Pemerintahan Presiden Prabowo berkeinginan mengejar pajak dari underground economy atau ekonomi bawah tanah, dengan tujuan menggali berbagai sumber pendapatan negara baru.
Dari kegiatan underground economy tersebut, ada potensi penerimaan negara hingga sebesar Rp600 triliun.
Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu menyatakan bahwa pihaknya akan mulai membidik pajak dari kegiatan ekonomi tersebut demi menambah penerimaan negara
"Kita membuka mata bahwa sebenarnya banyak underground economy yang tidak teregister, tidak ter-record, dan tidak bayar pajak. Jadi yang kita ambil itu," ujar Anggito, seperti dilansir CNN Indonesia.
Sebelumnya, Hashim Djojohadikusumo, adik Presiden Prabowo  menyebutkan bahwa Anggito ditugaskan khusus oleh Presiden untuk mengumpulkan Rp300 hingga Rp600 triliun le kas negara dari sumber yang selama ini belum masuk ke dalam struktur keuangan negara yang tercermin pada perhitungan Produk Domestik Bruto.
Pengertian Underground Economy
Underground economy memiliki banyak pengertian, tetapi secara umum, seperti diuraikan Britannica Money, ekonomi bawah tanah merujuk pada segala aktivitas ekonomi yang tidak dilaporkan pada Pemerintah. Dengan kata lain, aktivitas ini berada di luar pengawasan pajak dan regulasi.
Namun demikian, bukan berarti seluruh kegiatan underground economy itu ilegal atau kegiatan melanggar hukum seperti perjudian, prostitusi, perdagangan narkoba, penyelundupan, pemalsuan, atau perdagangan orang.
Menurut Edgar L. Feige dalam Jurnal Freiser Institute bertajuk "The Underground Economy: Global Evidence of its Size and Impact," terdapat tiga klasifikasi aktivitas legal yang termasuk dalam underground economy yaitu:
Unreported Economy Pendapatan yang tidak dilaporkan kepada otoritas pajak dengan tujuan penghindaran pajak.
Unrecorded Economy: Pendapatan yang seharusnya tercatat dalam statistik pemerintah tetapi tidak tercatat, menyebabkan perbedaan jumlah pendapatan atau pengeluaran yang tercatat dalam sistem akuntansi pemerintah dengan nilai yang sesungguhnya.
Informal Economy: Pendapatan yang diperoleh para pelaku ekonomi secara informal, kemungkinan besar tanpa izin dari pemerintah, perjanjian kerja, atau catatan keuangan formal
Pendekatan Terhadap Praktik Underground Economy.
Gagasan memasukan ekonomi bawah tanag ke dalam struktur keuangan negara dalam bentuk pungutan pajak bukanlah barang baru.
Pemerintahan Jokowi dan Pemerintahan sebelumnya juga telah mencoba melakukan hal ini,namun tak pernah bisa direalisasikan lantaran dalam paraktiknya sangat sulit dilakukanÂ
Betul, underground economy itu skalanya cukup besar dan secara sosial ekonomi memiliki dampak negatif, termasuk potensi pajak yang hilang, sehingga tak dapat diabaikan begitu saja.
Namun, sebelum ekonomi bawah tanah yang dianggap sebagai harta karun ini bisa digarap, perlu disepakati terlebih dahulu cakupan dari underground economy tersebut.
Statistik Underground Economy
Mengukur secara akurat volume ekonomi bawah tanah secara keseluruhan sangat sulit, karena underground economy tidak tunduk pada pengawasan Pemerintah manapun.
Oleh karena, aktivitas ekonomi tersebut tidak mencatatkan laporan pajak maupun statistik resmi.Â
Akan tetapi melalui pelacakan dan penelitian yang dilakukan oleh lembaga ekonomi dunia, diantaranya dilakukan oleh International Monetary Fund (IMF), yang hasil studinya diterbitkan pada tahun 2018, ditemukan bahwa volume rata-rata undergound economy di seluruh negara-negara di dunia sebesar 31,9 persen dari PDB.
Sementara, volume ekonomi bawah tanah di negara-negara maju diperkirakan sebesar 15-20 persen. Sedangkan di negara berkembang volumenya mencapai dua kali lipat lebih besar.
Untuk Indonesia, menurut penelitian Bank Dunia berdasarkan data tahun 2013, volume ekonomi bawah tanahnya berada dikisaran 19 persen dari PDB.
Undergound Economy Indonesia.
Meskipun aktivitas legal juga merupakan bagian dari underground economy di Indonesia, potensi menggali pendapatan negara justru datang dari aktivitas yang selama ini dianggap ilegal seperti perjudian, penyelundupan, pemalsuan dan prostitusi.
Seandainya pemerintah berminat memonetasi aktivitas ilegal tersebut melalui pajak, berarti ada banyak sekali aturan yang harus diubah, dan besar kemungkinan akan bertabrakan dengan kebijakan lainnya, karena harus melegalkan sesuatu yang sebelumnya dianggap ilegal.
Tanpa legalisasi ya Pemerintah tak akan dapat memungut pajaknya.
Pertanyaannya kemudian, apakah mungkin atau lebih tepatnya "berani" Â Pemerintah Prabowo melegalkan aktivitas perjudian dan prostitusi?
Apabila mengacu pada posisi socio, kultural, dan spritual bangsa Indonesia saat ini, rasanya mustahil, siapapun Pemerintah di negeri ini untuk melegalkan judi dan prostitusi secara resmi dan terbuka, bisa di demo berjilid-jilid.
Dengan dasar itu, paling mungkin dilakukan Pemerintah untuk bermain di wilayah ekonomi bawah tanah yang bersifat legal seperti unreported economy, unrecorded economy, dan informal economy.
Faktanya, menurut catatan BPS per Februari 2024, ekonomi Indonesia memang di dominasi oleh sektor informal, tak kurang 59,31 persen pekerja di Indonesia bekerja di sektor ini, dan tak pernah tersentuh pajak.
Sektor informal bisa sangat dominan dalam perekonomian Indonesia, salah satunya karen berbelit-belitnya administrasi pajak di Indonesia dan tarifnya yang dianggap cukup mahal.Â
Ketika pajak dianggap merepotkan dan memberatkan di sisi finansial, banyak pihak atau bisnis lebih memilih untuk tidak melaporkan pendapatannya agar terhindar dari kewajibannya untuk membayar pajak.
Selain itu, birokrasi yang rumit dan korupsi juga menjadi faktor pendorong.
Bayangkan jika untuk memulai sebuah usaha kecil saja harus menghadapi prosedur yang panjang dan berbelit-belit, tentu banyak orang yang akan memilih cara yang lebih mudah, yaitu beroperasi secara informal.
Dampak Underground Economy.
Dampak dari suburnya praktik ekonomi bawah tanah sangat luas, tak hanya merugikan negara karena pada akhirnya akan merugikan masyarakat secara leseluruhan.
Pertama, potensi negara untuk mendapatkan pajak bakal menguap. Pendapatan negara yang seharusnya bisa dipergunakan  untuk membiayai pembangunan hilang begitu saja.
Kedua, data ekonomi terdistorsi menjadi tidak akurat karena banyak aktivitas ekonomi tidak tercatat alhasil dalam membuat Pemerintah sulit membuat kebijakan yang tepat.
Ketiga, kesenjangan sosial semakin menganga karena orang yang terlibat praktik ekonomi bawah tanah seringkali tidak memiliki akses terhadap perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan apalagi jaminan pensiun.
Solusi Mengatasi Underground Economy
Untuk mengatasi masalah ekonomi bawah tanah, Pemerintah perlu melakukan berbagai upaya seperti menyederhanakan prosedur perizinan berusaha, menurunkan tarif pajak alih-alih menaikannya seperti rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen.
Selain itu perkuat dan pertegas penegakan hukum untuk memberikan efek jera kepada pelaku ekonomi bawah tanah ilegal.
Namun yang paling penting adalah menciptakan iklim usaha yang kondusif, sehingga masyarakat lebih tertarik untuk menjalankan usahanya secara formal  dan sosialisasi serta edukasi yang masif terkait hal ini harus terus dilakukan
Penutup
Mengejar pajak dari underground  economy merupakan upaya ambisius yang dihadapkan pada berbagai tantangan kompleks.Â
Mulai dari identifikasi dan pelacakan aktivitas yang sulit hingga mengubah perilaku pelaku ekonomi yang sudah terbiasa beroperasi di luar sistem formal.Â
Namun, potensi pendapatan yang sangat besar dari sektor ini tidak dapat diabaikan. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah perlu menerapkan pendekatan yang komprehensif, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dan berfokus pada penyederhanaan birokrasi, penegakan hukum yang efektif, serta peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar pajak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H