KPK dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah lembaga penegakan hukum yang dilahirkan pasca reformasi sebagai jawaban terhadap tidak optimalnya lembaga-lembaga penegakan hukum khususnya di bidang pemberantasan korupsi dan masing-masing diatur dalam undang-undang tersendiri. Pengadilan Negeri Tipikor masuk dalam kelompok pengadilan khusus sebagaimana dimaksudkan dalam UU Kekuasaan Kehakiman yang merupakan bagian dari Pengadilan Negeri, sedangkan KPK meski sebagai penegak hukum mandiri namun aparatnya masih disuport oleh lembaga penegak hukum lainnya seperti polisi dan Jaksa.
Beberapa ketentuan dalam perundang-undangan, kiranya dapat menjawab atau memberikan gambaran mengenai eksistensi KPK dalam RUU KUHAP:
RUU KUHAP
1.Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negera Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri tertentu, atau pejabat lain yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan dalam mencari kebenaran materiel dengan cara mengumpulkan bukti-bukti yang dengan bukti tersebut menjadikan terang tindak pidana yang terjadi dan menentukan tersangkanya. (Pasal 1 butir 2)
2.Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan atau penetapan hakim.(Psl 1 butir 4)
3.Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. (Psl 1 butir 5)
UU No. 20 Tahun 2003 tentang KPK
1.Penyelidik adalah Penyelidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (Psl 43 ayat 1);
2..Penyidik adalah Penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi; (Psl 45 ayat 1)
2. Penuntut adalah Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi; (Psl 51 ayat 1)
3. Penuntut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Jaksa Penuntut Umum (Psl 51 ayat 3)
Dari ketentuan tersebut dalam RUU KUHAP terdapat kalimat yang menyebut: pejabat lain yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan, hal ini berarti ada ketentuan yang mengakomodir keberadaan Penyidik KPK yang bukan kepolisian yang diberikan kewenangan menyidik oleh UU. Dengan kata lain dalam konteks ini eksistensi KPK diakui.
Apakah ketentuan yang tidak memuat nomenklatur KPK ini dapat ditafsirkan sebagai upaya pelemahan pemberantasan korupsi atau setidaknya terkesan meniadakan KPK ?
a). pemuatan sebutan “pejabat penyidik KPK” secara ekplisit dalam ketentuan Pasal tersebut, , maka akan mensejajarkan kedudukan KPK sebagai penegak hukum bersama kepolisian, kejaksaan dan pengadilan (Negeri, Tinggi dan Mahkamah Agung).
b). sebagai konsekwensi penyebutan secara ekspilsit tersebut, maka KPK menjadi lembaga penegakan hukum yang permanent (tetap) dan ini berarti harus diberikan argument yang kuat bagi eksistensi KPK sebagai penegak hukum yang tidak ad hoc, menggantikan argument (konsideran UU KPK) bahwa KPK dibutuhkan karena lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi (penegak hukum lain) belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi. Tentu saja argument harus dibangun secara komprehensif baik dari sisi filosofis, sosiologis dan tentu saja yuridis.
Namun demikian penjelasan Pasal 6 huruf c tentang “Penyidik dan Penyidikan” RUU KUHAP menyebutkan :
Yang dimaksud dengan "pejabat suatu lembaga yang ditunjuk secara khusus menurut undang-undang tertentu yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan", ialah:
-Kejaksaan yang berwenang menyidik pelanggaran berat Hak Asasi Manusia, korupsi dan lain-lain;
- Komisi Pemberantasan Korupsi yang berwenang menyidik tindak pidana korupsi; dan
-Perwira Angkatan Laut yang berwenang menyelidiki pelanggaran di Zona Ekonomi Eksklusif.
Menurut saya, meskipun penyebutan KPK hanya dalam penjelasan undang-undang, tanpa menapikan upaya mendudukan KPK sebagai penegak hukum permanen di bidang pemberantasan korupsi, kiranya secara minimal sudah ada pengakuan (recognition) bagi KPK sebagai penegak hukum.
Tentang hilangnya lembaga “penyelidikan”
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Dari kegiatan penyelidikan ini dapat ditemukan atau tidak “bukti permulaan yang cukup”. Jika tidak ditemukan, maka KPK akan menghentikan kegiatan penyelidikan. Sebaliknya jika ditemukan bukti permulaan yang cukup, KPK akan melaksanakan “penyidikan” sendiri terhadap perkara korupsi yang telah ditemukan bukti permulaan yang cukup tadi. Namun demikian dapat juga KPK melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik kepolisian atau kejaksaan, dalam hal dilimpahkan, maka kepolisian atau kejaksaan wajib melaksanakan koordinasi dan melaporkan perkembangan penyidikan kepada KPK.