PERAN POLA ASUH DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL ANAK
PENDAHULUAN
Anak-anak adalah makhluk kecil yang memiliki potensi luar biasa. Mereka memiliki energi, dinamisme, antusiasme, dan rasa ingin tahu yang membedakan mereka dari orang dewasa. Anak-anak selalu ingin mengeksplorasi dan belajar dari apa yang mereka lihat, dengar, dan rasakan (Sujiono, 2013, hlm.6).
Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar serta proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk aktif mengembangkan potensi mereka. Hal ini meliputi kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, moral yang baik, serta keterampilan yang dibutuhkan oleh individu, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan anak usia dini mencakup semua upaya dan aktivitas yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam mengasuh anak, yang dikenal sebagai pendidikan anak usia dini (Sujiono, 2013, hlm. 7). Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire adalah psikolog pertama yang mengemukakan konsep kecerdasan emosional.Â
Mereka menyatakan bahwa sifat-sifat emosional sangat penting untuk meraih kesuksesan dalam hidup. Beberapa sifat penting yang harus dimiliki anak meliputi empati, kemampuan mengekspresikan dan memahami perasaan, manajemen kemarahan, kemandirian, fleksibilitas, pemecahan masalah, ketekunan, solidaritas, keramahan, dan rasa hormat (Ekawati, 2016). Mengajari anak mengatur emosi sejak dini membantu mereka menenangkan diri, sebuah keterampilan yang bermanfaat sepanjang hidup.
Proses belajar juga bisa terjadi dalam konteks keluarga, dengan orang tua sebagai pendidik utama dalam pendidikan anak. Peran orang tua sangat penting dalam setiap aspek perkembangan anak, karena mereka bertanggung jawab untuk mengajar, merawat, dan mengarahkan anak hingga siap secara sosial.
Baumrind (dalam Santrock, 2010) mengidentifikasi empat jenis pola asuh: otoriter, otoritatif, lalai, dan permisif. Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanto (2020) dalam karya berjudul "Peran Pola Asuh Orang Tua dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak Usia Dini" menekankan pentingnya peran orang tua dalam pengembangan kecerdasan emosional anak. Namun, banyak orang tua belum menyadari bahwa peran mereka sangat vital dalam pengembangan kecerdasan emosional anak melalui pola asuh sehari-hari. Berdasarkan penjelasan di atas, kecerdasan emosional anak usia dini sangat dipengaruhi oleh pola asuh. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian studi literatur mengenai peran pola asuh orang tua dalam perkembangan kecerdasan emosional anak usia dini.
PEMBAHASAN
Pengertian Pola Asuh
Pola asuh merujuk pada cara orang tua memperlakukan anak mereka dalam hal interaksi dan komunikasi, yang mendukung perkembangan dan pertumbuhan anak. Hubungan positif antara orang tua dan anak memungkinkan orang tua untuk mengatur perilaku anak serta mengoptimalkan bakat dan keterampilan mereka dengan menetapkan batasan secara konsisten.Â
Keterlibatan emosional orang tua dengan anak-anak selama masa perkembangan mereka membantu anak belajar menghadapi situasi yang melibatkan emosi. Lingkungan emosional yang dibentuk oleh orang tua sangat berpengaruh pada perkembangan emosional anak, karena dapat mendukung pertumbuhan otak dan meningkatkan kapasitas mental mereka.
 Macam-macam Pola Asuh Orang Tua
Setiap orang tua menerapkan pola asuh yang berbeda dalam keluarganya. Menurut Hurlock (1999), terdapat tiga jenis pola asuh, yaitu:
1) Otoriter
Pola asuh ini ditandai dengan kontrol penuh orang tua atas kehidupan anak-anaknya. Orang tua memberikan pengawasan ketat dan menjatuhkan hukuman jika anak tidak mengikuti perintah mereka.
2) Demokratis
Dalam pola asuh demokratis, orang tua memberikan arahan dan pengawasan kepada anak-anak mereka, tetapi tetap memberi kebebasan bagi anak untuk berkembang sesuai dengan kemampuannya sendiri. Hubungan antara orang tua dan anak bersifat terbuka, memungkinkan anak untuk mengungkapkan ide-ide mereka. Orang tua bersikap realistis dan tidak terlalu banyak menuntut.
3) Permisif
Pola asuh ini memungkinkan anak untuk berperilaku sesuai keinginan mereka tanpa banyak batasan atau pengawasan dari orang tua
Pengertian Kecerdasan Emosional
Emosi adalah perasaan yang dialami oleh anak-anak dan merupakan cara penting bagi mereka untuk menyampaikan keinginan dan perasaan kepada orang lain. Emosi juga berperan penting dalam perkembangan kepribadian dan kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya.Â
Menurut Daniel Goleman (1998, hlm. 411), emosi terdiri dari kumpulan perasaan, gagasan, kondisi biologis dan psikologis, serta kecenderungan perilaku. Emosi adalah sensasi mental, seperti pikiran, keinginan, atau kondisi tubuh, yang bisa muncul dalam bentuk emosi negatif seperti ketakutan, kecemasan, kemarahan, kesedihan, jengkel, dan cemburu, atau emosi positif seperti kebahagiaan, cinta, kasih sayang, dan rasa ingin tahu. Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock (dalam Widiastuti, 2015) yang menyatakan bahwa masa bayi ditandai dengan emosi seperti takut (malu, canggung, khawatir, cemas), dan marah (tantrum, neophobia).Â
Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional anak usia dini, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi kondisi fisik dan psikis anak, sedangkan faktor eksternal mencakup stimulasi yang diberikan dan lingkungan, termasuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua.
Kecerdasan Emosional Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam fase pertumbuhan dan perkembangan yang khas. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 137 tahun 2014 tentang standar nasional pendidikan anak usia dini, anak usia dini adalah anak yang berusia 0-6 tahun. Masa bayi awal adalah masa yang sangat penting dalam perkembangan anak, terutama terkait kecerdasan dan kepribadian. Tahap awal masa kanak-kanak merupakan periode yang paling penting dalam rentang perkembangan manusia.
Perkembangan emosi memerlukan perhatian khusus dari orang tua dan ahli psikologi anak. Cara anak mengekspresikan perasaannya saat berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya disebut perkembangan emosional anak.
Banyak penelitian dalam psikologi menunjukkan bahwa anak dengan kecerdasan emosional tinggi cenderung lebih bahagia, percaya diri, lebih baik dalam bersosialisasi, dan lebih sukses di sekolah. Anak-anak ini dapat mengendalikan emosi mereka, menjalin hubungan positif dengan orang lain, mengelola stres, dan menjaga kesehatan mental yang baik (Mahsar, 2011:60). Goleman (2001 dalam Mahsar, 2011) mengidentifikasi beberapa ciri anak dengan kecerdasan emosional tinggi, yaitu:
1) Mampu memotivasi diri sendiri.
2) Mampu bertahan dalam situasi sulit.
3) Mampu berkomunikasi dengan baik.
4) Mampu mengendalikan dorongan diri.
5) Mampu menemukan solusi alternatif untuk masalah.
6) Memiliki rasa percaya diri yang tinggi.
7) Memiliki empati yang tinggi.
8) Mampu menyelesaikan tugas baik besar maupun kecil.
9) Memiliki banyak ide untuk mencapai tujuan.
Menurut Hurlock, ada beberapa faktor yang mempengaruhi emosi seseorang, yaitu:
1) Kesehatan
Kesehatan seseorang dapat mempengaruhi emosinya. Mereka yang sehat cenderung mengalami perasaan positif, sementara emosi negatif lebih umum saat seseorang sakit.
2) Suasana rumah
Suasana rumah dapat mempengaruhi emosi semua penghuninya. Semakin banyak anggota keluarga, semakin bervariasi pula emosi yang muncul, seperti sedih, marah, bahagia, dan cemburu.
3) Metode mendidik anak
Orang tua mendidik anak dengan cara yang berbeda-beda. Setiap metode pendidikan akan memberikan pengaruh yang berbeda pula. Misalnya, orang tua yang mendidik anak dengan cara otoriter cenderung menggunakan hukuman untuk kepatuhan, sedangkan orang tua yang mendidik secara demokratis akan lebih membuka komunikasi dengan anak.
4) Ikatan antar anggota keluarga
Ikatan yang kuat antar anggota keluarga penting untuk menciptakan komunikasi yang baik. Hubungan yang tidak harmonis akan menimbulkan emosi negatif dan membuat rumah tidak nyaman.
5) Hubungan dengan teman sebaya
Hubungan dengan teman sebaya dipengaruhi oleh bagaimana mereka diterima pada awal pertemuan. Penerimaan yang baik akan menghasilkan hubungan positif dan emosi yang baik, sementara penerimaan yang buruk akan menimbulkan emosi negatif.
6) Perlindungan berlebihan
Orang tua yang memberikan perlindungan berlebihan akan membuat anak merasa tidak nyaman dan kurang mampu mengendalikan diri.
7) Harapan orang tua
Orang tua seringkali memiliki harapan yang tinggi terhadap anak, tetapi mereka juga perlu mengenali kemampuan anak agar tidak memaksakan sesuatu yang bisa menimbulkan emosi negatif.
8) Bimbingan
Orang tua perlu memberikan bimbingan yang tepat tanpa melukai perasaan anak.
SIMPULAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh dan pemahaman kecerdasan emosional anak usia dini terutama diperoleh melalui metode penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data melibatkan observasi dan wawancara. Proses analisis data mencakup reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data.Â
Pola asuh demokratis saat ini menjadi yang paling umum di kalangan orang tua. Pola asuh ini memberikan dampak positif pada kecerdasan emosional anak usia dini. Hubungan antara orang tua dan anak menjadi lebih terbuka, dan anak-anak diberikan kebebasan yang lebih besar untuk mengekspresikan perasaan mereka. Orang tua berperan penting sebagai pendidik, motivator, dan panutan bagi anak-anak mereka. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi.