Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Apa Kabar Tata Kelola Dana Riset Indonesia?

4 Agustus 2019   06:51 Diperbarui: 5 Agustus 2019   11:36 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ahmad Zaki CEO Bukalapak.com pernah menjadi sorotan masyarakat karena cuitannya di platform media sosial Twitter yang menyoroti kecilnya dana riset yang dianggarkan bagi kepentingan penelitian di negeri ini "Omong kosong Industri 4.0 kalau budget R&D negara kita kaya gini. Mudah-mudahan presiden baru bisa naikin," cuit Zaky, saat itu.

Sontak cuitan itu menuai berbagai tanggapan dari masyarakat luas. Lucunya yang menjadi spotlight bukan dipokok masalahnya yakni besaran dana riset yang sangat sedikit, tapi kata "presiden baru". 

Maklum saat itu, pertengahan bulan Februari 2019, lagi panas-panasnya kampanye pemilihan presiden, jadi ucapan apapun dari siapapun selalu dihubungkan dengan urusan cupras capres. Apalagi ini ada kata presiden baru. 

Beuh, pendukung 01 saat itu langsung meradang tagar blok bukalapak langsung menguasai trending topik di medsos. Rating aplikasi bukalapak dalam sehari langsung drop dari 4,5 menjadi sekitar 3,5.

Padahal secara esensial  apa yang dicuitkan Zaky itu benar adanya. Indonesia memang tertinggal untuk urusan dana riset dan development. Menurut data UNESCO organisasi pendidikan, keilmuan dan kebudayaan di bawah PBB. Indonesia menempati urutan buncit bersama Filipina terkait besaran dana riset. 

Indonesia hanya mengalokasi dana riset dari APBN sebesar US$ 2 milyar atau senilai Rp. 28 triliun, setara dengan 0,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. 

Presiden Jokowi saat itu kemudian langsung bereaksi dan memanggil Zaky ke Istana. Seraya menerangkan bahwa anggaran riset "Anggaran riset dan pengembangan mencapai Rp26 triliun pada tahun ini. Jadi, sudah gede anggarannya sebetulnya," ujarnya di Istana Merdeka. Saat itu.

Sebelumnya Jokowi pernah mewacanakan untuk mendirikan Badan Riset Nasional untuk mengelola dan menjadi tulang punggung riset nasional. Namun wacana itu masih tetap jadi wacana, entah kapan wacana itu jadi kenyataan. 

Namun demikian pemerintahan Jokowi dalam Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) 2019 telah meningkatkan anggaran untuk riset menjadi 37,5 trliun atau 0,3% dari PDB meingkat dibanding tahun 2018 yang sebesar Rp 26 trilun atau setara dengan 0,1% dari PDB. 

Katadata.co.id
Katadata.co.id
Menurut Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati (SMI) dalam orasi ilmiahnya di acara Katadata Forum di kawasan SCBD yang saya hadiri. Bahwa pemerintah telah menganggarkan dana riset dalam APBN 2019 sebesar Rp. 37,5 triliun. Namun masyarakat belum merasakan dampak positifnya. 

Hal itu disebabkan oleh dana yang benar-benar dipakai untuk riset hanya 47%, "sisanya  53% dipakai untuk operasional birokrat Litbang di tiap kementrian dan membangun infrastruktur riset, ga salah sih kalo ga ada infrastrukturnya ya boleh silahkan aja dipake."Ujarnya.

Selain itu dana sebesar Rp. 37,5 triliun tersebut disebar ke 45 kementerian dan lembaga. "jadi kalau bahasa Presiden, gak nendang ini yang harus dikordinasi," tambahnya.

SMI menilai, diperlukan tata kelola yang baik agar dana riset memberikan dampak positif yang hasilnya dapat dirasakan oleh masyarakat. Harus ada koordinasi  antar kementerian dan lembaga serta membuat prioritas riset. Walaupun semua pihak ingin melakukan riset tapi karena keterbatasan sumber daya harus ada skala prioritas.

Kerja sama dengan swasta sebenarnya bisa menjadi opsi agar kurangnya pendanaan riset bisa teratasi. Namun partisipasi swasta di bidang riset di Indonesia hanya 10% saja, di negara-negara maju, swasta memegang peranan penting di dunia riset porsinya mencapai 70%

Padahal Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 untuk mendorong partisipasi swasta. Dalam PP tersebut diatur insentif pajak berupa pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan badan usaha untuk kegiatan penelitian dan pengembangan.

Namun karena rumitnya proses dalam mendapatkan insentif pengurangan pajak tersebut partisipasi pihak swasta tetap rendah untuk berinvestasi di bidang riset ini. 

Selain itu, banyak pengusaha yang ragu dengan manfaat pendanaan kegiatan riset, meskipun bisa mengurangi perhitungan kewajiban pajaknya. Ke depan, partisipasi swasta diharapkan semakin bertambah sehingga mendongkrak dana riset di Tanah Air yang tergolong kecil.

Peran swasta sangat dibutuhkan bagi terciptanya sebuah ekosistem riset yang baik. Karena ekosistem riset yang terkelola dengan baik akan menghasilkan hasil riset yang bermutu. 

Riset itu pada dasarnya tentang pencarian dan penemuan  makanya kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan peneliti mutlak adanya. Tidak mungkin pemerintah berjalan sendiri dalam melakukan tata kelola riset tanpa dukungan semua pihak. 

Karena pemerintah memiliki keterbatasan, terutama masalah dana. Karakteristik riset itu terkadang tidak linier dengan tata kelola keuangan negara yang cenderung rigid. Riset itu bisa memakan waktu bertahun-tahun. Sementara, apabila memakai anggaran negara dalam hal ini APBN pertanggungan jawabnya harus pertahun dengan batasan-batasan yang telah diatur undang-undang.

Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah sudah mencoba mencari solusi, selain dengan mendorong pihak swasta untuk berperan aktif, juga dengan membuat endowment fund. 

Saat ini pemerintah telah menyediakan dana sejumlah Rp.990 milyar rupiah sebagai dana abadi bagi kepentingan riset selain anggaran yang Rp. 37,5 triliun dan dana abadi LPDP yang di dalamnya terdapat juga dana riset selain buat kepentingan beasiswa. 

Namun namanya dana abadi yang boleh dipakai adalah hasil kelolaan investasi dari dana abadi tersebut. Tantangannya bagaimana manajer investasi mampu memberikan return yang maksimal, agar dana yang tersedia untuk dipergunakan, mencukupi bagi kegiatan riset yang telah direncanakan.

Tidak usah pesimis juga  dana abadi LPDP awalnya hanya Rp. 1 triliun saat ini sudah mencapai Rp. 46 triliun. 

Saat ini pemerintah sedang mencari solusi yang tepat bagaimana tatakelola dana riset ini bisa berdampak positif bagi dunia penelitian. Walaupun berpotensi mengecewakan beberapa pihak. Tapi keputusan harus tetap diambil.

Sumber.

cnbcindonesia.com

katadata.co.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun