Sore tadi, Senin 16 Februari 2015, kulakukan lagi aktivitas yang sudah saya tinggalkan pada tahun 2009 yang lalu. Keliling sambil membawa kamera bergantung di leher sudah tidak saya lakukan lagi sejak tahun itu, tapi sore ini kulakukan lagi, walau hanya bermodal kamera handphone yang saya miliki. Aksi ini didorong oleh rasa penasaran atas cerita tetangga tentang banjir yang melanda perkampungan Mendawai, Pasar Kahayan dan sekitarnya (Palangka Raya). Katanya, ini adalah banjir terbesar dalam sejarah di mana luapan air sungai Kahayan semakin naik dari sebelumnya.
Berikut, saya menunjukkan sedikit rekam foto hasil jepretan sederhana:
[caption id="attachment_351432" align="aligncenter" width="565" caption="Dokpri: Di pertigaan Jl. Tjilik Riwut dan Jl. Garuda, tempat yang sebelumnya tidak pernah tergenang air, kini mendapat luapan air kiriman dari sungai Kahayan. Diperkirakan, kira-kira 2-3 m lagi, akan sama dengan tingginya Jalan Tjilik Riwut."][/caption]
[caption id="attachment_351433" align="aligncenter" width="567" caption="Dokpri: Pasar Kahayan, yang dikenal sebagai Pasar Tradisional Modern itu pun tergenang air."]
[caption id="attachment_351435" align="aligncenter" width="567" caption="Dokpri: Perkampungan Mendawai sudah tergenang mencapai 0,5 - 1 m. Warga sebagian sudah mengungsi ke tempat lain. Kendaraan tidak bisa masuk lagi ke perkampungan ini karena batas pinggir jalan tidak kelihatan dengan jelas."]
Di tempat lain, Jalan Utama yang menghubungkan Kota Palangka Raya dengan Desa Bukit Rawi (Jalan menuju ke Kabupaten Murung Raya dan Gunung Mas), juga tergenang air mencapai kurang lebih 1m. Kendaraan-kendaraan mengalami kesulitan untuk melewati jalan ini, selain disebabkan oleh tingginya air, juga oleh arus air yang kuat. Tempat tersebut tepatnya di sekitar Danau Lais, sekitar 14 km dari Kota Palangka Raya.
[caption id="attachment_351439" align="aligncenter" width="536" caption="(Foto: Remula Ratnati): Foto sekitar Danau Lais, dipotret dari dalam mobil."]
[caption id="attachment_351440" align="aligncenter" width="567" caption="(Foto: Rm. Laurensius Ketut Supriyanto): Foto sekitar Danau Lais. Biasanya jalur ini aman. Tahun ini agak lain. Dan sampai saat ini, air semakin naik."]
Selain tempat-tempat di atas, tempat Pemukiman penduduk di Daerah Flamboyan Bawah, pinggir sungai Kahayan, sepanjang jalan bawah menuju pasar besar (Jl. A. Yani - Palangka Raya), yang dulu tidak pernah digenangi air, kini tergenang juga. Dari jembatan kahayan, saya mengambil satu gambar Daerah Flamboyan Bawah sebagai berikut:
[caption id="attachment_351441" align="aligncenter" width="567" caption="Dokpri: terlihat dari jembatan Kahayan pemukiman penduduk di Flamboyan Bawah tergenang air."]
Bila dilihat dari peta Google, daerah-daerah yang dilanda banjir ini adalah sebagai berikut:
[caption id="attachment_351442" align="aligncenter" width="567" caption="Dokpri: Secreenshoot Google Map"]
Banjir Datang dari Mana?
Bahaya banjir yang mungkin luput dari kewaspadaan masyarakat Kalteng disebabkan oleh beberapa hal yang bila tidak dihentikan, akan mendatangkan bencana besar. Salah satunya adalah penebangan kayu hutan secara terus-menerus tanpa melakukan penanaman kembali. Pulau Kalimantan yang dulunya dikenal sebagai daerah hutan tropis yang luas dan disebut sebagai paru-paru dunia, kini dipertanyakan keberadaanya akibat hutan semakin rusak. Perkebunan Kelapa Sawit pun telah menjadi sebab musnahnya hutan, selain disebabkan juga oleh kebakaran lahan yang terus-menerus terjadi setiap tahun.
[caption id="attachment_351443" align="aligncenter" width="567" caption="(Foto: Rm. Laurensius Ketut Supriyanto): Kayu-kayu ini siap dijual. Tidak jelas siapa yang bertanggung jawab atas hal ini."]
Selain itu, terjadinya pendangkalan sungai menimbulkan daya tampung sungai terhadap air sangat berkurang. Pendangkalan ini disebabkan oleh maraknya usaha "Lanting Sedot" oleh para pemburu emas.
[caption id="attachment_351445" align="aligncenter" width="576" caption="Sumber foto dari www.kapuas.info"]
Dari peristiwa banjir kali ini, kita sudah bisa memprediksi keadaan di Kalteng, khususnya pinggiran Kota Palangka Raya 5-10 tahun ke depan bila tidak ada upaya untuk menghentikan segala kegiatan perusakan lingkungan hidup. Luapan air yang menggenangi pinggir Kota Palangka Raya merupakan air kiriman dari hulu sungai Kahayan. Di sanalah terjadi penebangan hutan dan juga usaha-usaha "lanting sedot" seperti saya sebutkan tadi.
"Selamatkan hutan kita, selamatkan jiwa kita, selamatkan anak cucu kita".
Palangka Raya, 16 Februari 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H