Wacana Redenominasi rupiah terdengar kembali walaupun sayup-sayup pada saat fit and proper test calon Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, Destry Damayanti di DPR-RI. Dalam test tersebut Destry sempat berbicara tentang perlunya kembali dikaji ulang, mengingat saat ini kurs rupiah terhadap dolar US berada dikisaran Rp.13.500-Rp.14.000. Menurut Destry  hal ini membuat nilainya tidak lagi efisien sebagai alat pembayaran. "kita perlu review kembali redenom ini, karena salah satu syaratnya kondisi ekonomi harus stabil" ujar Destry yang saat ini sudah resmi menjadi Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia menggantikan Mirza Adityaswara.
Rencana Redenominasi rupiah ini sebetulnya pernah terdengar lebih kencang pada tahun 2017 saat Plt Gubernur BI dipegang Darmin Nasution yang kemudian dilanjutkan oleh Gubernur BI terpilih saat itu, Agus Martowardojo. Namun hingga akhir kepemimpinannya Agus tidak berhasil mewujudkannya karena terbentur Rancangan Undang-Undangnya yang belum jadi, malah tidak masuk Prolegnas. Mungkin dengan keberadaan Destry Damayanti sebagai Deputi Senior Gubernur di BI yang dalam salah satu visi dan misi di DPR itu akan melanjutkan rencana  redenominasi ini. BI di era Perry Warjiyo sebagai Gubernurnya akan kembali melanjutkan rencana ini.
Dalam rancangan awal di tahun 2017 lalu, pelaksanaan awal redenominasi rupiah itu akan dimulai pada tanggal 1 Januari 2020, namun sepertinya hal itu tidak akan terwujud karena sejak Agus Martowadojo habis masa jabatannya sebagai Gubernur BI, rencana itu seperti tertiup angin, hilang tak terdengar. selain itu RUU nya pun belum ada. Menurut Direktur Eksekutif Direktorat Komunikasi BI Onny Widjanarko seperti yang dikutip dari  https://tirto.id/edzG /0719  "Implementasi redenominasi pada 2020 tidak mungkin dilakukan, karena dasar hukumya berupa Undang-Undang belum ada,"katanya.
Meski batal diujicobakan pada tanggal tersebut namun saat ini BI masih terus melanjutkan kajian terkait redenominasi rupiah tersebut dengan terus mencermati kondisi perekonomian dan politik baik lokal maupun global yang memengaruhi nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain serta defisit transaksi berjalan, karena itu merupakan salah satu hal yang sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan Redenominasi.
"namun yang jelas tahun ini rasanya inisiatif Redenominasi itu, belum akan disampaikan ke DPR" ujarnya.
Memaknai Redenominasi
Redenominasi mata uang adalah suatu proses dimana suatu unit baru dari uang menggantikan unit yang lama dengan suatu rasio tertentu. Hal ini dapat dicapai dengan mengeluarkan angka nol atau memindahkan beberapa desimal poin dari mata uang ke sebelah kiri, dengan tujuan untuk mengoreksi mata uang dan struktur harga, serta meningkatkan kredibilitas dari mata uang lokal.Â
Atau simplenya begini deh, menyederhanakan nilai mata uang tanpa mengubah nilai tukarnya. Hanya mengurangi jumlah nol atau menghilangkannya di belakang mata uang yang sudah ada. Contohnya, dari Rp10.000 menjadi Rp 10, Rp 1.000 menjadi Rp 1. Artinya, terjadi pengguntingan 3 angka di belakang angka utama mata uang Rupiah.Â
Redenominasi ini berbeda dengan "Sanering" atau pemotongan nilai uang, seperti yang pernah terjadi pada tahun 1959 lalu. Saat itu, pecahan uang rupiah 500-an dan 1.000-an diturunkan nilainya menjadi 50 rupiah dan 100 rupiah, nilainya diturunkan 90% dari sebelumnya. Nah berbeda dengan Sanering, Redenominasi sama sekali tidak menurunkan nilai uangnya. Hanya menyederhanakan dengan menghilangkan atau mengurangi angka nol nya saja, tanpa mengurangi daya beli terhadap suatu barang. Redenominasi dilakukan agar pecahan uangnya menjadi lebih efesien dalam bertransaksi.Â
"Karena dari 1.000 rupiah menjadi 1 rupiah itu seolah-olah nilainya menjadi kecil padahal sebenarnya tidak. satu rupiah itu ya harganya 1.000 rupiah. Jadi, memang harus banyak-banyak sosialisasi terkait hal ini," jelas Lana Soelistianingsih, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia seperti yang dikutip dari Tirto.id
Dalam sejarahnya, sudah ada 19 negara yang melakukan Redenominasi sebanyak satu kali. Sementara, 10 negara melakukan redenominasi dua kali, terkadang dalam rentang waktu yang cukup lama seperti di Bolivia pada tahun 1963 dan 1987. Pada kasus lain, redenominasi dilakukan dalam rentang waktu yang cukup singkat seperti di Peru pada tahun 1985 dan 1991. Argentina tercatat telah melakukan sebanyak 4 kali, sementara bekas negara Yugoslavia/Serbia telah melakukan sebanyak 5 kali. Bahkan Brazil telah melakukannya sebanyak 6 kali dan merupakan negara yang paling sering melakukan redenominasi.
Efek Redenominasi
Akan ada persoalan khusus di Indonesia terkait Redenominasi rupiah, yakni banyaknya harga-harga barang yang nominalnya bernilai ganjil. Misalnya, banyak beredar di pasaran harga yang tercetak sebesar  Rp.5.750, Rp. 10.415 atau Rp. 195.900. Apabila Redenominasi diberlakukan maka harga-harga barang dengan nilai ganjir tersebut harus dibulatkan.
Ada dua cara untuk membulatkan. Pertama, dengan membulatkan ke bawah atau menurunkan harga. Kedua, dengan cara membulatkan ke atas atau menaikkan harga. Dengan skema pertama, ditinjau secara makro, jika pembulatan tersebut terjadi secara massal terhadap barang-barang secara umum, maka tidak menutup kemungkinan bahwa negara akan mengalami penurunan harga yang curam dan dikhawatirkan dapat menyebabkan deflasi.
Sementara itu, melalui skema kedua, dilihat dari kacamata yang sama, akan membuat kenaikan harga-harga khususnya pada harga-harga kebutuhan pokok sehari-hari. Tidak menutup kemungkinan juga bahwa Redenominasi ini bisa berdampak terhadap naiknya angka inflasi. Namun, dari dua skema yang ada, efek Redenominasi ini memiliki efek yang sama, yaitu adanya guncangan harga yang dapat menimbulkan efek psikologis di masyarakat.
Namun hal ini bisa diatasi BI dengan tetap menyediakan pecahan rupiah sampai pada tingkat terkecil, sen misalnya seperti di Amerika Serikat. Pemerintahnya masih menyediakan satuan mata uang terkecil tersebut. Walaupun saat ini digital payment sudah mulai banyak digunakan masyarakat, tapi saya yakin masih banyak masyarakat dalam bertransaksinya menggunakan uang tunai dari pada non tunai. Itu efek negatifnya Redenominasi
Sedangkan efek positifnya Redenominasi adalah, pertama, akan memudahkan kita menghitung karena tiga angka nol yang menyertai di belakang angka satuan uang akan dihilangkan. Di dunia perbankan pengurangan tiga angka nol pada rupiah, dari sisi teknologi akan ada penghematan. Dari sisi akuntansi penyederhanaan digit akan memudahkan membaca laporan keuangan.
Kedua, Redenominasi juga dapat menjadi suatu cara untuk meningkatkan kepercayaan terhadap mata uang rupiah. Selain itu, Redenominasi juga dapat mencerminkan kesetaraan kredibilitas dengan negara maju lainnya di kawasan. Ketiga, redenominasi dapat mengurangi tingkat inflasi.
Syarat-Syarat Redenominasi
Terdapat tiga syarat utama jika redenominasi mata uang suatu negara akan dilakukan, pertama, nilai tukar mata uang negara tersebut harus stabil. Kedua, inflasi harus benar-benar terkendali. Ketiga, fundamental ekonomi negara tersebut harus dalam kondisi yang sangat baik. Menilik tiga syarat tersebut, rasanya Indonesia masih belum mampu memenuhinya. Saat ini kondisi perekon0mian Indonesia masih rapuh, padahal dibutuhkan perekonomian yang kokoh untuk dapat mewujudkan redenominasi ini.Â
Saat ini perekonmian Indonesia masih menghadapi tekanan baik internal maupun eksternal  yang cukup besar akibat perang dagang antara Amerika Serikat vs China untuk beberapa tahun ke depan. Perang dagang tersebut membuat ekonomi global menjadi lesu yang berakibat pada melemahnya permintaan terhadap beberapa komiditas andalan Indonesia pun menurun tajam yang ujungnya memengaruhi defisit transaksi berjalan (current Account Defisit/CAD).Â
Kisaran pertumbuhan ekonomi pun sepertinya tidak pernah mau beranjak dari angka 5% saja, malah Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi sekitar 5,1% dari sebelumnya 5,2%. itu menunjukan bahwa fundamental ekonomi Indonesia belum begitu kokoh. Laju inflasi pun kelihatannya dalam trend meningkat walaupun Kementerian Keuangan memproyeksikan dalam kurun waktu 2019-2021, inflasi Indonesia akan berada di kisaran 3%-3,5% yang tertuang dalam  Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 124/PMK.010/2017 tentang sasaran inflasi tahun 2019, tahun 2020 dan tahun 2021. Namun ada kekhawatiran rencana kebijakan pencabutan subsidi BBM dan listrik pada awal tahun 2020 akan memicu melonjaknya inflasi.Â
Selain itu, stabilitas nilai tukar rupiah pun masih menjadi concern utama, masih ada resiko jatuh ke angka Rp.14.400 per 1 US dolar. BI sendiri menurut Gubernurnya , Perry Warjiyo memperkirakan rupiah akan ada dikisaran Rp 13.900-Rp. 14.300 per dolar Amerika Serikat. Artinya kondisi rupiah masih belum stabil untuk melakukan redenominasi yang mensyaratkan hal tersebut.Â
Selain syarat-syarat tersebut ada hal yang tidak kalah penting yaitu terkait sosialisasi kebijakan Redenominasi ke masyarakat. Dibutuhkan waktu yang cukup lama agar masyarakat bisa memahami kebijakan ini. Setidaknya tiga atau empat tahun sebelum memulai eksekusi kebijakan Redenominasi ini. Â Tantangan terbesar adalah masyarakat kita literasi finansialnya masih rendah, belum lagi masalah geografisnya yang berpulau-pulau membuat sosialisasi menjadi lebih sulit.Â
Jikapun kebijakan Redenominasi ini mau diimplementasikan dan berharap bisa terwujud dengan sukses dan perlu effort yang lebih. BI sebagai lembaga yang berwenang dalam kebijakan ini  harus segera membentuk tim kajian untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam mengenai efek redenominasi. Setelah menemukan dampaknya, BI harus benar-benar memikirkan dan memitigasi efek ke depan redenominasi bagi perekonomian nasional, khususnya sabilitas perekonomian Indonesia. Jangan sampai BI gegabah dalam membuat keputusan sehingga berpotensi membuat perekonomian Indonesia menjadi tidak stabil dengan efek guncangan harga.Â
Menurut Ekonom Institute of Development for Economic and Finance (INDEF), Bhima Yudisita Adinegara edukasi dan sosialisasi kebijakan Redenominasi ini harus dilakukan secara berjenjang dan berkelanjutan dan memerlukan waktu yang sangat panjang. "Turki, misalnya, memerlukan waktu selama 10 tahun untuk persiapan dan sosialisasi redenominasi atas mata uang lira. Pada 2005, Turki memangkas 6 angka nol dalam mata uangnya." ungkapnya.
Jadi kesimpulannya kebijakan  BI tentang Redenominasi  masih belum akan bisa terlaksana dalam waktu dekat ""Kesimpulannya, RUU Redenominasi kecil kemungkinan disahkan hingga 2024 mendatang," kata Bhima.
Sumber.
https://tirto.id/pupusnya-rencana-redenominasi-rupiah-pada-tahun-2020-edzG
https://www.theindonesianinstitute.com/mencermati-wacana-redenominasi-rupiah/
https://psekp.ugm.ac.id/2017/08/14/kapan-redenominasi-rupiah-sebaiknya-dimulai/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H