"Langit!" Gadis itu menoleh ke asal suara. Wajahnya datar tanpa ekspresi.
"Apa?"
"Kamu di panggil Nenek. Disuruh makan."
"Aku turun lima menit lagi." Ucap Langit lalu kembali memandang keluar jendela.
"Hm. Baiklah." Lelaki itu pergi meninggalkan Langit dan turun ke bawah. Namanya Arlo, dan dia adalah saudara sepupu Langit, Arlo sangat senang mengganggu Langit. Bukan untuk membuatnya marah, hanya saja, dia ingin melihat senyum manisnya yang hilang sejak 4 tahun yang lalu.
Langit menatap tetangga seberang rumahnya. Dia seorang gadis berusia 10 tahun bernama Bintang. Dia terlihat sangat ceria dan. Sedang tertawa riang bersama kedua orang tuanya. Ayahnya memeluknya dan menggendongnya sambil tertawa riang. Sebuah boneka kelinci besar pun di peluknya erat. Mereka, terlihat sangat bahagia.
Langit menatap Bintang dan keluarganya dengan wajah datar namun menyembunyikan rasa sedih mendalam dalam raut wajahnya itu. Jika mengingat-ingat kejadian beberapa tahun silam, sakit rasanya, mengingat bahwa kenyataannya berbeda jauh dengan yang dulu. Tak ada pelukan sayang, kecupan di pipi, dan, sebuah omelan yang sungguh membuat rindu akan suasana harmonis yang dulu.
Langit mengehembuskan napas panjang. Menatap keluarga bahagia itu sejenak, lalu menutup tirai jendela dan turun menuju ruang makan. Nenek, Kakek, dan Arlo sudah berada di meja makan. Yah, sekarang, hanya mereka yang Langit miliki. Tak ada Ayah maupun Ibu. Karena mereka sekarang hanya sebatas kenangan pahit, dan jika mengingatnya malah akan membuat sakit yang lebih mendalam.
-
-
-