Mohon tunggu...
Laila Musfidatul Ikromah
Laila Musfidatul Ikromah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa 23107030065 UIN Sunan Kalijaga

Suka jalan-jalan, hunting foto✨

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar Pilihan

Akibat E-Commerce Jadi Sepi?: Keluhan Pedagang Pasar Beringharjo Akibat Maraknya Online Shop

31 Mei 2024   21:57 Diperbarui: 1 Juni 2024   01:52 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keadaan Pasar Beringharjo pada Kamis (27/05/2024) (dokumentasi pribadi)

"Penurunan omzet jualan itu terasa sejak adanya Covid-19 yang terjadi selama 2 tahun itu. Nah karena adanya corona itu kan jadi banyak yang buka lapak di online, nah dari situ kami para pedagang di pasar mulai terasa adanya penurunan pendapatan, sampai banyak yang gulung tikar dan jual lapak mereka untuk menutupi segala tunjangan," katanya dalam wawancara.

“Terlebih lagi sekarang malah ditambah dengan adanya online shop yang semakin marak dimana-mana. Harga yang dibikin sama mereka pun menjatuhkan harga pasaran kami para pedagang. Penurunan omzet jadi turun drastis sekali”, tambahnya.

Penurunan omzet ini disebabkan oleh pergeseran pola penjualan yang terjadi di Pasar Beringharjo. Pembeli sekarang lebih memilih untuk membeli barang secara online melalui platform seperti Shopee, Tokopedia, Tiktok, serta platform-platform e-commerce lainnya. Sehingga, semakin menurut jumlah pembeli yang datang ke pasar secara langsung.

Dalam beberapa bulan terakhir, penjualan secara live telah menjadi sangat populer di e-commerce dan medsos. Pedagang di Pasar Beringharjo mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat bersaing dengan penjual online yang lebih mudah dan lebih murah.

“Paling engga harusnya ada perbedaan lah antara harga di online shop sama di pasar-pasar kaya gini. Kan di online shop sudah praktis, para pedagangnya pun tidak perlu bayar pajak, sewa lapak dan lain-lain. Harusnya agak dinaikkan harganya dibandingkan dengan harga pasaran. Sedangkan kami yang punya lapak harus bayar distribusi seperti biaya sewa, pajak, listrik”, keluh Derry.

“Saya bukan anti online, saya pun memasarkan barang dagangan saya melalui sosmed, tapi hanya di WhatsApp saja. Tapi paling tidak harus dibuat aturan yang jelas antara pedagang online dengan pedagang offline. Jangan sampai online shop itu membunuh kami yang punya toko. Saya sebagai pedagang pun pengennya maju bareng-bareng bagi semua pebisnis di Indonesia, asalkan dengan catatan ada aturan yang jelas sehingga tidak terjadi kesenjangan dan keluhan yang berlarut”, tambahnya.

Kios milik Derry (dokumentasi pribadi)
Kios milik Derry (dokumentasi pribadi)

Sebagai pemiliki kios pakaian "Cantik Batik" ini, Derry berharap harus ditetapkan aturan bagi para pedagang online shop dan offline shop agar tidak terjadi kesenjangan yang merugikan salah satu pihak. Ia beranggapan jika masyarakat  ingin memilih belanja secara online yang dimana notabene nya adalah lebih praktis, maka harga yang dibayarkan harus “lebih”.

Hal ini bisa menjadi perbandingan bagi pembeli untuk memilih jika belanja online terdapat harga lebih yang harus dibayarkan. Namun jika memilih belanja secara offline, maka harganya bisa lebih terjangkau daripada di online shop.

“Bukan hanya para pedagang kecil saja yang gulung tikar. Perusahaan besar seperti Matahari Mall pun ikut gulung tikar karena sepi pengunjung,” tukas Derry dan Nina.

Dengan adanya hal ini, Derry serta para pedagang-pedagang yang lain berharap bahwa pemerintah juga harus terus berupaya untuk memantau dan mengatur online shop agar tidak mengganggu bisnis pedagang tradisional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun