Peristiwa tersebut tercatat di monumen pecah kulit yang berada di halaman belakang Museum Fatahilah. Pecah Kulit yang saya tinggal waktu kecil, adalah daerah dimana peristiwa itu terjadi hingga daerah itu dinamai Pecah kulit, meski resminya bernama jalan Mangga Besar IX.
Masih dalam jalur jalan P. Jayakarta persis di daerah Gang Burung (dimana terletak Kantor Kelurahan Pinangsia- resminya jalan Manggadua Selatan- He..he.. di Kelurahan ini saya pernah menjadi salah satu Ketua Karang Taruna) ada jembatan yang menghubungngkan antara jalan P Jayakarta dengan Jalan Mangga Besar IV, jembatan ini disebut Jembatan Bocang.
Di daerah ini ada kenangan (sejarah ?) yang sulit dilupakan, pertamaLapangan Sepak Bola PETAK SIN KIAN tempat berlatih kesebelasan UMS singkatan dari UMS (saya lupa singkatannya) yang kemudian berganti nama menjadi UMS-Warna Agung (Pabrik Cat milik Beny Mulyono yang mensponsori pembiayaannya).
Klub sepakbola ini menjadi gudang pemain sepakbola nasional (PSSI) para pemain seperti Risdianto, Reny Salaky, Ronny Patinaserani (pindahan Makasar), Ronny Paslah, Yudo hadianto dan banyak lagi yang lain. Lapangan Petak Sinkian ini menjadi lapangan untuk kompetisi klub-klub sepak bola di wilayah Jakarta Barat, tingkat Jakartanya di lapangan Persija Menteng yang sekarang sudah menjadi Taman.
Di lapangan bola Petak Sinkian ini, saya dan teman-teman berlatih sepak bola setiap pagi dan siang, biasanya setelah pelatih Atletik Klub UMS (Drg. Endang Witarsa) selesai melatih atletnya (Lliyana Tjandrawijaya). Akhirnya kampong kami mendirikan klub sepak bola juga yang diberinama PS CHALITS (Persatuan Sepak Bola Pecah Kulit dan Sekitarnya) yang saya menejeri.
Kedua, di daerah juga ada cinta monyet saya yang berkembang, diujung barat Lapangan Petak sinkian ada sebuah jalan kecil disitu tinggal seorang gadis tinggi yang pernah saya suka (he..he…he… ply boy yah). Di sebelah timur lapangan ada penjual es campur yang uweenak tenan, tiap hari pengunjungnya tak habis-habis termasuk aku.
Ya Kota Tua membangkitkan kembali kenangan lama saya, kenangan yang menyegarkan kembali semangat hidup, silaturahmi yang dalam terminology populer lazim disebut reuni, juga kembali mengentalkan persahabatan, “brotherhood” diantara kami. Benar kata orang bijak, ada tiga hal yang tidak dapat ditukar dengan materi sebesar apapun nilainya, yang salah satunya adalah “persahabatan” selain cinta kasih dan tidur nyenyak. Tentu saja persahabatan yang didasarkan pada ketulusan. Smoga dapat terus kita pertahankan selamanya, Selamat berpuasa (tebet050616).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H