Selain mengacu kepada definisi-definisi seperti ini, dalam menentukan suatu barang itu mewah atau bukan sehingga bisa terkena pajak, umumnya Pemerintah akan menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebijakan fiskal yang akan atau sedang berjalan.
Sebagai contoh, mungkin saja perangkat telepon seluler di masa tahun 2000-an hingga pertengahan dekade lalu, bisa dikategorikan sebagai barang mewah, tetapi tidak bisa dikategorikan demikian untuk saat ini, di mana era teknologi sudah merambah ke semua bidang, sehingga penggunaannya sudah seperti keniscayaan, tak ada lagi nilai lebih dari fungsinya.
Namun demikian, bisa saja argumen ini diinterpretasikan berbeda oleh pihak lain, terutama pemerintah sebagai pemungut pajak.Â
Nah, jika benar "konsep kenaikan PPN" ini yang akan dilaksanakan, untuk menghindari multitafsir tentang kategori "mewah," ada baiknya Pemerintah mengatur secara rigid dan menerangkan serta menuliskannya dengan jelas barang-barang mewah apa saja yang terkena kenaikan PPN 12 persen.
Dan ditegaskan pula, "di luar barang-barang yang disebutkan dalam aturan tersebut, maka tarif PPN-nya tetap 11 persen."
Karena aturan yang menegaskan klasifikasi barang mewah tersebut tak ada dalam Undang-Undang HPP, lazimnya, mengacu pada hirarki aturan di Indonesia, akan menggunakan semacam petunjuk pelaksanaan sebuah undang-undang yang diatur dalam peraturan pemerintah atau peraturan menteri, sepertinya dalam konteks pajak akan menggunakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Harapan Kepada Pemerintah
Sebenarnya kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen dengan menggunakan skema apapun, tak dikehendaki oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, mulai dari pengusaha besar, UMKM atau rakyat jelata seperti saya, mengingat kondisi ekonomi saat ini tidak baik-baik saja, berbagai indikator ekonomi menunjukan hal itu.
Sebagian besar kondisi ekonomi masyarakat Indonesia terutama kelas menengah dan masyarakat kecil ini "tongpes," ketika dibebani lagi dengan kenaikan PPN, ya bakal semakin kempes lah kantong kita.
Menurut Adhi S. Lukman Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GPMMI), seperti yang dilansir CNNIndonesia, Kenaikan 1 persen PPN akan berpengaruh langsung ke harga makanan dan minuman yang di jual di pasar, nilainya kenaikannya bisa mencapai 2-3 persen.
Itu hanya salah satu contohnya saja, ada banyak lagi keberatan yang disampaikan oleh berbagai kalangan.
Pemerintah sejatinya tahu benar keberatan-keberatan dari masyarakat berserta beragam argumen terkait kenaikan PPN ini, tapi agak aneh mereka bersikeras untuk tetap menaikan PPN, meski coba diakali dengan berbagai skema yang nantinya menjadi seperti jalan tengah untuk mencari titik keseimbangan, daya beli masyarakat tetap terjaga, kondisi dunia usaha stabil, tapi penerimaan negara tetap sehat.