Sejak disahkannya UU Perlindungan Konsumen (UUPK) Tahun 1999 sampai saat ini, telah berlangsung selama 19 tahun tahun konsumen di Indonesia tidak terjamin dari adanya keadilan dan kepastian hukum terhadap perilaku pelaku usaha. Lalu apa upaya yang dilakukan pemerintah terhadap persoalan konsumen! Konsumen berperang sendiri menghadapi rakusnya pelaku usaha dalam meraup untung sehingga peperangan yang sifatnya horizontal tak terbendung lagi,
Apa yang dilakukan Negara ini untuk melindungi hak konsumen?
Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen merupakan amanah dari Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 1, kepedulian pemerintah terhadap masyarakat Indonesia dalam hal ini adalah konsumen yang dengan jumlah kurang lebih 250 juta jiwa, dirasa seakan tidak pernah hadir.
Dilansir dari Tempo.co, "Setiap bulan transaksi di satu e-commerce mencapai lebih dari 1 triliun dan 30 juta barang siap beli". Dan berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2015, 1.3 juta orang Jabodetabek menggunakan kereta commuter line, 116 juta orang menggunakan Transjakarta, barang yang diangkut kapal laut melalui pelabuhan Tanjung priuk Tahun 2014 mencapai 51.226 ton, 56 % berasal dari pelayaran antar pulau dan 44 % berasal dari pelayaran antar negara, dan jumlah penerbangan domestik di Bandara Soekarno Hatta mencapai 306.228 penerbangan dan sekitar 54 juta orang dalam penerbangan dalam negeri dan luar negeri. sekian banyak transaksi konsumen perharinya, sedangkan perlindungan konsumen yang didapat tidak pernah sepadan. Belum lagi permasalahan Umrah  dan rumah susun tempo hari serta banyak lagi permasalahan konsumen di negara ini yang belum terselesaikan.
Ya, melakukan perubahan terhadap UUPK namun tahun 2017-2018 ini, belum juga masuk prolegnas, membuat Juklak dan Juknis yang tidak terarah, dan akhirnya telah dikeluarkan Peraturan Presiden No. 50 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen (Stranas PK) pedoman bagi Kementerian/Lembaga, mengenai sektor prioritas Perlindungan Konsumen (PK) ada 9 sektor prioritas itu adalah obat, makanan, dan minuman; jasa keuangan; jasa pelayanan publik; perumahan/properti; jasa transportasi; jasa layanan kesehatan; jasa telekomunikasi; barang konsumsi tahan lama; dan e-commerce.
Apa yang dirasakan konsumen atas perubahan kebijakan tersebut? Apa yang diharapkan dari kebijakan negara ini untuk melindungi konsumen? Sebagian besar hanya ingin mendapatkan haknya sesuai yang dijanjikan. Akan tetapi kesempatan dan peluang meraup keuntungan menjadi daya tarik pelaku usaha untuk menjalankan usahanya dengan melakukan segala cara melalui bibir manisnya.
Apa yang dilakukan negara ini selama 19 terakhir?
Perekonomian di Indonesia saat ini memang sedang membaik namun mempunyai resiko yang sangat besar, resiko yang tidak diperhitungkan dalam mengambil kebijakan yaitu salah satunya membiarkan pelaku usaha yang tidak menjalankan kewajibannya, membiarkan pelaku usaha mengalihkan wewenang kepada konsumen, membiarkan pelaku usaha menggunakan klausula baku yang memberatkan posisi konsumen dalam bidang jasa keuangan.
Tidak dipergitungkan bukan berarti pemerintah tidak melakukan sesuatu, berbagai upaya yang telah diimplementasi telah dilakukan namun hanya sebatas rutinitas. Melakukan hal yang sama dengan mengharapkan hasil yang berbeda adalah kebodohan sistematik. Â Lantas siapa yang bertanggung jawab atas pembiaran tersebut!
Berdasarkan gambar di atas, dalam berbagai aspek perlindungan konsumen, seolah dikesampingkan oleh pemerintah sebagai pemangku kebijakan terlihat dari Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) terbagi ke dalam rentang 0-20 (sadar); 20-40 (paham); 40-60 (mampu); 60-80 (kritis); dan 80-100 (berdaya). Sedangkan IKK Indonesia berada di angka 30,86, angka tersebut menunjukan bahwa konsumen Indonesia masih berada pada level paham, artinya baru mengetahui hak dan kewajiban sebagai konsumen, sehingga belum berdaya terhadap persoalan konsumen dan hal tersebut menunjukan posisi konsumen Indonesia untuk mencapai pemberdayaan konsumen masih sangat jauh.
Sebuah ironi dalam perlindungan konsumen di negara ini, penyelesaian konsumen tak kunjung sua, uang pun hilang entah kemana, negara hanya perlu memberikan akses penyelesaian konsumen dalam aspek peradilan, agar dapat memberikan solusi yang dihadapi. Pemerintah Pusat maupun Daerah bertanggung jawab atas pembinaan Penyeleggaraan Perlindungan Konsumen termasuk pengawasan - Pasal 29, UUPK.