Mohon tunggu...
Fidia Wati
Fidia Wati Mohon Tunggu... wiraswasta -

Cerita khas emak emak http://omahfidia.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Balen

11 Maret 2016   09:03 Diperbarui: 11 Maret 2016   16:54 1138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Aku sudah muak hidup melarat kang! mbok ya kamu itu kerja yang bener. Jangan jual gorengan terus” tangisnya pecah, tak dihiraukannya lagi tangis anaknya.

“Harus kerja apa lagi aku bu, sedangkan aku tak tamat SD, dan pengalamanku hanya bertani saja”

“Halah alasan saja, coba lihat Kang Parto, dia juga tak tamat SD tapi dia sekarang kaya raya, punya banyak rumah, sawah dan mobil. Sedangkan kita…apa? Rumah masih numpang mertua, kemana-mana naik sepeda onthel usang, tabungan….ah embuh…bisa makan 3 kali saja sudah untung! Lantas…kapan kamu bisa nyenengin aku dan anakmu?" kata-kata Sumini meluncur deras ke suaminya. Beban yang dihimpitnya bertahun tahun leleh dengan kemarahan.

“Sabar bu, lihat anakmu menangis, apa kamu nggak kasihan padanya”

“Biarkan saja dia menangis, biar dia tahu penderitaannya emaknya ini!”

***

Parmin menghela nafas panjang, Kakinya lemas tak sanggup mendengar kata-kata istrinya lagi. Ia memilih keluar rumah. Dan membiarkan langkahnya berjalan tak tentu arah sambil menyesap*rokok tengwe miliknya. Otaknya terasa buntu. Ia tersenyum kecut tak menyangka, istri yang dikenalnya lemah lembut, hari ini seperti Mak lampir. Nyalinya ciut.

Disisi lain Parmin menyadari, wajar Sumini begitu. Selama 7 tahun pernikahannya tak pernah sekalipun dia membelikan sesuatu untuk istrinya. Parmin menjadi malu. Ia ingin mengubah nasib supaya bisa kaya dan membahagiakan keluarganya. Tapi…..bagaimana caranya? memikirkan semua itu kepalanya mendadak pening.

“Woi… ngelamun saja kowe Min” Parmin terkejut, ketika kang Parto berdiri dihadapannya. Dia mengendarai motor moge bercat merah. Melihatnya duduk gagah diatas motor menyentak hati Parmin… ah..andai aku yang duduk disitu. Ia tersenyum sendiri…

“Lah..ditanya kok malah senyum-senyum sendiri, *piye to ki bocah?” Kang Parto geli melihat mata parmin yang terus menerus menatap motor gedenya dengan takjub.

“Nih kuncinya, kalau kamu mau coba mengendarai” Kang parto melemparkan kunci motornya kearah parmin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun