Tetapi aku sadar bahwa ibu, yang karena tahu akan segala nestapa di hari depan, ia telah siapkan hatinya dan perisai terbaik bagi anaknya. Sebagaimana aku nyaman dalam kandungannya selama waktu 9 bulan dan dalam pelukan-pelukan masa kecil demikian juga aku kini dan akan nyaman di balik perisai pemberiannya. Hanya dengan itu, ia dulu merasa yakin merelakanku pergi, bahkan sejauh jarak yang tak terbayangkan ini.Â
Aku dititipnya ke masa depan hanya dengan satu perisai sekaligus jalan yang diyakininya sebagai jalan yang benar dan tepat. Ia menitipkanku ke masa depan lewat doa-doa tanpa henti. Ia telah mengajariku berdoa dan selalu berdoa untukku. Doa-doa ibu adalah perisaiku.
Saat ini aku sadar mengapa harus berdoa? Sebab hanya inilah jalan satu-satunya aku dapat mencari dan mengenal siapa pemilikku sesungguhnya. Aku saudara Kelana. Dibiarkan pergi oleh ibu ayahku agar menemukan siapa pemilikku sebenarnya. "Kamu bukan milikku" adalah pesan sekaligus pertanyaan yang selalu harus aku cari dan temukan jawabannya. Maka itulah aku berkelana.......
Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur -Â
Sabtu, 11 Juni 2022
Tantangan Menulis Setiap Hari - #Harike-2: Sabtu, 11 Juni 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H