Gerimis terus membasahi sepanjang jalan Parangjoro - Slogohimo Wonogiri. Tak kencan maka kejadian. Tak janjian tapi sanggup menghilangkan kerinduan mbolang dan tadabur alam. Itulah perjalanan Kidang Kepalang Wening yang berhasil dirangkai Pak Ratman dalam geguritan. Menggambarkan bagaimana saya dan pak Larso diajak untuk silaturahim ke Mas Ladrang. Seorang Guru Penggerak di salah satu SMA di Slogohimo.Â
Beliau aktif dalam nguri-uri literasi kehidupan. Kami bertiga dari Parangjoro - Sukoharjo, yaitu sebuah desa kecil di pinggir Bengawan Solo Purba dalam misi Angonrasa Nunggaksemi.Â
Setelah berhasil menyantap nasi goreng dan bakmi goreng di warung Mie Pak Karni Slogohimo kami bersiap untuk pindah tempat diskusi lintas pengajar ke Bangsal Cagar Alam Ndonoloyo.Â
"Betul Nasgor Thek Sek mas Ladrang". Pernyataan Pak Ratman dengan gelengan kepala tak yakin menghabiskannya. Membuktikan istilah nasgor porsi jumbo yang disebut mas Ladrang itu benar murah dan besar porsinya. Â
Melaju roda empat, menyusur jalanan kampung yang semakin sempit peluang karena rombongan penduduk kampung berjalan pulang usai tahlilan. Berpayung dan berjalan beriringan. Tangan menenteng bingkisan atau yang biasa orang kampungku menyebut berkat. Kami memperpelan laju. Sedikit waktu kita sampai juga di hutan Ndonoloyo.Â
"Jadi kami waktu kecil sudah tak asing dengan istilah Ndonoloyo pak". Ucapku kepada Pak larso.Â
Istilah Ndonoloyo memang tak asing bagi penduduk Desa Parangjoro. Padahal berjarak enam puluh kilometeran masa kecil kami lekat dengan kewingitan alas Ndonoloyo. Jika ada batang pohon tersangkut di pinggir kali, tak akan ada orang yang usil menyentuh atau mengangkatnya ke daratan. Kami sudah lebih dulu paham dengan ilah-ilah sesepuh agar lebih baik membiarkan kayu-kayu tersebut hanyut dengan sendirinya.Â
Tutur bersambung ke masa kecilku jikalau kayu-kayu tersebut adalah kayu dari alas Ndonoloyo yang dikirim ke Keraton Solo. Kayu yang memiliki kewingitan tersendiri. Konon diceritakan pula bahwa beberapa Saka Masjid Demak itu kayunya dari Ndonoloyo. Bagaimana proses transporting sampai di Demak sana? Kasak-kusuk berbumbu mistis mendominasi cerita di masa kecil kami. Hingga sekarang belum pula terperikan.Â
"Olah begitu ya Pak Adik?". Manggut-manggut dalam keremangan bangsal pak Larso bergumam.Â
Obrolan makin malam makin berasa nikmat dan khidmat. Mas Ladrang yang mempunyai banyak bahan berupa perangai siswa didiknya menyampaikan bahwa pendidikan sekarang ini betul-betul perlu kekuatan atittude sebelum merdeka berfikir. Kebebasan berfikir kebebasan belajar jika tak kuat dengan atittude dapat menjadikan tidak pasnya sikap.Â
"Kurangnya adeg-adeg". Begitulah pak Larso menimpali. Adeg-adeg adalah pendirian untuk mendapati dirinya pada tingkat kesadaran diri. Sekarang serba instan. Kearifan lokal ditinggal karena diasumsikan kuno. Tutur bijak pendahulu dianggap kurang peka jaman. Tidak gaul.Â
Beberapa pendatang berplat AE, B mulai berdatangan menjelang tengah malam. Gemercik air hujan masih menjadi kawan sejati. Membasahi daun jati yang sesekali terdengar dentuman bass dari sudut jauh salah satu penjuru. Seperti sound system orang punya hajat.Â
Kumenimpali geguritan pak Ratman dengan susunan puisi ala kadarnya malam itu.Â
....
Akar jati Eyang Donosari
Menghujam dalam menyentuh qolbu
Sahabatku kidang kepalang wengi
Bersila khidmat bersamaku
Aroma bhukur menyentuh penciuman
Mengisi relung wening palereman
Literasi thek sek membahas fenomena
Mengurai pendidikan tata krama
Kidang wilar melompati wuwung
Mentadaburi akar jati donosari
Diskusi kami di belantara malam
Mengais sedikit sejarah silam
Hujamkanlah diri dalam jati ketidakterkenalan
Tinggikanlah derajat meski tatal jati tak berarti
Kidang wilar, kidang kepalang wengi
Merangkai geguritan menyusun puisi
Gerimis hujan hutan ndonoloyo
Menerawang angan masjid Walisongo
Ndonoloyo
Nunggaksemi 18/01/24
Â
Pak Larso menyulut sebatang tembakau 234. "Tak ulang terus ini baca gurit pak Ratman".Â
...
Kidang kepalang wengi
Pencolatan limpat ngunggahi arga
Sembranan tanpa sanja tanpa kencan
Candakane sapa entenana yen wis teka
Tekaning salam sing mbaureksa
Lungguh ndepis nunggu apa durung cetha
Betheke mung nyapih hawa nganti sumunar manjinging rasa
Riwis udane saya jenjem katrem ing katresnan yekti
Tresnane kidang nyapih adhem tengah wengi
Kidang kang amulat demen kekidungan
Ngidung gumun sakehing pra manungsa
Uluk salam nuduhke anane panguripan
Sirep tidhem tan ana pawongan
Kidang kang kadung trisna mulyaning bebrayan
Sumebaring panguripan ing sadhengah papan
Klasa bangka ginelar murakabi
Seleh lan sumarah sakabehing sanggan
Donoloyo
Ndorojoyo, 180124
....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H