Psikologis pun ikut terpengaruh. Rasa ketidakadilan mungkin muncul, terutama jika mereka melihat kelompok masyarakat tertentu masih menikmati subsidi energi dengan harga yang lebih murah.Â
Mereka mungkin merasa bahwa kontribusi mereka selama ini dalam pembangunan tidak dihargai. Jika kejadiannya seperti ini, potensi gejolak sosial yang bisa merembet pada sebuah krisik politik potensial terjadi.
Harus diingat, struktur demografi di Indonesia secara status sosial dan ekonomi didominasi oleh kelas menengah.
Data Badan Pusat Statistik menunjukan, pada tahun 2024 ini, total masyarakat kelas menengah dan menuju kelas menengah mencapai 185 juta jiwa.
Kelas menengah dan menuju kelas menengah merupakan bantalan perekonomian nasional. Jumlah dan konsumsi kedua kelas ini mencapai 66,35% dan 81,49% dari total penduduk dan konsumsi nasional.
Jika kelas menengah terus "diganggu" bukan tidak mungkin mereka akan memilih untuk "bergerak".
Sisi Positif dari Pergeseran Pola Subsidi Energi
Namun dibalik dampak negatif, ada juga sisi positifnya. Pergeseran subsidi energi akan mendorong kelas menengah untuk lebih bijak dalam menggunakan energi.Â
Mereka akan lebih peduli terhadap efisiensi energi dan mencari alternatif sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
Dalam jangka panjang, perubahan ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan.Â
Dengan mengurangi subsidi yang tidak tepat sasaran, pemerintah dapat mengalokasikan anggaran untuk sektor-sektor lain yang lebih produktif, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Catatan untuk Pemerintah
Tetapi sisi positif tersebut, dapat berlangsung apabila Pemerintah melakukan beberapa hal sebelum skema pergeseran subsidi energi ini diimplementasikan, diantaranya: