Pola pemikiran si manusia harus dikonstruksikan ulang. Bisa jadi manusia apatis memimpin negara yang kaya raya ini. Bertambah pula darah yang ditukarkan untuk seorang pemimpin. Terlebih penegak hukum terbutakan dengan kemapanan dan kerakusan. Keadilan yang seperti apa yang dibutuhkan garuda, adil untuk dirinya atau mereka. Di media massa memberitakan, ada manusia mencari keadilan dengan berjalan kaki hampir sepulau jawa. Mendengarnya pun sangat takjub di era serba canggih. Motivasinya sungguh besar untuk mendapatkan keadilan, tapi keadilan untuk siapa?
Pemenuhan untuk kesejahteraan dan penegakan hukum menjadi kedua kutub yang bertolak belakang seperti selembar mata uang. Lekat namun bermuka dua. Sementara hak asasi manusia diciptakan agar si manusia berjalan beriringan dengan yang lainnya. Akan tetapi realita berkata lain. Si manusia seakan dianggap rendah oleh penguasa, seolah-olah penguasa bisa melakukan apa yang mereka mau.
Penganiayaan terhadap si manusia terjadi dimana-mana tanpa ada proses hukum yang menyentuhnya. Seperti sulap, bisa menimbulkan lalu menghilangkannya lagi. Sungguh menakutkan sekali negara ini. Masih berkutat dengan kesejahteraan, kesenjangan sosial akan terjadi ketika kesejahteraan hilang. Kebusukan sistem hukum tak lagi dewasa karena penerapan tak efektif. Demokrasi yang berjalan lancar membikin ragu pemimpin untuk membuat keputusan, lalu dimana peran ideologi bangsa ini.
Peradaban yang tergusur oleh zaman, karena lebih menyukai budaya pop ketimbang budaya yang dibawa nenek moyang si manusia. Kekayaan alam yang malah dinikmati oleh orang asing, bukan bumi putra, dikarnakan aturan yang dibuat penguasa memberi peluang besar bagi orang asing untuk mengeruk untung di tanah air nenek moyang. Lemahnya para penegak hukum untuk menegakkan tiang keadilan setinggi-tingginya.
Serta tak sedikit para pemimpin yang tak tahu malu sudah membohongi rakyatnya, mungkin beribu kata maaf pun tak akan cukup bila diucapkannya. Apakah kata maaf bisa membalikan keadaantanpa menyelesaikan masalah.
Maka untuk menciptakan kesejahteraan si manusia, butuh pemimpin yang cinta pada manusianya. Karena dengan cinta pada manusianya, pemimpin akan mengerti apa yang dibutuhkan si manusia. Pemimpin yang cerdas bukan hanya memeentingkan negara untuk rakyatnya, tapi bagaimana melawan dan mempertahankan tanah air dari segala sesuatu yang mengancam. Itu pun tak akan merubah keadaan bila tak dibarengi dengan kesadaran si manusia untuk menciptakan kesejahteraan seutuhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H