Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kenaikan PPN, Ditelan Ibu Mati, Diluah Mati Bapak

23 Desember 2024   10:24 Diperbarui: 23 Desember 2024   20:33 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

International Monetary Fund (IMF) berpandangan jika Indonesia ingin keluar dari jebakan kelas menengah atau middle income trap maka tax ratio-nya minimal harus di atas 12,88 persen.

Artinya tak ada pilihan lagi bagi pemerintah kecuali mencari cara agar tax ratio Indonesia naik, salah satunya dengan menaikan tax rate atau tarif pajak.

Meskipun manaikan tarif pajak bukan satu-satunya cara, ada cara lain, misalnya dengan ekstensifikasi perpajakan, memperluas jumlah wajib pajak dengan menggunakan pendekatan tax administration.

Namun menaikan tarif pajak merupakan cara paling mudah dan dampaknya akan langsung mendorong tax ratio menjadi naik, terlepas dari besarannya, siapapun Pemerintahannya at the end memang harus menaikan tarif pajak.

Daya Beli Masyarakat Melemah

Sayangnya, situasi kurang berpihak kepada kita, di tengah rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen, perekonomian Indonesia seperti yang terlihat dari berbagai indikator ekonomi, menunjukan pelemahan daya beli, sehingga jika tak disikapi secara tepat akan membawa ekonomi Indonesia menuju kondisi "tidak baik-baik saja."

Berdasarkan catatan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), paling tidak ada lima indikator yang menunjukan daya beli masyarakat memang sedang tidak baik-baik saja. Deflasi yang terus terjadi selama 5 bulan beruntun, angka Purchasing Manager Index (PMI) masuk ke dalam zona kontraksi di angka 49,2 sejak bulan Juli 2024.

Kemudian penurunan peserta BPJS Ketenagakerjaan, mengutip Tempo, berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan periode Januari 2023-Mei 2024, ada penurunan tren peserta aktif sebesar 4,27 persen di sektor garmen dan pakaian jadi. 

Penurunan ini menurut INDEF karena terjadi PHK. Dengan adanya PHK ini maka daya beli masyarakat akan drop karena mereka tak lagi memiliki penghasilan.

Indikator lain, adalah menyusutnya tabungan kelas menengah seperti yang disampaikan oleh Lembaga penjamin Simpanan (LPS). Artinya, tabungan kelas menengah habis tergerus untuk kebutuhan konsumsi.

Dalam pandangan sebagian besar masyarakat dan para ahli ekonomi, di titik inilah pertimbangan bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen sebaiknya ditunda atau dibatalkan muncul.

Mungkin, seandainya perekonomian Indonesia lagi "asyik" yang ditandai dengan daya beli masyarakat dalam posisi naik, atau paling tidak terjaga stabil, dan indikator ekonomi positif, kenaikan PPN tak akan terlalu banyak dipermasalahkan.

Kelindan Berbagai Isu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun