Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Waspada, E-Commerce dan Fintech di Indonesia Sudah Disusupi para Pencuci Uang Haram

25 September 2019   11:55 Diperbarui: 25 September 2019   11:56 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu Korupsi memang selalu aktual di Negeri ini, karena memang praktek korupsi terus terjadi. Yang terbaru seluruh Direksi Perusahaan milik Negara Perum Perindo terkena Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK), terkait kuota impor ikan 2019, US$30 ribu atau senilai Rp. 420 juta disita dalam peristiwa tersebut. 

Sebab itulah berbagai pihak begitu geram ketika Revisi Undang-Undang KPK yang dinilai berpotensi melemahkan usaha KPK untuk memberantas korupsi. Mahasiswa, sebagian besar masyarakat sipil, serta para penggiat anti korupsi turun untuk menentang RUU KPK yang sekarang sudah menjadi UU KPK. 

Bahkan demo besar Selasa (24/09/19) kemarin yang dilakukan mahasiswa dari berbagai kampus di Jakarta dan berbagai kota besar di Indonesia, salah satunya menuntut pembatalan UUKPK baru. Masyarakat sadar betul keberadaan KPK yang kuat masih sangat dibutuhkan di Negara ini.

Walaupun untuk pemberantasan korupsi secara menyeluruh dibutuhkan juga dukungan berbagai pihak lain, dalam hal ini Lembaga Negara diluar KPK dan masyarakat sipil penggiat anti korupsi.

Kenapa demikian, karena tindak pidana korupsi itu tak berdiri sendiri, ada rangkaian yang mengiringinya. Tak ada dalam sejarah korupsi, koruptor melakukan perbuatan haram itu untuk gagah-gagahan, seperti seorang hacker misalnya.

Pasti ada motif ekonomi yang memungkinkan terjadinya itu, hasil korupsinya pasti di gunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya dengan cara membelanjakannya untuk membeli sesuatu bagi kepentingan mereka. Nah inilah masuk ke dalam ranah pencucian uang atau money laundry.

Untuk menangani masalah pencucian uang, Pemerintah telah mendirikan  Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) yang merupakan badan koordinasi nasional yang terdiri dari 16 Kementerian/Lembaga yang bertugas untuk melakukan koordinasi nasional dalam pengambilan kebijakan pencegahan dan pemberantasan TPPU/Tindak Pidana Pembiayaan Terorisme(TPPT) dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI.

Ojk.go.id
Ojk.go.id
Dalam rezim APU PPT Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan berperan sebagai Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) yang memiliki kewenangan pengaturan, pengawasan dan/atau pengenaan sanksi terhadap Pihak Pelapor yang berada di bawah kewenangannya meliputi Penyedia Jasa Keuangan (PJK) di sektor perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non-bank (IKNB). Yang terbaru dan kini tengah dibahas secara intensif ialah Financial technologi (fintech) dan e-commerce.

Dalam melakukan tugas pengawasannya OJK memakai pendekatan berbasis risiko sehingga frekuensi dan cakupan pengawasan disesuaikan dengan tingkat risiko, serta alokasi sumber daya dilakukan secara lebih efektif dan efisien.

Terkait TPPU pada industri Fintech, saat ini OJK sedang fokus mengawasi peer to peer lending dan equity crowd funding yang disinyalir dipakai untuk kegiatan TPPU. 

Menurut Head of Analytic Departement OJK, Henni Nugraheni, "saat ini OJK tengah mengawasi PtoP lending dan equity crowd funding, karena itu yang sudah jelas bentuknya," ujarnya di Jakarta Selasa (24/09/19) kemarin, saat saya menghadiri Indonesia fintech Summit.

Hal ini dikuatkan oleh Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) yang berperan sebagai Financial Intelegent Unit dalam struktur pengawasan TPPU/TPPT, e-commerce, e-wallet terindikasi digunakan oleh para pelaku TPPU/TPPT untuk mencuci uangnya. "jika ditanya apakah fintech ini sudah dipakai, ya sudah ada indikasinya" ujar Judith Leona, Kepala Pusdiklat APU-PPT, PPATK, dalam kesempatan yang sama.

Pencucian uang yang kerap dilakukan oleh para koruptor berubah rubah agar tak terdeteksi oleh pihak berwenang, tadinya melalui pembelian barang-barang tak bergerak seperti properti dan tanah, kemudian menjadi kendaraan mewah seperti yang terjadi pada mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.

Lantas jika memakai uang, lapisan-lapisan pencucian uangnya bisa sampai 10 lapis ke belakang.  Kasus Setya Novanto, misalnya ia memakai banyak lapisan dan lebih rumitnya ia tak menggunakan personal sebagai penampungnya namun korporasi.

Karena dengan korporasi pemilik sebenarnya bisa disembunyikan melalui nominee-nominee (atas nama). Jadi akan sangat sulit menelusurinya, untuk kasus Novanto ini, sampai hari ini masih di-tracking, belum secara keseluruhan saking rumitnya ia melakukan struktur pencucian uangnya.

Apalagi dengan adanya fintech penelusuran TPPU/TPPT menjadi lebih rumit lagi. Karena terkadang entitasnya bisa timbul tenggelam. Nah bagi para provider fintech, perlu memperhatikan beberapa hal agar mampu mendeteksi pihak yang mencoba mencuci uangnya di fintech kelolaannya

Pihak fintech harus benar-benar tahu nasabahnya. Tak cukup hanya know your customer, namun harus customer due dillegence yang terdiri dari 3 tingkatan identifikasi, klaririkasi dan monitoring.

Dan ini dilakukan secara terus menerus tak hanya pada saat pembukaan rekening awal. Bagaimana cara mereka bertransaksi, berapa besar dan kemana serta dengan siapa saja mereka bertansaksi.

Monitoring ini bisa dilakukan melalui sistem, dan dari awal pihak fintech sudah menentukan risk appetite yang mereka mampu  terima. Artinya batasan risiko seperti apa yang mampu bisa mereka bolehkan.

Dengan profiling seperti ini provider fintech akan mampu mendeteksi apakah uang itu berasal dari kejahatan atau bukan. Karena nature dari TPPU kan merupakan kejahatan yang mengiringi kelakukan jahat utama. Seperti korupsi misalnya.

Jadi diharapkan ada kewaspadaan yang lebih tinggi dari semua pihak, agar TPPU/TPPT ini tidak terjadi.

Sumber.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun