Mohon tunggu...
Pikri Ramadan Alamsyah
Pikri Ramadan Alamsyah Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Writer | Comparative Politics | International Relations | Political Science and Football Enthusiast |

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemuda yang Kian Hari Makin Apatis terhadap Politik

14 Desember 2018   23:09 Diperbarui: 15 Desember 2018   11:14 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semakin hari ada satu sikap yang kian ditanam oleh pemuda Indonesia, yaitu; apatis terhadap politik. Pemuda semakin enggan untuk berkomentar ataupun membicarakan sedikit pun tentang perihal dinamika perpolitikan di Indonesia. Mereka terkesan menghindari jika ditanya maupun di kala mendengar obrolan tentang hal yang berhubungan dengan politik. 

Di dalam mata mereka, politik adalah suatu hal yang buruk, pandangan mereka terhadap politik tak lebih dari sekadar racun yang membahayakan untuk mereka. Kisruh dan konflik politik yang menyebabkan polarisasi dan sistem politik yang tidak sehat mungkin menjadi tonggak awal yang membuat pemuda-pemudi ini ogah-ogahan untuk peduli dengan politik.

"Toh, politik gak memberikan hal yang baik buat gue!"

Jawaban itu selalu saya terima ketika saya mencoba bertanya kepada teman-teman saya yang sangat apatis terhadap politik. Saat ditanya apa alasannya; teman-teman saya memang kebanyakan menjawab karena politik adalah sebuah urusan yang tidak sehat untuk mereka. 

Saat ditanya lebih lanjut, mereka menjawab karena banyak sekali konflik dan permasalahan yang ditimbulkan oleh politik, sehingga mereka merasa politik ini seharusnya lebih baik ditiadakan saja jika tidak ada satu kemaslahatan pun yang bisa diambil. Atas dasar itulah mereka memilih untuk bodo amat terhadap politik, dan lebih mengurusi hal yang lebih penting menurut mereka.

Saya ingat sekali, ketika saya berada dalam ruang seminar yang diikuti oleh para Mahasiswa dari Universitas yang sama dengan saya. Waktu itu, pembicara bertanya kepada kami semua, apakah ada disini yang tertarik dengan politik? Dan mayoritas menjawab tidak menyukai politik. Hanya beberapa orang termasuk saya yang menjawab tertarik dengan politik. 

Saat ditanya alasan mereka, semua satu hati sepakat bahwa memang asal-muasal mereka tidak menyukai politik karena perihal permainan politik yang tidak sehat dan tidaklah menghasilkan hal yang baik bagi mereka.

Memang saya akui, permainan politik yang semakin hari kian tidak menggunakan akal sehat, membuat konstelasi perpolitikan Indonesia menjadi sangat tidak baik untuk dilihat. Polarisasi di mana-mana, lalu konflik dan perpecahan antarkubu yang selalu dipertontonkan. Dan ini semua demi satu hal; yaitu kepentingan masing-masing individu maupun kelompok. 

Tak luput pula banyak praktisi politik yang mempunyai citra buruk di mata para pemuda karena mereka tidak bisa menuntaskan janji-janjinya dan malah terlibat dalam kasus-kasus yang mencederai praktek demokrasi maupun politik Indonesia. Kontestasi ini akhirnya tak lebih dari sebuah pentas yang memperlihatkan irasionalitas dan kebodohan dalam berkompetisi dengan cara yang benar-benar tidak bisa diterima oleh akal sehat dan nurani yang bersih para pemuda.

Tapi, saya selalu tekankan kepada teman-teman saya, bahwa politik tidaklah sepenuhnya buruk, dalam konteks politik, tentu banyak hal yang bisa kita ambil maslahatnya disamping keburukan yang mengerumuni tatanan politik negeri ini. Walaupun keapatisan mereka sudah memasuki ranah nan cukup dalam dan sudah terlalu radikal untuk mengerti maksud penting politik itu sendiri. 

