Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Utang Pemerintah Capai Rp 4.570 Triliun, tapi Tenang Kita Mampu Bayar Kok

18 Juli 2019   12:51 Diperbarui: 18 Juli 2019   15:17 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kementerian Keuangan mencatat hingga Juni 2019 utang pemerintah pusat naik 8,1% dibanding periode yang sama tahun 2018 lalu yang berjumlah Rp.4.227,78 triliun, menjadi Rp.4.570,71 triliun. 

Seperti yang dikutip dari APBN KITA Kemenkeu, komposisi utang sebesar itu terdiri dari, Surat Berharga Negara (SBN) mendominasi porsi utang negara sebesar 82,81% dari seluruh utang pemerintah pusat dengan nilai Rp. 3.784,84 triliun, dengan rincian, SBN berdenominasi rupiah sebesar Rp. 2.735,76 triliun, dan SBN Valuta Asing berjumlah Rp. 1.048,8 triliun.

Sementara 17, 19% sisa utang pemerintah berupa pinjaman dari pihak lain senilai Rp. 785,61 triliun. Mayoritas  pinjaman tersebut berasal dari asing, jumlahnya Rp.778, 64 triliun, sisanya merupakan pinjaman dari dalam negeri sebesar Rp.6,97 triliun.

Cnbcindonesia.com
Cnbcindonesia.com
Terlihat besar yah, utang yang dimiliki pemerintah Indonesia. Namun besaran utang itu relatif jika dibandingkan dengan negara lain dan sebenarnya tidak terlampau mengkhawatirkan apabila kita bandingkan dengan kemampuan kita dalam membayar utang. Apa yang menjadi dasarnya? Ingat Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2019 ini asumsinya berjumlah Rp. 15.381,39 triliun. Artinya rasio utang kita terhadap PDB sebesar 29,5% saja. Berarti kemampuan kita membayar utang 3 kali lipat dibanding utang yang kita miliki.

Analoginya begini, gaji kita Rp 10 juta sedangkan utang yang harus kita bayar senilai Rp. 3 juta, kira-kira kita mampu bayar ga? Ya mampulah asal ada niat bayar tentunya, secara kemampuan kita mampu bayar utang tersebut. Namun demikian kita harus tetap waspada, dan satu hal lagi kita berutang itu untuk apa, kegiatan-kegiatan konsumtif kah atau berhutang untuk memberikan nilai tambah di kemudian hari, agar kita bisa lebih produktif?

Mari kita liat terminologi utang sendiri, utang adalah sumber pembiayaan yang berada diluar kemampuan diri kita. Indonesia sebagai negara berkembang dan sedang membangun lumrah saja memiliki utang, karena sebagai negara, Indonesia itu seperti negara yang sedang tumbuh dan membutuhkan asupan lebih banyak dan bergizi sementara kemampuan untuk memproduksinya masih kurang. Makanya untuk menutupi hal tersebut maka Indonesia harus berutang. Agar mampu tumbuh menjadi negara maju yang memiliki penghasilan tinggi, supaya tidak terjebak dalam kondisi "middle income trap". 

Utang pemerintah itu merupakan bagian tidak terpisahkan dari kebijakan ekonomi pemerintah, khususnya ekonomi fiskal. Berutang bukan juga sesuatu yang hina dan menjadi aib. Hampir semua negara di dunia ini berutang tidak peduli negara itu miskin atau kaya, negara besar atau negara kecil, negara yang memiliki sistem kerajaan, liberal atau komunis sekalipun. 

Bahkan negara yang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) nya surplus sekalipun tetap berutang, Jerman misalnya tetap saja pemerintahnya menerbitkan surat hutang, walau dengan tujuan yang berbeda yaitu untuk menebus surat hutang lama yang suku bunganya tinggi dengan suku bunga yang lebih rendah (reprofiling). 

Jadi masalah utang ini bukan masalah besar kecilnya utang, namun bagaimana kita mampu memanfaatkan dan mengelola utang itu untuk kegiatan produktif. Supaya tujuan makroekonomi jangka panjang bisa tercapai melalui pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Namun demikian tidak berarti juga pemerintah Indonesia bisa semena-mena berutang untuk tujuan-tujuan tidak jelas, untuk hal  tidak produktif yang tidak berdampak untuk kesejahteraan rakyat ke depannya. Masih dikutip dari APBN KITA Juni 2019 Kemenkeu, peruntukan utang Indonesia untuk membiayai berbagai program pemerintah di bidang struktural dan sektoral, seperti bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, dan infrastruktur. Memang tidak seperti  jaman orde baru yang utang pemerintah itu seluruhnya untuk modal pembangunan ( (Capital Expenditure) (CAPEX) ). 

Karena Karakteristik utangnya pun berbeda, di jaman orde baru utang Indonesia 100% dari pinjaman langsung negara lain baik secara multilateral maupun bilateral seperti Intergovermental Group on Indonesia atau biasa di sebut IGGI yang kemudian dibubarkan dan berganti nama jadi Consultative Group on Indonesia (CGI). Pinjaman yang mereka berikan pun bukan dalam bentuk uang tunai, namun berbentuk proyek-proyek seperti pembangunan jembatan, pembangunan jalan dan lain sebagainya. 

Nah, karakteristik utang pemerintah sekarang lebih banyak berhutang ke pasar, 82, 81% utang pemerintah didapat dari  menjual surat utang. Hasil penjualan surat utang tersebut bentuknya tunai dan langsung masuk dalam pot yang sudah disiapkan pemerintah, dengan peruntukan untuk menambal defisit antara pendapatan dan belanja pemerintah. Termasuk di dalamnya belanja rutin, seperti membayar gaji ASN, membayar cicilan utang dan untuk membiayai pembangunan.

Harus diakui selama  4 tahun pemerintah Jokowi  utang pemerintah tumbuh pesat. Pada tahun 2014 utang Pemerintah sebanyak Rp 2.609 triliun dan per Juni 2019 sudah mencapai Rp 4.570 triliun, yang berarti meningkat sebesar 65,6%. Pada kurun waktu yang sama, rasio utang naik dari 24,7 persen menjadi 30,1 persen. 

Untuk pembayaran cicilan pokok utang luar negeri saja per akhir Juni 2019 ini pemerintah telah mengeluarkan uang sebesar Rp. 43, 52 triliun dan pinjaman untuk pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri sebesar RP 580 milyar. Peningkatan utang yang relatif pesat selama pemerintahan Jokowi antara lain disebabkan oleh kenaikan tajam pengeluaran yang tidak diiringi oleh peningkatan rasio pajak (tax ratio).

Namun demikian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pemerintah mengelola utangnya dengan aman. Hal itu tercermin dari realisasi rasio defisit yang hanya sebesar 0,84 persen. Angka ini masih di bawah batasan aturan defisit APBN sebesar 3% seperti yang diatur Undang-Undang Nomor 17  tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. 

"Pembiayaan negara hingga akhir 2019 ini, akan mencapai 105% dan rasio utang akan tetap terjaga kok dibawah 30% atau sekitar 29,5%an lah dan satu hal yang terpenting kita mampu kok bayar utang, tidak pernah juga gagal bayar kan selama ini?" Ujar Sri Mulyani.

Referensi:
kemenkeu.go.id
faisalbasri.com
cnnindonesia.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun