Selain itu untuk mengantisipasi kemungkinan adanya dampak dari kenaikan PPN tersebut, Pemerintah akan menggelontorkan berbagai insentif dan bantuan sosial berupa beras 10 kilo selama 2 bulan kepada kelompok masyarakat desil 1,2,dan 3.Â
Potongan tarif listrik sebesar 50 persen bagi pelanggan yang menggunakan daya listrik hingga 2.200VA, juga dengan durasi yang sama.
Kemudian ada berbagai insentif lain berupa paket stimulus ekonomi diantaranya untuk sektor manufaktur padat karya dan DTP 1 persen dari PPN 12 persen untuk Barang Kebutuhan Pokok dan Penting (Bapokting) seperti tepung terigu, minyak kita, dan gula industri sehingga tarif PPN-nya tetap 11 persen.
Pembelian rumah berharga maksimal Rp5 miliar, serta untuk kendaraan listrik. Seluruh insentif itu nilainya mencapai Rp265,5 triliun.
Sampai titik ini, kebijakan yang disebut Pemerintah sebagai Paket Stimulus Ekonomi 2025 tersebut tampak baik dan melegakan, seolah memang menggambarkan azas keadilan dan gotong royong.
Pertanyaan Untuk Pemerintah
Namun ada beberapa hal yang perlu dijelaskan Pemerintah, seperti misalnya penggunaan terminologi "premium"yang sangat mungkin multitafsir
Pemerintah perlu memberikan definisi yang lebih jelas mengenai kriteria "premium" untuk beras dan buah-buahan. Misalnya, apakah berdasarkan harga jual per kilogram, merek tertentu, atau kualitas produk?
Ini harus jelas dan rinci, karena jika tidak, setiap pihak bisa menafsirkannya berbeda-beda dan akan menyulitkan kerja di lapangan.
Kenaikan PPN khusus barang mewah dan premium akan menambah ketidakpastian bagi dunia usaha.
Selain itu, mengenai waktu penerapannya, apakah kenaikan PPN 12 persen khusus barang mewah tersebut akan bersifat permanen hingga ada aturan perpajakan baru dikeluarkan
Atau temporer, perlahan tapi pasti tarif PPN 12 persen akan mencakup seluruh barang yang ditransaksikan di wilayah Indonesia, tak terbatas hanya barang mewah atau premium saja?