Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sertifikasi Perkawinan Akan Membuat Perkawinan Langgeng?

20 November 2019   09:09 Diperbarui: 20 November 2019   09:08 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkawinan adalah salah satu wilayah privat yang diatur oleh begitu banyak aturan. Agama, Pemerintah, hingga adat ikut terlibat dalam urusan asmara yang dilegalisasi ini.

Kenapa demikian? saya sih berpendapat karena ikatan perkawinan akan berimplikasi panjang dalam kehidupan seseorang, mulai dari pelaku perkawinannya, kedua keluarga besar mereka, dan kelak anak-anak yang dilahirkan dari perkawinannya tersebut.

Semua agama yang ada, memilki aturan dan Konsep perkawinan masing-masing. Dalam pelaksanaannya kemudian adat istiadat dan budaya suatu wilayah pun ikut meramaikan perkawinan ini.

Jadi pada dasarnya perkawinan itu sudah memiliki aturan yang luar biasa banyak mulai dari tertulis yang dituangkan oleh pemerintah dalam bentuk Undang-Undang., dalam Kitab Suci setiap agama yang ada, hingga aturan tak tertulis adat dan budaya.

Terus kenapa pula pemerintah dalam hal ini Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) terus memproduksi aturan baru terkait perkawinan ini, seperti sertifikasi perkawinan yang dibuat menjadi wajib sebagai syarat terlaksananya perkawinan dan tentu saja hal itu kemudian menjadi bahan perdebatan.

Alasan Menteri PMK Muhadjir Effendi mewajibkan sertifikasi pernikahan ini adalah agar siapapun yang nikah harus paham dan memiliki pengetahuan bagaimana membangun sebuah keluarga.

"Jadi sebetulnya setiap siapapun yang memasuki perkawinan mestinya mendapatkan semacam upgrading tentang bagaimana menjadi pasangan berkeluarga," kata Menko PMK Muhadjir Rabu (13/11/19) pekan lalu. Seperti yang saya kutip dari Kompas.com.

Untuk mendapatkan  sertifikat tersebut pasangan yang akan menikah nantinya akan diwajibkan untuk mengikuti bimbingan pra nikah. Lah bukan kah memang selama ini bimbingan pra nikah itu sudah ada?

Ya memang sudah ada namun aturannya akan disempurnakan dan statusnya akan dinaikan dari dianjurkan menjadi salah satu syarat pelaksanaan perkawinan. Begitu ujar Sang Menko.

Beberapa Kementerian akan dilibatkan dalam intensifikasi sertifikasi perkawinan ini, diantaranya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Kementerian Kesehatan.

Sebetulnya aturan yang jelas terkait hal ini memang belum keluar karena masih dalam pembahasan. Namun tujuannya sudah jelas katanya untuk menjadikan sumber daya manusia Indonesia menjadi  manusia unggul.

Oke lah, tujuan yang sangat mulia tentunya, meskipun terkesan normatif, jargon yang hanya laku dalam penyusunan proposal serta visi dan misi saja.

Pertanyaannya sekarang seberapa efektifkah program itu dalam pelaksanaannya? Apakah dengan keberadaan sertifikasi perkawinan ini mampu mencegah stunting?

Apakah pasangan yang mengikuti bimbingan pra nikah yang konon katanya dilakukan selama 3 bulan ini akan berkorelasi dengan tingkat perceraian?

Tingkat perceraian di Indonesia terus menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang saya dapat dari situs Mahkamah Agung. Sepanjang tahun 2018 lalu sebanyak 419.268 pasangan bercerai itu belum termasuk data di pengadilan umum yang mencatatkan perceraian non muslim.

Jangan pula menyebutkan program sertifikasi perkawinan itu, sebagai upaya pemerintah tanpa target dan efektifitas yang jelas. Karena jika program ini dilaksanakan berarti sudah berdasarkan riset dan penelitian yang terukur dengan hasil yang valid serta dapat dipertanggungjawabkan.

Perkawinan itu tentang Cinta, komitmen, kesabaran, rasa syukur dan tanggung jawab. Berdasarkan pengalaman saya dan pengetahuan umum tentang perkawinan, jika salah 2 saja dimiliki dalam kelima hal itu maka perkawinan akan cenderung bisa dipertahankan.

Bukan masalah sertifikasi, kalau pun memang mau dipaksakan program itu jalan. Jangan dijadikan sebagai syarat sebuah perkawinan. 

Tak usah dipaksa, pasangan yang mau menikah biasanya sudah menyerap begitu banyak pengetahuan tentang perkawinan. Bisa dari internet, baca buku, nasihat orang tua hingga cerita peer grup nya.

Jadi menurut saya tak perlu lah pemerintah mewajibkan sertifikasi perkawinan ini, bikin program yang lain saja yamg lebih bermanfaat.

Toh nantinya kalau ini jadi dilaksanakan sertifikat itu hanya akan berupa kertas saja dengan manfaat yang sangat minimal

Sumber

[1]

[2]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun