Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kenapa Tidak Ada (Lagi) yang Bahas Utang dan Defisit?

11 Mei 2019   15:40 Diperbarui: 12 Mei 2019   08:25 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Utang", kata yang sangat sering dibicarakan dalam setahun atau dua tahun belakangan sebelum tanggal 17 April 2019, "the Judgement day" dari rangkaian panjang pemilu serentak 2019. Isu ini digoremg kadang sampai gosong oleh kubu oposisi. 

Oh ya dan tentu saja "defisit" pun menjadi kota kasa langganan oposisi untuk menyerang pemerintah, seolah tidak ada urusan ekonomi lain di Indonesia ini selain utang dan defisit. 

Utang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kewajiban membayar kembali sesuatu yang sudah diterima. Dalam terminologi utang negara berarti kewajiban membayar kembali dana yang sudah dipakai atau pun akan dipakai untuk kegiatan pembangunan dan administrasi negara, baik di dalam negeri maupun di luar negeri secara bilateral juga multilateral.

Secara filosofi, utang merupakan salah satu cara pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan rakyat Indonesia yang sementara ini belum mampu dipenuhi oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terutama untuk mengejar ketertinggalan di bidang infrastruktur dan pembangunan sumber daya manusia (SDM). 

Itu artinya semua utang digunakan untuk sepenuhnya kesejahteraan rakyat Indonesia. Pemerintah juga memastikan bahwa setiap rupiah dari utang tersebut dipakai untuk membiayai sesuatu yang produktif, dan dilakukan dengan prudent.

Posisi utang luar negeri Indonesia hingga akhir Januari 2019, berdasarkan data Bank Indonesia utang luar negeri Indonesia mencapai US$ 383,32 miliar setara Rp 5.443,19 triliun dengan kurs Rp 14.200/dolar Amerika Serikat. Angka tersebut naik US$ 5,45 miliar (1,45%) dibanding bulan sebelumnya dan juga meningkat US$ 25,71 miliar (7,2%) dari Januari 2018 (YoY). 

Adapun utang pemerintah pada Januari 2019 meningkat 3,74% menjadi US$ 190,25 miliar (Rp 2.701,54 triliun) dari bulan yang sama tahun sebelumnya (YoY). Sementara utang swasta meningkat 10,82% menjadi US$ 193,07 miliar (Rp 2.741,64 triliun).

Secara persentase ini masih 30,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) artinya masih sangat aman dan berada jauh dibawah 60 persen pagu yang diperbolehkan oleh UU NO 17 tentang Keuangan Negara tahun 2003

Dengan proporsi utang masih di dominasi oleh Surat Berharga Negara yang memiliki expose sebesar 82,31 persen dari seluruh hutang Indonesia, sementara sisanya sebesar 17,69 persen berasal dari pinjaman dari negara lain.

Sepanjang utang negara terkelola dan dimanfaatkan dengan baik sebenernya tidak ada masalah, apalagi Indonesia masuk kedalam invesment grade country, BBB rating yang artinya Indonesia sudah memiliki standar kelaikan tempat yang aman dan nyaman untuk berinvestasi melalui portofolio maupun investasi langsung, dan ratingnya dikeluarkan oleh lembaga rating kredibel ga tanggung-tanggung 3 Lembaga Rating yang memiliki reputasi dunia dan sangat berintegritas, seperti Moody's, Fitch Rating, dan Standar and Poor's memberikan rating Invesment Grade, untuk meraih standar ini perlu 20 tahum untuk mencapainya. 

Pertanyaannya apa sih manfaat jadi negara dengan Invesment Grade Qualification?

  1. Mempermudah Indonesia dalam mendapatkan investasi asing.
  2. Investasi asing akan berlomba memasuki pasar indonesia
  3. Surat berharga yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia akan laku keras
  4. Cost of Fund surat hutang Indonesia akan lebih murah, karena yield yang ditawarkan menjadi lebih rendah dibanding non invesment grade country.

Terus kok bisa sih indonesia masuk negara dengan rating invesment grade,nih penilaian salah satu lembaga ternama Fitch Rating sehingga indonesia layak menyandang negara dengan rating Invesment Grade:

  1. Perekonomian Indonesia dapat dikatakan stabil dengan prediksi tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi sekitar 5,1% pada 2017 dan 5,4% pada 2018.
  2. Indonesia memiliki ketahanan terhadap gangguan eksternal yang mungkin menimpa negara-negara berkembang lainnya. Contoh gangguan eksternal misalnya, larinya modal asing keluar Indonesia, bencana alam, ketidakstabilan politik dalam negri dan gangguan terrorisme.
  3. Naiknya jumlah cadangan devisa Indonesia. Bank Indonesia melaporkan cadangan devisa Indonesia November 2017 tercatat USD 125,97 miliar.
  4. Defisit anggaran pemerintah pada level 2,7% dari GDP dan dipertahankan di bawah 3% dari GDP.
  5. Investasi publik mengalami momentum yang baik lewat pengeluaran infrastruktur, biaya pinjaman yang rendah dan implemetasi reformasi struktural.
  6. Risiko gagal bayar utang luar negri dari sektor perbankan masih dalam batas aman.

Tentu saja mereka melakukan penilaiannya melalui analisa yang mendalam dan komprehensif tidak ugal-ugalan. Jadi hampir bisa dapat dipastikan kondisi fundamental ekonomi indonesia dalam kondisi yang sangat baik. Walaupun masih belum sempurna tapi masih dalam koridor-koridor sangat baik. 

Masih perlu perbaikan disisi defisit transaksi berjalan misalnya, menurut data dari Bank Indonesia, neraca transaksi berjalan Indonesia kuartal I tahun 2019 mengalami defisit sebesar 6, 96 milliar U$ Dollar, setara dengan 2,6 persen terhadap PDB, lebih dalam 0,59 persen dibanding dengan kuartal yang sama tahun 2018 yang sebesar 5,19 miliar U$ Dollar. Walau angka 2,6 persen masih dibawah batas aman yaitu 3 persen berbanding PDB.

Perlu bauran kebijakan moneter dari Bank Sentral terkait suku bunga agar rupiah tetap bisa terjaga dengan baik BI menurut Gubernurnya Perry Warjiyo akan menambah likuiditas di pasar arah kebijakan likuiditas tetap kami kendorkan. Likuiditas perbankan sudah kami lakukan injeksi melalui operasi moneter. 

Secara keseluruhan kondisi likuiditas perbankan masih cukup. Kebijakan likuiditas kami arahkan pro-growth," terangnya. Ini dilakukan untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi melalui ekspor sekaligus diharapkan bisa menekan Current Account Defisit (CAD).

Tapi semua fakta dan data yang diuraikan itu tidak berarti apapun bagi oposisi, opini mereka tentang ekonomi Indonesia seluruhnya buruk bahkan ada saat dimana Capresnya melontarkan ujaran yang sangat tidak pantas terkait utang dan Kemenkeu yang merupakan pelaksana dan pengatur keuangan negara di Indonesia "Menurut saya, jangan disebut lagi Menteri Keuangan, tapi mungkin Menteri Pencetak Utang," ujar Prabowo.

@gamal_albinsaid
@gamal_albinsaid
Utang dan defisit menjadi isu yang sangat sexy bagi oposisi dalam rangka memojokan pemerintah demi kepentingan Pilpres yang waktu sedang dalam masa kampanye. Mereka banyak sekali melakukan miss leading data terkait utang kadang kalau bagi mereka yang agak memahami ekonomi. 

Lucu aja, demi kekuasaan tega membohongi publik dengan cara seperti itu sebagai contoh salah seorang juru bicara BPN seorang dokter umum tapi merasa lebih ekonom dari seorang ekonom membandingkan utang pemerintah Jokowi dengan pemerintah-pemerintah sebelumnya minus Presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono.

Kemudian akibatnya loncatan data dari masa pemerintahan Megawati ke Jokowi angkanya menjadi sangat extrem bedanya dari Rp. 1.298 trliun di zaman pemerintah Megawati menjadi Rp. 4.395,9 triliun, padahal di tengah-tengah antara dua pemerintahan itu ada pemerintahan SBY selama 2 periode, inilah salah satu cara dari oposisi dalam hal ini penantang dalam pilpres dalam melakukan politisasi isu utang demi kekuasaan.

@gamal_albinsaid
@gamal_albinsaid
Utang BUMN pun di goreng dengan cara miss leading seperti ini dimana dana pihak ketiga (DPK) pada BUMN perbankan dibikin sebagai utang oleh dokter ini, padahal semua tahu, itu bukan utang. Kondisi ini terus terjadi sampai tanggal 17 April, memojokan capaian ekonomi pemerintah, dengan cara yang kurang bermartabat. 

Dan sekarang kata 'UTANG" setelah pemungutan suara selesai, tidak terdengar lagi, semakin nyata utang pemerintah cuma jadi jualan buat kepentingan Pilpres saja, bukan tulus concern terhadap kondisi ekonomi negara. Kalo kata orang sunda "Jep Jempling Siga Gaang Katincak.

Sumber: Kemenkeu.go.id | BI.go.id |  CNBC Indonesia | Tribunnews | Kompas.com | Kumparan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun