tito pergi kondangan bersama teman-temannya dan dia tidak mau mengajakku karena dia bilang aku mandi dan berdandan terlalu lama." Sahutnya. Aku lihat dia masih mengenakan dress biru tua yang mungkin akan dipakainya untuk menemani Tito.

 Aku berpikir sangat keras tentang mengapa Natasha harus merasa sebal jika Tito tidak mau mengajaknya pergi kondangan. Bukankah alasan Tito untuk tidak mengajaknya itu adalah sebuah penjelasan yang sangat logis. Laki-laki mana sih yang mau menunggu pacarnya berdandan berjam-jam padahal hanya untuk pergi ke acara resepsi orang lain. 

 "Kalau aku tidak berdandan dengan baik, apa Tito tidak malu memperkenalkanku kepada teman-temannya? Aku kan harus terlihat sangat cantik di mata mereka?"

 Dari segala keluh kesah Natasha yang kerap ia tumpahkan kepadaku, aku menjadi paham bahwa Natasha ini sebetulnya tidak secantik yang orang-orang bilang. Dia tampak begitu cantik hanya karena para manusia di sekitarnya terlanjur dan terbiasa menilainya demikian. Ah, begitu berartinya pendapat para manusia itu buat Natasha hingga ia sangat takut untuk kehilangannya. Aku berharap dapat mengatakan bahwa Natasha seharusnya tidak perlu berusaha menjadikan dirinya tampak cantik hanya untuk menyenangkan mata orang-orang. Itu pasti akan terlalu sulit dan melelahkan. Akan jauh lebih membahagiakan apabila Natasha mampu meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia memang cantik begitu adanya.

 Berikutnya, aku harus siap mendengarkan segala keluhannya seputar Tito, kecantikan, pria lain, segala puji-pujian yang dia dapatkan, dan masih banyak lagi. Dari semua ucapannya, aku hanya bisa menangkap kesengsaraan, kekecewaan, dan keputusasaan.

 Sungguh sebuah keabsurdan yang hakiki ketika mengetahui bahwa segala keberuntungan yang dinikmati Natasha malah menjatuhkannya dalam kesengsaraan. Mungkin, wacana pemberdayaan perempuan di dunia ini bakal gagal total gara-gara perempuan macam Natasha ini. Hanya perempuan-perempuan yang lemah saja yang membutuhkan pemberdayaan perempuan. Para perempuan yang berdaya dan percaya diri macam Bu Susi mantan menteri perikanan RI tidak akan membutuhkan istilah itu.

 "Aku benci Tito. Kenapa dia harus marah jika aku berdandan terlalu lama. Bukankah aku juga melakukan ini demi dirinya. Kenapa si kampret itu tidak mendukung pacarnya yang sedang berusaha tampil cantik maksimal."

 "Dia bukannya tidak ingin melihatmu tampil cantik Sha. Dia hanya telah jemu dengan kecantikanmu yang semu." Aku menanggapinya dalam diam.

 

SDA, 081119

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun