Fenomena ini menyebabkan kerugian negara dalam hal pelanggaran aturan dan kehilangan potensi pajak. Terkait ponsel BM misalnya pemerintah kehilangan potensi penerimaan pajak impor dan lebih jauh akan merusak industri di dalam negeri.
Perekonomian Indonesia saat ini memang terlihat terbebani  dengan shadow economy ini, besaran aktivitas shadow economy yang tak tercatat selama ini berada dikisaran 8,3 persen sampai dengan 10 persen  dari PDB. Jika  memakai data tahun 2018 sebagai acuan, besaran PDB Indonesia tercatat sebesar Rp. 14.837 trliyun,  maka Shadow economy Indonesia mencapai Rp.1.400 trilyun. sangat fantastik.
Besarnya nilai shadow economy ini membuat perekonomian Indonesia menjadi terdistorsi dan tumbuh dibawah potensi riil. Padahal jika aktivitas ekonomi itu terdata dengan baik, bukan tidak mungkin pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapat 6 persen. Aktivitas shadow economy ini dinilai rawan menimbulkan gejolak bagi stabilitas sistem keuangan.
Keberadaan shadow economy ini di mention langsung oleh Presiden Jokowi dalam pidatonya tentang nota keuangan negara tanggal 16 Agustus 2019 lalu di Gedung DPR. Ia mengatakan bahwa shadow economy merupakan salah satu sektor yang sulit ditarik pajaknya. Harus ada effort lebih untuk membuat bayangan ini menjadi nyata.Â
"Untuk itu diperlukan penggalian potensi pajak untuk mendapatkan penambahan WP dari aktivitas shadow economy," kata Jokowi seperti dilansir CNNIndonesia.com
itu artinya Pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi bahwa salah satu sebab tak terpenuhinya target pajak pada tahun 2018 yang lalu, karena keberadaan kegiatan ekonomi bayangan yang legal namun sulit dipungut pajaknya.
Sementara untuk aktivitas ilegal shadow economy, dapat dilihat dari maraknya masalah pencurian ikan di wilayah laut Indonesia (ilegal fishing). Menteri Kelautan dan Perikanan pada Pemerintahan Jokowi Jilid I, Susi Pudjiastuti pernah menyatakan bahwa saat itu unreported fishing masih cukup besar, mencapai 60 persen dari nilai total produk perikanan Indonesia.Â
Data itu diketahui dari adanya selisih  data neraca perdagangan (ekspor-impor)  antara Indonesia dengan negara-negara mitra dagang. Misalnya, nilai perikanan dari Indonesia yang tercatat di otoritas Hongkong mencapai US$ 1 milyar dolar, tapi yang tercatat di pihak Indonesia hanya US$ 250 juta dolar.
itulah salah satu bentuk kehilangan akibat shadow economy ilegal yang terjadi saat ini. Sementara itu, pada aktivitas yang legal, potensi hilangnya pendapatan negara dari shadow economy juga terjadi di sektor informal. Struktur perekonomian Indonesia yang didominasi sektor informal sehingga membuat proses penarikan pajak juga tidak optimal. Apalagi, penghasilan dari sektor ini sebagian masih di bawah baseline penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
Selain itu, munculnya shadow economy juga disebut akibat akibat tingkat inklusi keuangan di Indonesia yang masih rendah. Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tingkat inklusi keuangan masyarakat Indonesia pada tahun 2018 lalu masih berada di angka 63 persen artinya ada sekitar 37 persen masyarakat yang tak tersentuh oleh perbankan.