Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Wagub DKI yang Tak Kunjung Datang

26 Juni 2019   09:16 Diperbarui: 26 Juni 2019   09:23 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah hampir satu tahun Anies Baswedan Gubernur DKI Jakarta"menjomblo", semenjak sang wakil Sandiaga Uno mundur dari jabatannya untuk maju menjadi bakal calon wakil presiden mendampingi Prabowo pada pilpres 2019, Agustus 2018 lalu.

Sampai hari ini pembahasan siapa pengganti Sandi masih belum jelas. Partai-partai pengusung pasangan tersebutlah yang memiliki hak untuk menempati posisi tersebut sesuai dengan Undang-Undang No.12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kewajiban merekalah untuk memilih calon-calon kemudian diajukan untuk disetujui oleh rapat paripurna DPRD DKI Jakarta.

Siapa nyana proses yang kelihatannya sangat sederhana menjadi begitu alot dan seperti tidak menemukan tituk temu. Dua partai yang memiliki hak tersebut adalah Gerindra dan PKS. Sekondan sejati, tapi begitu dihadapkan dengan masalah pengisiin kursi Wagub ini, terkesan seperti frontal berhadap-hadapan. Berbagai upaya sudah dilakukan, namun sepertinya masih saja terjadi deadlock.

Telah terjadi bargaining politics antara dua partai tersebut yang juga berkaitan dengan posisi Sandi yang dipilih menjadi Cawapres Prabowo. Transaksi siapa dapat apa, terjadi disini. Hal ini diungkapkan oleh Presiden PKS Sohibul Imam bahwa kader merekalah yang paling berhak menduduki jabatan itu "Tetapi tentu dari PKS memberikan posisi wakil presiden, tentu mereka (Partai Gerindra) memberikan hak prioritas kepada PKS untuk menjadi wagub," tutur Sohibul saat itu.

Eit nanti dulu, tidak semudah itu, Flugoso! Itu lah kira-kira ungkapan dari Gerindra, klaim dari PKS dibantah dengan berbagai aksi oleh fungsionaris partai pimpinan Prabowo ini.Terutama Muhammad Taufik Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, yang ternyata merasa berhak juga menjadi wagub pengganti Sandi.

Gerindra sama sekali tidak tegas dalam hal ini, membuat suasana menjadi tambah panas "Iya itu (Taufik) salah satu yang dipertimbangkan, kan, dia Ketua DPD Gerindra DKI ya," kata ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria saat itu. Saling klaim terus terjadi antara keduanya. Dan sempat memanas.

PKS bersikeras kursi itu hak mereka, bahkan mereka mengancam akan mematikan mesin politiknya dalam proses kampanye pilpres 2019. Seperti yang diungkap Ketua DPD PKS DKI Jakarta Abdurahman Suhaimi "Hampir seluruh kader PKS kecewa, terutama anak-muda PKS. Kader-kader itu mengancam akan matikan mesin partai untuk Prabowo-Sandi jika janji Gerindra soal Wagub DKI tidak dipenuhi," ujarnya.

Sontak ungkapan petinggi PKS ini membuat Gerindra ciut. Mereka tahu militansi kader-kader PKS sangat tinggi, dan dapat dipastikan sabda petinggi akan diikuti bawahannya. Kursi lebih tinggi, capres-cawapres terancam. Menyadari hal itu akhirnya Gerindra  mengalah dan mempersilahkan PKS untuk mengajukan kandidatnya untuk maju jadi calon wagub.

Beres? Oh tentu saja belum, kawan. Kandidat yang diajukan PKS Ahmad Syaikhu yang sempat menjadi cawagub dalam Pilkada Gubernur Jawa Barat berpasangan Sudrajat dari Gerindra. Kemudian Agung Yulianto, dan Abdurahman Suahaimi. Penetapan 3 calon wagub tersebut tidak serta merta membuat proses ini selesai.

Gerindra berujar kali ini wakil ketua DPD Gerindra Syarif, bahwa ketiga calon dari PKS harus mampu melewati fit and proper test yang dilakukan oleh dewan pakar yang akan ditunjuk oleh mereka. "Calonnya itu bisa saya sampaikan itu bisa tiga-tiganya tidak lolos, bisa lolos bergantung malam ini," kata Syarif saat itu.

Begitu rumitnya proses pergantian wagub DKI ini membuat banyak pihak terheran-heran padahal haknya cuma oleh dimiliki oleh 2 partai yang merupakan koalisi sejati, PKS dan Gerindra. Atau ini memang dibuat rumit saja oleh Gerindra karena syahwat politik mereka ingin menguasai jabatan tersebut.

Perjalanan yang panjang dan berliku dalam penentuan cawagub DKI terus berlanjut. Tak terhitung banyaknya akrobat politik dilakukan Gerindra agar jabatan itu tidak diraih PKS, yang notebenenya merupakan pemilik sah kursi tersebut sesuai kesepakatan mereka dengan ditandatangani oleh Prabowo.

Berbagai isu kemudian menghiasi proses ini, akibat tidak jelasnya situasi yang berkembang. Bahkan isu Sandi akan kembali lagi menduduki kursi wagub terus mengeras jika dia kalah dalam pilpres 2019. 

Sementara Anies Baswedan "The Governor" kelihatannya cuma bisa pasrah menyikapi kekosongan kursi wakilnya. Tentu saja pekerja dia menjadi double, dan rasanya menangani Jakarta yang permasalahannya begitu komplek kehadiran seorang wagub sangat dibutuhkan.

Kementerian Dalam Negeri menilai dalam mengisi kosongnya kursi wagub DKI kuncinya ya ada di partai-partai pengusungnya.  "Yang penting political will saja lah dari partai pengusung dan gubernur," kata Mendagri Tjahjo Kumolo Senin,24 Juni 2019 kemarin. Dia menegaskan bahwa tidak ada batasan waktu berapa lama kursi wagub DKI harus terisi. "Namun apabila masa jabatan gubernur hanya tersisa tinggal 18 bulan lagi, kursi itu tidak dapat diisi lagi"tambahnya.

Saat ini proses pengisian kursi kosong wagub kelihatannya sudah mendekati final. 2 calon dari PKS Ahmad Syaikhu dan Agung Yulianto namanya sudah di masukan sebagai cawagub resmi dan akan diputuskan melalui sidang paripurna panitia khusus pemilihan wagub DKI. Selesaikah? Ternyata belum masih ada manuver lain dari Gerindra.  Partai ini melalui ketua Fraksinya di DPRD DKI Abdul Ghoni mengungkapkan Jika di rapat paripurna kedua jumlah anggota kembali tak kuorum, maka kedua calon dari PKS itu akan gugur, "Kalau nanti (dua calon wagub dari PKS) nggak layak jual, ya akan ada nama baru lah," ujar Abdul kemarin.

PKS kembali meradang, Abdurahman Suhaemi mengungkapkan bahwa tata tertib pemilihan cawagub DKI masih dalam pembahasan panitia khusus. Karena itu, dia justru heran dengan kemunculan opsi gugurnya calon. "Bagaimana orang sudah menyampaikan kesimpulan soal kuorum? Itu namanya kebelet," katanya.

Rasanya seperti sedang menonton sinetron jaman baheula "Tersanjung" yang tidak jelas jalan ceritanya dan entah kapan akan berakhirnya. Setiap mau selesai selalu ada intrik lain yang membuat sinetron ini tidak akan pernah berakhir.

Rakyat Jakarta butuh kepastian, butuh pejabatnya bekerja untuk kemaslahatan semuanya. Bukan dagelan politik seperti ini.

Sumber.

Kompas.com

Detik.com

Tempo.co

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun