Sedang wewenang penghakiman terkait dengan pendapat Pemerintah tentang kegiatan sekelompok masyarakat yang dianggap dan diduga keras bertentangan dengan Pancasila maupun dengan UUD 1945, semua itu serahkan kepada Mahkamah Konstitusi sebagai pihak ketiga yang netral untuk memeriksa dan mengadilinya. Dengan demikian lebih objektif dan berkeadilan.
Bila ditelaah berdasarkan aspek demokrasi dengan menghubungkan pemberian wewenang penafsiran terhadap ideologi negara kepada MPR, dimana Negara ini menganut paham demokrasi, titik berat kekuasaan terletak pada rakyat. Kekuasaan pada Pemerintah berasal dari rakyat. Bagaimana bisa sebuah partai berlabel 'demokrasi' tapi tidak menjalankan hakikat demokrasi itu sendiri?
Kegaduhan terbaru adalah rencana pengangkatan perwira tinggi Polri sebagai penjabat gubernur. Meski Sekjen PDIP Hasto Kristianto tidak terima jika partainya dituding menggunakan alat kekuasaan demi memenangkan Pilkada 2018, rencana itu diusulkan sendiri oleh rekan satu tim "merah"nya, yakni Tjahjo Kumolo.
Lagi-lagi PDIP menyandera nama Presiden untuk memuluskan jalannya menuju kekuasaan. Tjahjo mengatakan, penunjukan pejabat Polri itu kunci terakhirnya berada pada pejabat di Istana, yaitu Presiden Joko Widodo. Sudah jelas terlihat apa tujuan semua ini. Dua daerah yang menjadi target adalah Jawa barat dan Sumatera Utara. Dua daerah itu potensial untuk meraup suara pada pilpres 2019, jika menang di Pilkada tahun ini.
Sebegitu takutnya kah PDIP menghadapi Pilkada sehingga harus melakukan cara tersebut? Kita sama-sama tahu ada satu yang mantan Kapolda yang diusung oleh PDIP dan juga satu partai dengan Mendagri.
Sedangkan untuk Sumut, PDIP juga memiliki pasangan calon kepala daerah yang diusung, yaitu Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus. Jenderal Polri yang diplot di sana, Sormin kelahiran Tapanuli Utara, Sumut. keputusan Tjahjo mengusulkan dua jenderal Polri sebagai Plt Gubernur tak terelakan lagi untuk 'mengamankan' pemenangan di Pilkada Jabar dan Sumut.
Alasan menjaga netralitas dan kerawanan wilayah tersebut terbantahkan. Jika alasannya adalah untuk mengamankan dan menjaga netralitas, penunjukkan jenderal Polri sendiri sudah tidak netral. Â Masyarakat sudah cerdas dan bisa menilai calon pasangan kepala daerah yang bertarung di Pilkada Jabar dan Sumut.
Beginilah kalau partai yang belum terbiasa berkuasa memegang kendali. Sejak menjadi the rulling party, tak henti-hentinya kegaduhan melanda negeri ini. Cara apapun diperbolehkan untuk menjatuhkan lawan-lawan politiknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H