Ekonomi merupakan semua kegiatan yang berhubungan dengan upaya manusia dalam memenuhi  kebutuhan hidupnya agar mencapai tingkat  kemakmuran tertentu.
Sementara pengertian seni budaya adalah segala sesuatu yang diciptakan manusia mengenai cara hidup yang berkembang pada suatu kelompok. Yang mana memiliki unsur keindahan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Keduanya terlihat seperti tak memiliki korelasi, hal ini sempat dinyatakan oleh John Kenneth Gilbraith seorang Profesor Ekonomi dari Harvard University.
"Artist know nothing about economic, Economist know nothing about arts, so they will have a little to say to each other"
Artinya kurang lebih, seniman tidak memahami ekonomi, dan seorang ekonom tak mungkin memahami seni, jadi sedikit sekali yang akan dibicarakan antar keduanya.
Boleh dikatakan seni budaya dan ekonomi itu dua hal yang benar-benar berbeda dengan korelasi yang minimal.
Namun pomeo ini bisa dinafikan oleh Profesor David Throsby seorang ahli Cultural Economy dari University of Macquire Sidney Australia. Dalam kajiannya yang cukup mendalam di bidang ekonomi kreatif dan ekonomi budaya. Seperti yang diungkapkan dalam sebuah acara bertajuk Cultural Economy Forum di Jakarta, Jumat (06/09/19) kemarin.
Ia menyatakan seni dan budaya memiliki keterkaitan yang jelas dengan ekonomi. Â Faktor produksi dan konsumsi masyarakat terhadap seni akan memberikan dampak ekonomi tertentu bagi ekonomi secara keseluruhan.
Artis beserta kru sebagai pekerja  yang memungkinkan sebuah proses seni berlangsung , merupakan pasar kerja tersendiri yang pada akhirnya akan membuat proses ekonomi bisa bergulir.
Organisasi seni, museum, galeri seni, gedung pertunjukan merupakan komponen seni yang memiliki dampak terhadap ekonomi. Begitu pun industri budaya, turisme, warisan budaya, pemgembangan kebudayaan.
Guliran ekonomi akan menjadi lebih besar apabila seni dan budaya dikolaborasikan dengan ekonomi kreatif. Seni dan budaya dijadikan sebagai sebuah dasar pengembangan bagi kreativitas dan inovasi, dengan flow seperti ini.
CREATIVITY - INNOVATION - TECHNOLOGICAL CHANGE - PRODUCTIVITY IMPROVEMENT - ECONOMIC GROWTH.
Ekonomi kreatif merupakan sub sektor makroekonomi  yang pertumbuhannya sangat cepat, dibeberapa negara bahkan kecepatannya melebihi sektor manufaktur dan jasa. Dan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Ekonomi kreatif menurut cultural economist tersebut terdiri dari periklanan, arsitektur, desain, film dan video, pengelolaan warisan budaya, literatur, musik, musium, Gallery seni, perpustakaan, perangkat lunak, olahraga, theater dan tari, studio televisi dan media penyiaran lain, video games, serta visual art, fotografi, dan kerajinan.
Nilai dari benda dan jasa budaya terbagi menjadi dua. Pertama, nilai ekonomi yakni sesuatu yang bisa diukur dengan uang dan bersifat numerik. Kedua, nilai budaya yang memiliki banyak sisi dan tak bisa diukur oleh hanya satu ukuran.
Nilai budaya tersebut meliputi nilai estetika, nilai spiritual, nilai sosial, nilai sejarah, nilai simbolik, dan nilai keaslian sebuah budaya.
Semuanya itu disebut sebagai modal budaya, bisa berupa aset berbentuk tak benda dan aset berbentuk benda, keduanya memiliki nilai kultural dan nilai secara ekonomi.Â
Candi atau warisan budaya sebuah landskap tertentu merupakan contoh budaya berbentuk benda. Sedangkan budaya tak benda bisa dicontohkan dengan tradisi memainkan gamelan keduanya memeliki valuasi setara sebagai sebuab modal budaya bagi Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan budaya paling banyak. Terdapat 3 modal budaya yang dimiliki Indonesia.Â
Pertama, Â sumber daya budaya yang dibagi menjadi budaya berbentuk benda, seperti situs-situs peninggalan sejarah, benda-benda seni yang sangat banyak jumlahnya dari berbagai daerah dari ujung sabang sampai sudut Papua, literatur, dan lain sebagainya.
Yang tak kalah banyak adalah sumber daya budaya tak benda, seperti tradisi kultural Indonesia,permaianan wayang, permainan anak-anak lokal, dan lain sebagainya.
Kedua, jejaring budaya antar daerah, regional dan internasional dan ekosistem kebudayaan yang secara natural sudah terbentuk dan memperkaya khasanah budaya dunia.
Ketiga, perbedaan budaya antar daerah dengan memiliki lebih dari 300 kelompok etnik atau suku. Dan ini merupakan sebuah capital cultural, jika kita semua mampu memelihara dan menjadikan perbedaan ini menjadi sebuah berkah. Hanya Indonesia yang memiliki modal budaya seperti ini.
Modal budaya indonesia yang sangat kaya apabila di kelola dan dipelihara dengan benar bisa dikembangkan menjadi sebuah keuntungan ekonomi.
Sebetulnya pemerintah Indonesia sudah menyadari, Â bahwa modal budaya yang dimiliki secara alami di bumi pertiwi ini sangat banyak dan sangat mungkin buat dikembangkan secara masif yang kemudian mampu menjadi daya ungkit bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dibentuknya Badan Ekonomi Kreatif (BERKRAF) , salah satunya yah untuk mengembangankan dan mengkreasi inovasi-inovasi baru berbasis modal budaya tersebut.
Kluster-kluster pengembangan budaya diciptakan diberbagai daerah, berbasis pengembangan kearifan lokal. Talenta-talenta muda di bina dan difasilitasi pemerintah, agar mampu memberikan dampak ekonomi yang lebih besar.
Walaupun belum sempurna dampak secara kuantitatif sudah terlihat, sumbangan ekonomi kreatif bagi Pertumbuhan ekonomi kita menurut data Berkraf semester I 2019 ini sudah mencapai 8,5% dari PDB, atau Rp.1.211 trliun.
Mungkin untuk beberapa hal Indonesia sulit bersaing dengan negara-negara lain tapi untuk urusan kebudayaan rasanya tidak perlu diragukan lagi. Dengan catatan Indonesia mampu memonetasi kekayaan budaya yang dimilikinya, melalui kreativitas dan inovasi dari budaya-budaya lokal.
Sumber.
Presentasi Prof David Throsby Cultural Economist, Macquire University of Sidney Australia, pada Economic Cultural Forum, Jakarta 06 September 2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H