E-commerce, atau perdagangan elektronik, telah mengalami pertumbuhan dan popularitas yang signifikan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Perkembangan teknologi digital dan meningkatnya penetrasi internet telah berkontribusi terhadap maraknya e-commerce di Indonesia.
Menurut laporan Kementerian Komunikasi dan Informatika, nilai e-commerce di Indonesia telah tumbuh sebesar 78%, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat pertumbuhan e-commerce tertinggi di dunia. Pertumbuhan ini menunjukkan potensi ekonomi yang kuat dari e-commerce dan pentingnya e-commerce bagi bisnis, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Munculnya e-commerce di Indonesia telah mengubah cara orang berbelanja dan berbisnis. Hal ini telah memberikan peluang bagi beberapa orang yang memiliki bisnis untuk menjangkau basis pelanggan yang lebih besar dan telah berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi digital di negara ini.
Namun, hal yang dianggap menjadi peluang dan menguntungkan bagi beberapa orang tersebut justru menjadi sebuah permasalahan yang mengakibatkan pro-kontra dalam masyarakat, terutama bagi para pedagang yang melakukan perdagangan pada pasar-pasar tradisional, salah satunya yaitu terjadi di Pasar Beringharjo.
Pasar Beringharjo merupakan salah satu ikon wisata di kota Yogyakarta yang terkenal dengan berbagai jenis produk kerajinan dan pakaian tradisional. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pedagang di Pasar Beringharjo menghadapi tantangan baru yang berasal dari perkembangan teknologi, yaitu adanya peningkatan penggunaan online shop dalam berbelanja.
Pasar yang terletak di Kota Yogyakarta ini telah mengalami penurunan omzet penjualan selama beberapa tahun terakhir. Penurunan ini disebabkan oleh maraknya online shop yang membuat para pembeli beralih ke platform jual beli elektronik.
Kemudahan dalam akses internet, serta terjadi kesenjangan harga yang bisa dibilang anjlok dibandingkan harga normal pasaran menjadi alasan bagi warganet untuk memilih berbelanja melalui online shop daripada secara langsung ke offline store.
Hal ini menjadi keluhan bagi para pedagang di Pasar Beringharjo, yang mengeluhkan bahwa penjualan secara online telah mengganggu bisnis mereka, terutama di sektor penjualan batik dan kain.
Salah satunya yaitu Derry, seorang pedagang kain batik di Pasar Beringharjo yang sudah 5 tahun merantau dari Padang ke Yogyakarta untuk mencari nafkah bersama Nina, sang istri. Ia menyebutkan penjualan secara online telah berdampak negatif pada bisnis mereka.
"Penurunan omzet jualan itu terasa sejak adanya Covid-19 yang terjadi selama 2 tahun itu. Nah karena adanya corona itu kan jadi banyak yang buka lapak di online, nah dari situ kami para pedagang di pasar mulai terasa adanya penurunan pendapatan, sampai banyak yang gulung tikar dan jual lapak mereka untuk menutupi segala tunjangan," katanya dalam wawancara.
“Terlebih lagi sekarang malah ditambah dengan adanya online shop yang semakin marak dimana-mana. Harga yang dibikin sama mereka pun menjatuhkan harga pasaran kami para pedagang. Penurunan omzet jadi turun drastis sekali”, tambahnya.
Penurunan omzet ini disebabkan oleh pergeseran pola penjualan yang terjadi di Pasar Beringharjo. Pembeli sekarang lebih memilih untuk membeli barang secara online melalui platform seperti Shopee, Tokopedia, Tiktok, serta platform-platform e-commerce lainnya. Sehingga, semakin menurut jumlah pembeli yang datang ke pasar secara langsung.
Dalam beberapa bulan terakhir, penjualan secara live telah menjadi sangat populer di e-commerce dan medsos. Pedagang di Pasar Beringharjo mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat bersaing dengan penjual online yang lebih mudah dan lebih murah.
“Paling engga harusnya ada perbedaan lah antara harga di online shop sama di pasar-pasar kaya gini. Kan di online shop sudah praktis, para pedagangnya pun tidak perlu bayar pajak, sewa lapak dan lain-lain. Harusnya agak dinaikkan harganya dibandingkan dengan harga pasaran. Sedangkan kami yang punya lapak harus bayar distribusi seperti biaya sewa, pajak, listrik”, keluh Derry.
“Saya bukan anti online, saya pun memasarkan barang dagangan saya melalui sosmed, tapi hanya di WhatsApp saja. Tapi paling tidak harus dibuat aturan yang jelas antara pedagang online dengan pedagang offline. Jangan sampai online shop itu membunuh kami yang punya toko. Saya sebagai pedagang pun pengennya maju bareng-bareng bagi semua pebisnis di Indonesia, asalkan dengan catatan ada aturan yang jelas sehingga tidak terjadi kesenjangan dan keluhan yang berlarut”, tambahnya.
Sebagai pemiliki kios pakaian "Cantik Batik" ini, Derry berharap harus ditetapkan aturan bagi para pedagang online shop dan offline shop agar tidak terjadi kesenjangan yang merugikan salah satu pihak. Ia beranggapan jika masyarakat ingin memilih belanja secara online yang dimana notabene nya adalah lebih praktis, maka harga yang dibayarkan harus “lebih”.
Hal ini bisa menjadi perbandingan bagi pembeli untuk memilih jika belanja online terdapat harga lebih yang harus dibayarkan. Namun jika memilih belanja secara offline, maka harganya bisa lebih terjangkau daripada di online shop.
“Bukan hanya para pedagang kecil saja yang gulung tikar. Perusahaan besar seperti Matahari Mall pun ikut gulung tikar karena sepi pengunjung,” tukas Derry dan Nina.
Dengan adanya hal ini, Derry serta para pedagang-pedagang yang lain berharap bahwa pemerintah juga harus terus berupaya untuk memantau dan mengatur online shop agar tidak mengganggu bisnis pedagang tradisional.
Dalam beberapa tahun ke depan, pasar tradisional seperti Pasar Beringharjo harus bersiap menghadapi tantangan yang semakin meningkat. Pedagang harus meningkatkan kualitas produk dan layanan mereka untuk dapat bersaing dengan penjual online.
Selain itu, Derry berharap bahwa pemerintah harus lebih mendengarkan suara hati para pemilik usaha, terutama para pedagang kecil sepertinya. Bukan hanya tentang dunia fashion saja, namun semua pedagang yang ada di Indonesia harus disejahterakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H