Pertemuan ke dua antara Prabowo dan Jokowi beberapa waktu lalu di Istana Negara, Jakarta diyakini untuk membicarakan arah dukungan Gerindra terhadap pemerintahan Jokowi jilid 2.
Seperti diketahui bersama, Gerindra terlihat membuka opsi untuk bergabung dengan pemerintah Jokowi. Namun tentu saja ada syarat tertentu yang harus disepakati.
Prabowo bersama Gerindra, menyorongkan sebuah konsep yang mereka sebut sebagai "strategi dorongan besar" atau Big Push Strategy.
Konsep di sektor ekonomi ini diharapkan akan mampu membawa Indonesia menjadi negara mandiri di bidang pangan, energi, dan sumber daya air.
"Seandainya Gerindra diminta untuk bergabung, syaratnya adalah program dan konsep tersebut yang harus dijalankan," ucap Sugiono Wakil Ketua Umum Gerindra, seperti yang dilansir CNNIndonesia.com.
Artinya Gerindra harus diberikan porsi yang cukup untuk bergerak disektor pertanian untuk kebutuhan swasembada pangan, dan bidang ESDM untuk swasembada energi dan air.
Paling tidak di dua sektor tersebut jabatan menteri harus ada ditangan mereka. Strategi ini ditambah beberapa hal di bidang Industri diharapkan Prabowo akan mampu membawa perekonomian Indonesia tumbuh 2 digit.
"Kami siap kalau diperlukan dan siap memberikan gagasan dan mendorong ekonomi tumbuh double digit (10% atau lebih). Kami siap membantu," ujar Prabowo usai menemui Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (11/10/2019).seperti dikutip dari CNBCIndonesia.com.
Mungkinkah? Seperti diketahui pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester pertama 2019 hanya tumbuh 5,06 persen. Bank Dunia meramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2019 ini hanya 5 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi kuartal ke 3 tahun 2019 ekonomi Indonesia akan tumbuh diatas 5 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini lebih banyak disokong oleh sektor konsumsi dalam negeri.
"Kita lihat kuartal III dan IV mungkin yang harus kita lihat adalah investasi apakah masih akan tetap di level 5% itu, dan tadi dinamika ekspor impor," ujarnya, di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Senin (14/10/2019 seperti yang dikutip dari CNBCIndonesia.com.
Normalnya pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan di tingkat regional dan global.Â
Terkait pertumbuhan ekonomi global baru-baru ini International Monetary Fund (IMF) kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia di 2019, menjadi 3%, dari sebelumnya 3,2%.
Melihat ekonomi dunia yang terus melakukan perlambatan. Ditambah perang dagang antara 2 negara terbesar size ekonominya Amerika Serikat dan China yang terus memanas, sulit sekali rasanya pertumbuhan Indonesia akan mampu menembus 5,3 persen seperti yang dicanangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019.
Pertumbuhan ekonomi biasanya bisa diartikan sebagai naiknya produksi barang dan jasa dalam suatu negara yang kemudian mendorong perubahan positif terhadap kondisi ekonomi. Makin tinggi pertumbuhannya, kondisi ekonomi makin baik jadinya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah transaksi perdagangan internasional, neraca ekspor dan impor.Â
Jika ekspornya tinggi berarti ada kegiatan ekonomi yang masif di dalam negeri untuk menghasilkan suatu produk yang akan di jual di pasar internasional.Â
Kegiatan ekonomi itu akan mendorong penyerapan tenaga kerja. Mereka menghasilkan uamg yang akan mereka belanjakan untuk konsumsi, maka bergerak lah roda perekonomian lebih kencang.
Persoalannya ekonomi global melambat, negara-negara counterpart bisnis kita pun melambat. Cina saja yang pertumbuhan ekonominya dalam beberapa dekade terakhir sangat kencang, nyaris selalu di atas 2 digit. Menurut IMF pertumbuhan ekonomi China  2019 ini diproyeksikan hanya mencapai 6,1 persen saja.
Melihat kondisi diatas Jadi rasanya apa yang Prabowo dan Partai Gerindra  proyeksikan melalui konsep yang mereka usung akan mampu mengerek pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 2 digit, tak lebih dari retorika semata.
Meskipun terjadi mungkin setelah pemerintahan Jokowi Jilid II ini selesai. Saat ini untuk naik menjadi 2 digit signalnya saja belum ada. Kalau orang sunda bilang "can aya kelemengna"
Semangatnya harus tetap dihargai, walaupun tak realistis. Jika pun terjadi pertumbuhan drastis seperti itu akan berdampak buruk pada kehidupan secara keseluruhan.
Sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H