Hari ini Jumat (1/11/19) rencananya Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR) Kemenkeu akan menerbitkan Obligasi Syariah Ritel atau biasa disebut Sukuk Ritel.
Mungkin masih banyak yang memiliki persepsi bahwa Sukuk, meskipun menyandang kata "Syariah". Â Namun pada prakteknya dianggap tak jauh berbeda dengan obligasi konvensional.
Memang ada beberapa fitur yang sama antara keduanya. Akan tetapi secara prinsip, sebenarnya antara Sukuk dan Obligasi Konvensional tegas sekali perbedaannya.
Nah berikut ini 7 perbedaan antara Sukuk dan Obligasi Konvensional.
Pertama, Obligasi Konvensional merupakan surat pernyataan hutang dari penerbit kepada para investor. Sedangkan Sukuk adalah surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah dan mereprentasikan kepemilikan investor atas aset yang menjadi dasar penerbitan Sukuk atau istilahnya underlying asset.
Kedua, penerbitan Obligasi Konvensional sudah dapat dipastikan tak memerlukan underlying asset. Sedangkan Sukuk mewajibkan keberadaan underlying asset sebagai dasar penerbitan dan sumber pembayaran imbal hasilnya. Struktur yang dipergunakan dalam skema transaksinya menggunakan akad syariah.
Ketiga, penerbitan Obligasi Konvensional tak memerlukan landasan dalam setiap penerbitannya. Sedangkan Sukuk memerlukan landasan syariah baik berupa fatwa dari pihak berwenang dalam hal Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) dan atau pernyataan kesesuaian Sukuk terhadap prinsip-prinsip syariah yang digariskan oleh lembaga yang sama.
Keempat, terkait penggunaan dana hasil pernerbitan obligasi, Obligasi Konvensional tak mengenal pembatasan. Sedangkan Sukuk penggunaan dana hasil penerbitannya harus digunakan untuk hal-hal yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Kelima, imbal hasil bagi pemegang Obligasi Konvensional berupa bunga atau Interest yang tidak terkait langsung dengan tujuan pendanaannya. Sedangkan dalam Sukuk, imbal hasil yang diberikan terkait dengan aset, akad, dan tujuan pendanaannya.
Imbal hasil yang diberikan dapat berupa hasil uang sewa atau ujrah, fee, margin, bagi hasil, atau sumber lainnya sesuai akad  yang digunakan dalam transaksi underlying.
Keenam, perdagangan  Obligasi Konvensional di pasar sekunder mencerminkan penjualan atas surat utang. Sedangkan penjualan Sukuk di pasar sekunder mencerminkan penjualan atas kepemilikan aset yang menjadi dasar penerbitan.
Ketujuh, sebagai instrumen keuangan berbasis syariah, Sukuk memiliki basis investor lebih luas. Mencakup imvestor Konvensional dan investor syariah. Sedangkan Obligasi Konvensional  hanya dipilih oleh investor konvensional tidak investor syariah.
Kembali ke masalah rencana penerbitan Sukuk Ritel. Instrumen keuangan syariah ritel ini diperuntukan bagi perorangan atau eceran0 khusus bagi pemegang paspor Indonesia. Atau khusus bagi warga negara Indonesia.
Jika sempat dibeli oleh pihak asing, kemudian diketahui oleh pihak berwenang dalam hal ini pihak penerbit. Mereka akan dipaksa untuk dijual kembali.
Tema Penerbitan Sukuk Ritel seri 006 atau ST-006 kali ini ialah Sukuk Ritel Hijau. Dan ini merupakan yang pertama di dunia Sukuk Ritel berwawasan hijau.Â
Kenapa disebut "berwawasan hijau", karena dana yang dihasilkan dari penjualan Sukuk Ritel ini akan dipergunakan seluruhnya bagi 2 proyek yamg memiliki wawasan hijau dan ramah lingkungan.
Proyek berwawasan hijau (green Project) ini akan menghabiskan dana sebesar Rp. 4, 35 Triliyun. Proyek tersebut berasal dari Kementerian Perhubungan senilai Rp 2,12 triliun dan proyek serupa di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Rp 2,23 triliun.
Nah mengenai imbal hasil yang ditawarkan pemerintah untuk Sukuk Ritel seri ST-006 nanti di tulisan saya berikutnya akan diberitahukan berikut detailnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H