Raganya...
Seperti aroma teh yang belum sempat habis kucium aromanya
Pergi begitu saja...
Dan rumitnya,aku begitu hafal kemana ia akan melakukan kegiatannya
Jika di sepanjang waktu raganya menciptakan ruang yang tak sedikitpun dapat disinggahi raga lainnya
Ruang itu bercerita tentang raga yang bertahan walaupun banyak raga lainnya memilih untuk pergi
Di sebelah ruang tamu miliknya, terdapat ruang sederhanaÂ
Disinilah raga miliknya pernah singgah
Di pojok kanan sana...
Tak ada lagi raga yang duduk santai sembari bersandar
Aku tak melihat lagi raga yang suka duduk tertunduk sembari asik bercengkrama dengan kertas kesayangannya
Kertas putih, pensil tumpul yang setiap pekannya menjadi teman bercengkrama dirinya
Kertas putih yang perlahan lusuh karena goresan pena yang selalu ia hapus goresannya
Air putih hangat yang selalu ia teguk,sebelum dirinya melakukan kegiatan favoritnya setiap saat
Mencoret-coret kertas putih itu
Lalu melipatnya menjadi pesawat kertas
Ia suka mengumpat dalam dirinya, pada pesan yang ia sematkan di atas kertas putih
Tak ada yang dapat mengerti apa yang hendak ia utarakan atau apa yang hendak ingin ia goreskan
Lalu ia terbangkan ke langit-langit belakang rumah
Ia tak peduli, pesawat kertas itu mendarat dimana
Entah di antah berantah
Atau di antara kubangan lumpur
Ia sama sekali tak peduli...
Aku dapat melihat senyum bersinar miliknya ketika ia berhasil menerbangkan pesawat kertasnya
Mentari yang terbit setiap pagi tak lagi beradu pandang dengannya
Tak lagi berdebat siapa yang memiliki terang paling benderang di pagi hari
Dirinyakah atau mentari?
Mentari tak lagi memiliki waktu yang terbuang hanya karena berdebat dengannya
Mentari kehilangan dirinya
Mentari kehilangan musuh berdebat
Tak ada lagi bunyi tak tik tuk suara sepatunya yang selalu berbunyi seirama dengan jam tik tok yang berdenting
Ruangan ini
Seperti Jantungnya...
Belakang rumah ini...
Seperti Jiwanya...
Aku pernah berkata "kau ini suka boros dengan kertas, suka sekali menerbangkan pesawat kertas. Lalu entah mengapa aku tak mengerti apa maksudmu melakukan hal ini setiap hari. Kau ini aneh"
"Jadilah pesawat yang mendarat pada daratan yang tepat." ujarnya singkat namun tak dapat aku mengerti.
Ia tak suka bertele-tele memberiku jawaban yang setiap kali aku lontarkan pertanyaan yang sama
Ruangan ini meninggalkan aroma raganya...
Yang membuat jantung hati berdetak kian tak pasti
Kemana raganya pergi?
Pesawat kertas miliknya tertiup angin lalu terhempas ke langit utara seakan berpesan bahwa kepergiannya tak perlu di risaukan lagi ....
Setiap orang yang hadir dan pergi adalah fase dimana kita bisa belajar untuk menerima kepergiannya dan walaupun kita tak pernah ingin perpisahan itu terjadi kita harus menerima, mereka pergi ada maksud tertentu yang baik untuk kita. Doakan mereka agar mereka tetap baik-baik saja dan sukses dalam segala hal ~
Ganbate!!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI