Mohon tunggu...
Fidia Wati
Fidia Wati Mohon Tunggu... wiraswasta -

Cerita khas emak emak http://omahfidia.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(LombaPK) Catatan Perempuan, Toleransi dalam Perkawinan Beda Agama

17 Januari 2017   09:42 Diperbarui: 17 Januari 2017   09:50 949
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Aku juga serius….” Jawabku lembut tapi tegas. Soal agama, aku tidak mau main-main. Ini menyangkut keyakinan. Semua harus dengan kesadaran sendiri, bukan karena paksaan. “Agama bukan untuk di permainkan. Jangan hanya karena kita mencintai seseorang, lantas agama di gadaikan. Bagaimana bila kamu tak mencintaiku lagi? Tolong..berpikirlah dengan logika bukan dengan nafsu…..”. Tiba tiba pengalaman tetangga mengingatkanku. Dimana setelah mereka menikah, diam-diam suaminya balik lagi ke agamanya.

***

Lalu……Kami duduk bahagia diatas pelaminan sebagai raja dan ratu sehari, setelah melewati tiga puluh ribu enam ratus enam puluh purnama. Waktu yang sangat panjang menurutku untuk mengenal satu sama lain. Perjalanan real di mulai.

Setelah perkawinan, keadaan bukannya membaik. Justru menjadi tantangan baru. Teman-teman yang dulunya kalem malah menatap sinis, bahkan ada yang terang-terangan menuduhku menggunakan black magic, untuk menggaet suami. Boro-boro menggunakan black magic, black pepper aja aku kurang suka. Emangnya aku apaan.Wong jelek-jelek gini, masih banyak yang antre. Hahahahhaha. Daripada pusing, aku tak melayani, ocehan mereka. Percuma juga!

Tetapi…eng ing eng…aku bukam malaikat, aku manusia biasa yang punya rasa bête, apalagi menjelang PMS. Emosiku seperti orang kebelet ke belakang, nggak nemu toilet. Beuh maunya makan orang. Sayangnya aku tak bisa. Sehingga sebagai pelampiasan aku makan krupuk dengan cabe. Bunyinya krauk..krauk…krauk…di teliganku terdengar seperti sebuah sonata indah di padang pasir. Ku lumat mereka dengan kasar dan penuh emosi, sampai lembut di mulut. Gurihnya krupuk dan pedasnya cabe, mengalihkan perhatianku. Fussss……aku mulai tenang…Wkkkwkkwkwkwk….

Ternyata, menyatukan dua keluarga dengan latar belakang agama yang berbeda, tak semudah membalikkan telapak tangan. Pipiku malah sering basah oleh tetesan airmata. Perbedaan dan benturan malah semakin nyata dan keras menghantam.

Tapi..bukan diriku bila tak bisa berdiri tegak.

Semua kesulitan, secara tak langsung mengubah cara pandangku. Aku tak bisa begini terus, menangis tanpa ada solusi. Aku sudah menjatuhkan pilihan. Sehingga kudu siap menanggung resiko dengan syukur dan senyum.

 Toleransi, tak akan bisa berjalan bila diriku tetap keukeuh dengan benteng yang ku buat sendiri. Sikapku perlahan mulai luwes dan memberikan empati pada tiap orang yang kutemui. Terutama keluarga besar. Aku mulai menempatkan diriku menjadi mertua dan menjadi orang tuaku sendiri. Mereka pasti kecewa dengan pilihan anaknya. Terutama mertuaku, sebab anak kesayangan, memilih keyakinan berbeda dengan agama yang mereka anut, demi bisa bersanding dengan gadis pilihannya. Begitupun dengan orangtuaku sendiri. Sebab, mereka ingin aku menikahi seorang lelaki dari keluarga yang seiman. Tapi kenyataannya, berbeda.

Ya Rabb, kuatkan iman dan mudahkan langkahku. Doaku dalam tiap sujud.

Aku mulai membuka diri, bergaul akrab dengan keluarga besar. Semua ego dan ketakutan tak di terima telah ku lepas. Langkah yang awalnya berat, mulai terasa ringan. Pelan-pelan aku belajar serius adat budaya mereka. Misalnya cara membuat canang, atau menyusun gebogan atau membuat masakan Bali. Meskipun sampai sekarang bisanya hanya membuat ayam sisit. Aku tak segan bertanya, meskipun toh ujung-ujungnya aku hanya sebagai penggembira saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun