Sementara hiruk pikuk berlangsung, pro dan kontra ditinjau dari berbagai sudut pandang. Selama ini yang kencang bersuara terkait poligami ini yah pihak perempuan yang merasa terzalimi oleh tindakan poligami. Sebenarnya ada satu pihak lagi yang mungkin lebih banyak diam tidak bersuara padahal dia merupakan bagian yang paling berhak untuk mengutarakan hal ini. Anak dari para keluarga pelaku praktek poligami.
Apabila dapat memilih, maka setiap anak di dunia ini akan memilih dilahirkan di keluarga yang monogamis, harmonis, hangat, dan penuh kasih sayang. Keluarga yang demikian adalah dambaan dari setiap anak di dunia.Â
Tapi sayangnya, anak tidak dapat memilih siapa yang akan menjadi orangtuanya. Saat mereka lahir, mereka harus menerima siapapun yang menjadi orangtua mereka. Termasuk saat mereka memiliki orangtua yang melakukan praktek poligami.Â
Pengaruh besar praktek poligami terhadap perkembangan anak, akan dimulai pada saat si ayah mulai berniat menambah istri, karena otomatis perhatian terhadap keluarga akan mulai berkurang. dalam perjalanannya kondisi ini akan bertambah rumit manakala si Ibu mulai mencium gelagat sang suami. Pertengkaran demi pertengkaran pasti akan sering terjadi.Â
Anak yang berada di tengah situasi ini pastinya akan merasa tidak bahagia dan cenderung tertekan, ibu yang seharusnya berada dalam posisi mampu menenangkan dan membuat nyaman anak, kondisinya juga sedang tidak memungkinkan untuk melakukan itu, karena dia pun sedang dihinggapi persoalan yang sama, akhirnya keutuhan perkembangan jiwa anak menjadi terdekontruksi.
Dan ini akan berpengaruh besar terhadap perkembangan jiwa anak di kemudian hari, taruhannya masa depan anak itu sendiri. Dalam suasana yang tidak harmonis akan sulit bagi seorang anak untuk bisa berkembang secara optimal. Proses pendidikan menjadi tidak efektif, dan efek paling ditakutkan adalah kepribadian anak berkembang kearah wujud yang tidak baik.Â
Anak terkadang akan memanifestasikan ketidaknyamanannya dengan lebih sering bergaul di luar rumah sementara sang bapak sibuk dengan istri barunya, dan ibunya terkadang sibuk meratapi dirinya sendiri, atau bertindak sama dengan sering bepergian keluar rumah.Â
Kondisi rumah seperti itu membuat anak tidak betah berada di rumah, hilangnya tokoh idola, kehilangan kepercayaan diri, berkembangnya sikap agresif dan permusuhan serta bentuk-bentuk penyimpangan yang lainnya. Keadaan itu akan makin parah apabila anak masuk dalam lingkungan pergaulan yang tidak baik. Besar kemungkinan pada gilirannya akan merembes ke dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas lagi.Â
Kepada para pria yang hendak berniat untuk berpoligami cobalah berpikir baik-baik, apakah tindakan berpoligaminya itu membawa kemasalahatan terutama bagi keluarganya.Â
Perkembangan jiwa seorang anak sangat dipengaruhi oleh keutuhan rumah tangga dimana anak itu tinggal. Dampak negatif bagi anak apabila berada dalam keluarga poligami, pertama mereka akan tumbuh dan berkembang dengan bimbingan dan pengawasan dari seorang ayah dengan sangat minimal, karena ayahnya harus berbagi waktu dengan keluarga lainnya. Potensi sang anak untuk bergerak kearah negatif menjadi lebih besar.Â
Kedua, akan ternanam kebencian dari dalam diri anak itu secara tidak di sadari kepada ayahnya, karena anak itu merasa diperlakukan tidak adil seperti teman-temannya diperlakukan oleh ayahnya yang rumahtangganya monogamis dan harmonis.Â