Efek Redenominasi
Akan ada persoalan khusus di Indonesia terkait Redenominasi rupiah, yakni banyaknya harga-harga barang yang nominalnya bernilai ganjil. Misalnya, banyak beredar di pasaran harga yang tercetak sebesar  Rp.5.750, Rp. 10.415 atau Rp. 195.900. Apabila Redenominasi diberlakukan maka harga-harga barang dengan nilai ganjir tersebut harus dibulatkan.
Ada dua cara untuk membulatkan. Pertama, dengan membulatkan ke bawah atau menurunkan harga. Kedua, dengan cara membulatkan ke atas atau menaikkan harga. Dengan skema pertama, ditinjau secara makro, jika pembulatan tersebut terjadi secara massal terhadap barang-barang secara umum, maka tidak menutup kemungkinan bahwa negara akan mengalami penurunan harga yang curam dan dikhawatirkan dapat menyebabkan deflasi.
Sementara itu, melalui skema kedua, dilihat dari kacamata yang sama, akan membuat kenaikan harga-harga khususnya pada harga-harga kebutuhan pokok sehari-hari. Tidak menutup kemungkinan juga bahwa Redenominasi ini bisa berdampak terhadap naiknya angka inflasi. Namun, dari dua skema yang ada, efek Redenominasi ini memiliki efek yang sama, yaitu adanya guncangan harga yang dapat menimbulkan efek psikologis di masyarakat.
Namun hal ini bisa diatasi BI dengan tetap menyediakan pecahan rupiah sampai pada tingkat terkecil, sen misalnya seperti di Amerika Serikat. Pemerintahnya masih menyediakan satuan mata uang terkecil tersebut. Walaupun saat ini digital payment sudah mulai banyak digunakan masyarakat, tapi saya yakin masih banyak masyarakat dalam bertransaksinya menggunakan uang tunai dari pada non tunai. Itu efek negatifnya Redenominasi
Sedangkan efek positifnya Redenominasi adalah, pertama, akan memudahkan kita menghitung karena tiga angka nol yang menyertai di belakang angka satuan uang akan dihilangkan. Di dunia perbankan pengurangan tiga angka nol pada rupiah, dari sisi teknologi akan ada penghematan. Dari sisi akuntansi penyederhanaan digit akan memudahkan membaca laporan keuangan.
Kedua, Redenominasi juga dapat menjadi suatu cara untuk meningkatkan kepercayaan terhadap mata uang rupiah. Selain itu, Redenominasi juga dapat mencerminkan kesetaraan kredibilitas dengan negara maju lainnya di kawasan. Ketiga, redenominasi dapat mengurangi tingkat inflasi.
Syarat-Syarat Redenominasi
Terdapat tiga syarat utama jika redenominasi mata uang suatu negara akan dilakukan, pertama, nilai tukar mata uang negara tersebut harus stabil. Kedua, inflasi harus benar-benar terkendali. Ketiga, fundamental ekonomi negara tersebut harus dalam kondisi yang sangat baik. Menilik tiga syarat tersebut, rasanya Indonesia masih belum mampu memenuhinya. Saat ini kondisi perekon0mian Indonesia masih rapuh, padahal dibutuhkan perekonomian yang kokoh untuk dapat mewujudkan redenominasi ini.Â
Saat ini perekonmian Indonesia masih menghadapi tekanan baik internal maupun eksternal  yang cukup besar akibat perang dagang antara Amerika Serikat vs China untuk beberapa tahun ke depan. Perang dagang tersebut membuat ekonomi global menjadi lesu yang berakibat pada melemahnya permintaan terhadap beberapa komiditas andalan Indonesia pun menurun tajam yang ujungnya memengaruhi defisit transaksi berjalan (current Account Defisit/CAD).Â
Kisaran pertumbuhan ekonomi pun sepertinya tidak pernah mau beranjak dari angka 5% saja, malah Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi sekitar 5,1% dari sebelumnya 5,2%. itu menunjukan bahwa fundamental ekonomi Indonesia belum begitu kokoh. Laju inflasi pun kelihatannya dalam trend meningkat walaupun Kementerian Keuangan memproyeksikan dalam kurun waktu 2019-2021, inflasi Indonesia akan berada di kisaran 3%-3,5% yang tertuang dalam  Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 124/PMK.010/2017 tentang sasaran inflasi tahun 2019, tahun 2020 dan tahun 2021. Namun ada kekhawatiran rencana kebijakan pencabutan subsidi BBM dan listrik pada awal tahun 2020 akan memicu melonjaknya inflasi.Â