Pemberantasan korupsi yang merupakan amanat reformasi 98, mereka gembosi dengan UU KPK baru colongan, dan Konspirasi pemilihan Capim KPK.
Tak kurang dari 2 nyawa mahasiswa melayang akibat kekonyolan yang awalnya dipicu oleh DPR. Namun mereka seperti tak merasa bersalah dan terus berkilah, bahwa RUU itu memang sudah dibahas sejak lama dan tak ujug-ujug.Â
Namun fakta berkata lain seperti UU KPK misalnya tak masuk Prolegnas tahun ini, eh tetiba masuk dan dengan kilat langsung disahkan.Pemerintah Jokowi seperti dalam kondisi tertekan akibat ulah oligarki politik dari Partai politik pendukungnya mau tak mau harus nunut mengesahkan RUU tersebut.Â
Mungkin mulai saat ini kita harus berhenti menyebut mereka sebagai "DPR". Kita harus menyebut kepanjangan nama lembaga mereka untuk mengingatkan mereka atau untuk menggebuk pikiran bebal mereka bahwa mereka merupakan wakil rakyat; dan dengan harapan agar kepanjangan itu menjadi sugesti bahwa mereka berasal dari rakyat, dipilih oleh rakyat, dan bekerja untuk rakyat.Â
Singkatan DPR menyembunyikan para anggotanya dari kepanjangan nama lembaga negara tersebut. Makin sering kita menyebut nama singkatan DPR tersebut, makin klise kata itu terdengar dan kian terbiasalah kita dengannya tanpa merasa bersalah.Â
Kian dalam pula mereka para anggotanya menyurukan tugas etis yang dibebankan terhadapnya dalam palung makna singkatan,"DPR".
Sumber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H