Saya sendiri masih mempercayai bahwa nilai fundamental politik adalah salah satu upaya untuk mencapai kemaslahatan bersama (common's good). Terlepas dari berbagai dinamika yang sangat bertolak belakang dengan nilai fundamental yang dikatakan oleh Aristoteles, tetapi tentu banyak sekali pelajaran dan kebaikan yang bisa diambil. -meskipun saya yakin hanya segelintir pemuda yang setuju dengan statement saya ini.

Image politik di mata pemuda yang apatis terhadap politik memang sudah sangat buruk, tidak ada lagi kebaikan yang bisa dilihat dari politik terhadap mereka. 

Mereka terlalu dogmatis dalam menelan hal yang hanya terlihat dari satu sudut pandang saja. Jika kita melihat lebih dalam lagi, tentunya masih banyak para praktisi politik yang benar-benar bekerja untuk masyarakat dan kebaikan umum -- mereka hanya melihat para politikus yang "berdosa" dan tidak melihat ke perspektif yang lain.

Mereka terlalu idealis bahkan berujung ke pragmatis terhadap politik, apapun keburukan yang tercipta dalam politik di mata mereka selalu ditelan mentah-mentah dan menghasilkan kebencian kepada politik itu sendiri. Idealisme bukan suatu hal yang mewah lagi untuk para pemuda. Sekarang zaman telah berubah dan pemuda harus lebih realistis. 

Pemuda harus paham bahwa politik adalah salah satu hal yang mengakomodir kepentingan mereka melalui kebijakan-kebijakan yang berlaku. Jika pemuda apatis dan malah menjadi masyarakat parokial dalam dinamika politik, maka hancur sudah tatanan yang sudah dibuat sedemikian rupa oleh para founding parents kita.

Kurangnya pemuda yang kritis membuat sistem politik negeri ini semakin buruk, tak ada perlawanan dari para pemuda untuk memperbaiki tatanan yang sudah kian menghapus marwah dari politik itu sendiri. Mereka tidak peduli dan malah membiarkan keburukan ini terus terjadi. 

Tak ada gelora ambisi untuk menyampaikan kritikan dan aspirasi yang solutif kepada para praktisi politik, maupun sistem politik negeri ini. Mereka bungkam dan hanya bisa membicarakan keburukan yang dihasilkan oleh politik, tapi tidak mau untuk mengeluarkan pendapat dan mengkritisi apa yang mereka tidak sukai dalam hal tersebut. 

Sayang sekali jika pemikiran itu terus terjadi, karena demokrasi yang tertanam oleh negara ini tidak akan bergerak jika tidak adanya kritikan yang solutif, terutama kritikan yang berasal dari pemuda.

Kita harus realistis dan paham bahwa pemuda harus mau bergeliat dan menjadi partisipan dinamika politik yang terjadi sekarang dan di masa yang akan datang. Karena jika bukan pemuda yang meneruskan tonggak estafet perpolitikan negeri ini, siapa lagi? Pemuda harus meningkatkan kepeduliannya terhadap politik supaya bisa melawan kebodohan dan sebuah pranata politik yang bisa merusak sistem demokrasi negeri ini.

Pemuda harus bergerak dan jangan hanya berdiam diri dengan keapatisan saja. Perubahan dibentuk karena kesadaran akan adanya kesalahan yang terdapat dalam bermacam hal -tentu juga dalam konteks politik. 

Maka dari itu, untuk saat ini jadilah agen perubahan dalam sistem politik Indonesia. Pemuda berhak andil untuk maju dan masuk untuk memperjuangkan kebenaran dan merubah sistem yang salah. 

Tapi tentu hal itu harus di mulai dengan menghilangkan sifat keapatisan pemuda terhadap politik. Mulailah menerima politik, karena dalam politik-lah kita bisa memperjuangkan kebijakan yang baik untuk Negara, maupun rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun