Menurut hasil survei terbaru yang dilakukan Kementerian Perhubungan pendapatan rata-rata driver ojol sebesar Rp3,5 juta per bulan.
Nilai pendapatan sebesar itu, hampir sama dengan pengeluaran operasional para pengemudi ojek online.
Artinya, ketika ojol tak diperkenankan lagi "meneguk" BBM bersubsidi, biaya operasional mereka akan jauh lebih tinggi dibandingkan pemdapatannya.
Apabila itu yang terjadi, mungkin mereka akan memilih menghentikan kegiatannya dan menganggur.
Akibatnya angka pengangguran terbuka akan meledak, daya beli masyarakat akan terus melemah, dan ekonomi nasionalnya pun akan terjerembab lebih dalam lagi.
Dampak Terhadap Kelas Menengah
Belum lagi jika kita berbicara efek dari pergeseran subsidi ini ke kelas menengah. Mereka merupakan pihak yang akan paling terdampak pergeseran skema subsidi energi.
Mereka bukan kelompok miskin yang akan menjadi target bantuan sosial, namun juga bukan kelompok kaya yang tak terlalu merasakan dampak kenaikan harga akibat pergeseran pola subsidi energi tersebut.
Suka atau tidak, diakui ataupun tidak, pergeseran skema subsidi energi ini akan dirasakan sebagai kenaikan harga energi oleh seluruh masyarakat, terutama kelas menengah.
Kondisi ini memaksa mereka mengeluarkan uang lebih banyak untuk menutup biaya hidupnya. Hal ini akan mengerus daya beli kelas menengah. Uang yang sebelumnya dialokasikan untuk kebutuhan lain, kini harus dialihkan untuk membayar tagihan energi yang membengkak.
Dampaknya tidak berhenti sampai di situ. Perubahan gaya hidup pun tak terelakkan. Untuk menghemat pengeluaran, banyak di antara kelas menengah yang akan mengurangi penggunaan energi.Â
Misalnya, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, lebih sering menggunakan transportasi umum, atau beralih ke peralatan elektronik yang lebih hemat energi.