Sudah hampir satu tahun Anies Baswedan Gubernur DKI Jakarta"menjomblo", semenjak sang wakil Sandiaga Uno mundur dari jabatannya untuk maju menjadi bakal calon wakil presiden mendampingi Prabowo pada pilpres 2019, Agustus 2018 lalu.
Sampai hari ini pembahasan siapa pengganti Sandi masih belum jelas. Partai-partai pengusung pasangan tersebutlah yang memiliki hak untuk menempati posisi tersebut sesuai dengan Undang-Undang No.12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kewajiban merekalah untuk memilih calon-calon kemudian diajukan untuk disetujui oleh rapat paripurna DPRD DKI Jakarta.
Siapa nyana proses yang kelihatannya sangat sederhana menjadi begitu alot dan seperti tidak menemukan tituk temu. Dua partai yang memiliki hak tersebut adalah Gerindra dan PKS. Sekondan sejati, tapi begitu dihadapkan dengan masalah pengisiin kursi Wagub ini, terkesan seperti frontal berhadap-hadapan. Berbagai upaya sudah dilakukan, namun sepertinya masih saja terjadi deadlock.
Telah terjadi bargaining politics antara dua partai tersebut yang juga berkaitan dengan posisi Sandi yang dipilih menjadi Cawapres Prabowo. Transaksi siapa dapat apa, terjadi disini. Hal ini diungkapkan oleh Presiden PKS Sohibul Imam bahwa kader merekalah yang paling berhak menduduki jabatan itu "Tetapi tentu dari PKS memberikan posisi wakil presiden, tentu mereka (Partai Gerindra) memberikan hak prioritas kepada PKS untuk menjadi wagub," tutur Sohibul saat itu.
Eit nanti dulu, tidak semudah itu, Flugoso! Itu lah kira-kira ungkapan dari Gerindra, klaim dari PKS dibantah dengan berbagai aksi oleh fungsionaris partai pimpinan Prabowo ini.Terutama Muhammad Taufik Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, yang ternyata merasa berhak juga menjadi wagub pengganti Sandi.
Gerindra sama sekali tidak tegas dalam hal ini, membuat suasana menjadi tambah panas "Iya itu (Taufik) salah satu yang dipertimbangkan, kan, dia Ketua DPD Gerindra DKI ya," kata ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria saat itu. Saling klaim terus terjadi antara keduanya. Dan sempat memanas.
PKS bersikeras kursi itu hak mereka, bahkan mereka mengancam akan mematikan mesin politiknya dalam proses kampanye pilpres 2019. Seperti yang diungkap Ketua DPD PKS DKI Jakarta Abdurahman Suhaimi "Hampir seluruh kader PKS kecewa, terutama anak-muda PKS. Kader-kader itu mengancam akan matikan mesin partai untuk Prabowo-Sandi jika janji Gerindra soal Wagub DKI tidak dipenuhi," ujarnya.
Sontak ungkapan petinggi PKS ini membuat Gerindra ciut. Mereka tahu militansi kader-kader PKS sangat tinggi, dan dapat dipastikan sabda petinggi akan diikuti bawahannya. Kursi lebih tinggi, capres-cawapres terancam. Menyadari hal itu akhirnya Gerindra  mengalah dan mempersilahkan PKS untuk mengajukan kandidatnya untuk maju jadi calon wagub.
Beres? Oh tentu saja belum, kawan. Kandidat yang diajukan PKS Ahmad Syaikhu yang sempat menjadi cawagub dalam Pilkada Gubernur Jawa Barat berpasangan Sudrajat dari Gerindra. Kemudian Agung Yulianto, dan Abdurahman Suahaimi. Penetapan 3 calon wagub tersebut tidak serta merta membuat proses ini selesai.
Gerindra berujar kali ini wakil ketua DPD Gerindra Syarif, bahwa ketiga calon dari PKS harus mampu melewati fit and proper test yang dilakukan oleh dewan pakar yang akan ditunjuk oleh mereka. "Calonnya itu bisa saya sampaikan itu bisa tiga-tiganya tidak lolos, bisa lolos bergantung malam ini," kata Syarif saat itu.
Begitu rumitnya proses pergantian wagub DKI ini membuat banyak pihak terheran-heran padahal haknya cuma oleh dimiliki oleh 2 partai yang merupakan koalisi sejati, PKS dan Gerindra. Atau ini memang dibuat rumit saja oleh Gerindra karena syahwat politik mereka ingin menguasai jabatan tersebut.