Mohon tunggu...
ficky fauzia
ficky fauzia Mohon Tunggu... -

Ambitious dreamer. Situasional. Independen. Muda.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

The Killer Machine (Mesin Pembunuh)

29 Maret 2015   23:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:49 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari masih siang, tapi hujan sudah turun menambah suasana sendu. Di ruang depan rumah putih bergaya Belanda ini, semua orang berkumpul dengan pakaian serba hitam. Dari pojok sini aku bisa melihat sekeliling ruangan, juga peti mati di sudut lainnya. Disitu jasad Joe terbaring. Disitu juga pandangan Elen tertuju. Tubuhnya tak bergerak seperti patung. Sekarang mungkin semua orang berpikir dia keterlaluan, mungkin juga berpikir kalau dia pembawa sial. Mungkin saja, jika aku membeberkan cerita kematian Joe pada semua orang, sayangnya hingga detik ini, hanya aku, Elen, dan Joe yang tak bernyawa yang tahu.

Joe dan Elen sudah pacaran selama 3 tahun. Joe, seorang computer geek, dan Elen suka menjelajah alam. Mereka berdua dipertemukan dari kesukaannya pada desain grafis. Elen berbakat dalam menggambar, dan, Joe, tetap pada kemampuannya bermain desain grafis dengan komputerisasi. Bagi Joe, hanya ada dua cinta di dunia ini, komputer dan Elen. Aku sendiri mengenal Joe sejak di bangku kuliah. Kami sama-sama belajar di Fakultas Ilmu Komputer.

Di beranda rumah tujuh hari yang lalu, Joe menggedor pintu rumahku, keras sekali. Aku ragu-ragu membukanya, kukira dia bakal menghajarku di luar pintu, tapi tetap saja aku membukanya.

“Kenapa Joe?”

“Bot, tolongin gue, dong. Gue pinjem kantong Doraemon elu boleh ya?” Tas besar dan peralatan gunung buat dia adalah sebuah kantong Doraemon. Aku merasa khawatir sekaligus penasaran. Joe, sama sekali nggak pernah mendaki gunung, jangankan gunung, lapangan bola saja belum pernah dia injak. Hidup Joe cuma berkelumit di depan alat-alat elektronik semacam komputer. Kenapa tiba-tiba dia minta alat gunung?

“Masuk dulu Joe.” Joe jalan di belakangku dengan gelisah. “Gue pinjemin kantong Doraemon gue, tapi elu harus bilang dulu permintaan lu apa.”

“Komputer gue, Bot! Oke, ini emang salah gue sih, gue nggak ngehubungin Elen seminggu full. Terus, dia kemaren dateng ke rumah gue. Dia jebak gue, dia nyuruh gue keluar beliin dia pizza kesukaannya. Butuh dua jam. Pas gue balik, dia udah nggak ada, gue liat ke komputer, dia ninggalin note. Dia ambil CD yang gue buat khusus buat nyalain komputer itu. Dia marah karena gue lupa kalo hari sebelumnya itu anniv gue sama dia.” Kepingan disket itu berharga sekali baginya, butuh 5 bulan penuh untuk menyelesaikan aplikasi yang ada didalam CD itu.

“Terus?”

“Dia bakal balikin CD itu, tapi dia mau gue kasih dia bunga Edelweis yang masih seger.”

“Banyak yang jual kali Joe! Si Elen sejak kapan jadi fanatik sinetron gitu? Sampe minta elu kasih bunga nggak jelas segala.”

“Masalahnya dia bukan cuma minta itu, Bot. Dia minta gue foto dengan tulisan gue sayang dia di atas gunung Merbabu.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun