Untuk menutup gap itu, Pemerintah perlu menaikan Tax Ratio, meningkatkan produktifitas melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia, pembangunan infrstruktur, dan perbaikan tata kelola.
Selain itu, Indonesia juga butuh investasi langsung pada industri-industri yang berorientasi ekspor.
Terbatasnya Ruang Fiskal dan Kelas Menengah
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja belum cukup, tantangan lain yang harus dihadapi Pemerintahan Prabowo agar Indonesia bisa lolos dari jebakan pendapatan menengah adalah terbatasnya ruang fiskal akibat tingginya rasio pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor atau debt to service ratio(DSR) yang pada triwulan II 2024 volumenya mencapai 16,63 persen, kondisi ini mengurangi alokasi dana untuk pembangunan dan perlindungan sosial.
Faktor internal lain, yang menjadi tantangan bagi Pemerintahan Prabowo ialah masalah yang berhubungan dengan menurunnya jumlah kelas menengah Indonesia, yang merupakan salah satu roda penggerak ekonomi nasionalÂ
Menurut data BPS Jumlah kelas menangah kelas menengah Indonesia pada tahun 2023 hanya tinggal 17 persen turun dibandingkan tahun 2018 yang jumlahnya mencapai 23,4 persen dari jumlah total penduduk Indonesia,Â
Untuk mengatasinya pemerintah mungkin bisa memperluas cakupan perlindungan sosial, serta menciptakan lapamgan kerja formal dengan pendapatan yang layak.
Investasi di bidang, manufaktur, ndustri kreatif dan pariwisata bisa menjadi alternatif bagi penciptaan kelas menengah. Dan terakhir meningkatkan produktivitas dan daya saing sektor manufaktur dan UMKM
Efisiensi dan Produktivitas
Sederhananya, "mesin" ekonomi Indonesia saat ini belum mampu bekerja secara maksiimal. Efisiensi investasi masih perlu ditingkatkan agar setiap investasi yang dilakukan dapat menghasilkan "tenaga dorong" yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi.
Ibarat mesin kapal yang masih boros bahan bakar, Indonesia perlu melakukan perbaikan dan peningkatan agar investasi yang dilakukan lebih efektif dan efisien.
Tantangan lainnya adalah "beban muatan" yang cukup berat. Tingginya rasio pembayaran utang membatasi kemampuan pemerintah untuk "menambah bahan bakar" atau "memperbaiki mesin" ekonomi.
Ibarat kapal yang membawa muatan berlebih, Indonesia perlu mengurangi beban utang agar lebih leluasa dalam menggerakkan roda perekonomian.