Mohon tunggu...
Fian Roger
Fian Roger Mohon Tunggu... -

Wartawan dan Pencinta Sastra. Tinggal di Ruteng, Flores.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lilin-lilin Senjakala

2 Maret 2016   06:29 Diperbarui: 1 April 2017   08:44 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Ini lakalantas kemarin. Dua anak SMA yang mati karena dorang tabrak pembatas jalan, ” tutur Didakus kepada Post Flores.

Dua anak itu, seperti diceritakan Koran milik para pastor, sedang bemesraan di  taman kota yang berada persis di depan rumah dinas bupati dan wakil bupati. Pada pukul 00.01 dini hari mereka dikejar polisi pamong praja. Takut ditangkap dan dilaporkan ke orang tua, mereka pun kabur dengan sepeda motor. Dan na’as takdir, batas jalan mengakhiri hidup mereka.

“Kau sudah tulis kah? Jangan bilang dari saya. Tulis saja sebagai pernyataan bos besar. Biar foto rekonstruksi kau taro kaka punya foto to. Biar kaka masuk koran, ” ujar Didakus pada wartawan Post Flores.

* * *

Didakus sibuk. Polres dipenuhi kerumunan pria yang mengenakan songket dan ikat kepala Flores. Para pria itu sangar-sangar. Mereka datang dengan dua buah truk pengangkut pasir dari Wae Longka. “Ada apa kaka? ” tanya wartawan pada Didakus.

“Kau lihat saja sendiri. Pasti sedikit lagi ribut besar di kota ini? Memang para polisi hutan itu harus diberi pelajaran,” ujarnya tersenyum sinis. Didakus tidak suka para polisi hutan itu. Mereka sok jago menembak padahal baru bisa menembak burung perkutut. 

Kemarin, warga Kampung Lado, Desa Golo Doku, tertembak di hutan, dekat lokasi eksploitasi air mineral Beringin. Warga itu membuat balok yang akan dijual ke Pasar Inpres Beringin. Hari itu, dia kira tidak ada operasi. Ia kabur dengan Kope Coco  yang ia gunakan untuk membuat balok.

Para polisi hutan menduga, pria malang itu akan menghabisi mereka dengan Kope Coco. Sigap, seorang polisi hutan baru yang masih magang melepas tembakan yang dikira mengenai  kaki, padahal tepat menembus kepala.

“Masyarakat datang protes. Curi satu balok dari hutan saja kok harus ditembak mati,” kisah Didakus kritis. Saat senja kala ratusan lilin diletakan para mahasiswa yang belajar ilmu teologi di Kota Beringin. Lilin-lilin itu bentuk bela sungkawa bagi warga yang mati di ujung senapan. RIP. Rest in Peace.

“Ini aksi damai kaka. Bukan demonstrasi. Kita tidak mau mengulang Senin Berdarah, ” ujar kordinator aksi dari Pemuda Katolik Pro Rakyat Flores (PMKRF).

Seorang mahasiswi lain bilang, aksi damai ini juga sebagai bentuk terapan mata kuliah Teologi Peduli. Pastor yang mengajar mereka adalah seorang aktivis. Kalau tidak ikut aksi damai, mereka tidak akan diberi nilai mata kuliah penerapan ilmu agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun