Era baru kehidupan modern memunculkan banyak istilah berkaitan dengan gaya hidup dan pengelolaan keuangan yang sebelumnya tak pernah ada, meskipun sejatinya pola perilaku seperti yang digambarkan dalam istilah itu sudah berlangsung sebelumnya.
Beberapa contoh istilah baru tersebut misalnya frugal living, mencerminkan gaya hidup yang menekankan pada kesadaran dan kebijaksanaan dalam mengelola keuangan, dengan fokus untuk memaksimalkan nilai dari setiap rupiah yang dibelanjakan.
Kemudian ada istilah lain, YOLO (you only life once) hidup itu hanya sekali katanya, jadi sah-sah saja kalau berbelanja secara impulsif yang didorong oleh keinginan untuk menikmati hidup saat ini tanpa memikirkan konsekuensi keuangan di masa depan.
Belakangan muncul lagi istilah "Doom Spending" meskipun belum ada definisi bakunya. Istilah mutakhir ini, menurut sejumlah sumber informasi, secara umum merujuk pada perilaku belanja yang dipicu oleh perasaan cemas, takut, atau putus asa tentang masa depan.
Apa Itu Doom Spending?
Pemicu dari kecemasan dan ketakutan bisa jadi ketidakpastian ekonomi seperti maraknya PHK, tingginya inflasi, ketakutan akan resesi atau ketidakstabilan ekonomi lainnya yang mendorong individu untuk membelanjakan uang mereka sekarang, sebelum nilainya turun atau sebelum mereka kehilangan pekerjaan.
Kecemasan akan situasi geopolitik di dunia yang kian memanas, perang Rusia-Ukraina tak kelar-kelar, situasi di kawasan Timur Tengah konfliknya kian meluas, yang tadinya hanya Israel vs Palestina, sekarang melibatkan Iran dan Lebanon. Untuk membilas kecemasan itu, Â bagi mereka, belanja tak tentu arah adalah jawabannya
Perubahan iklim disebutkan juga sebagai salah satu pemicu laku "doom spending" bisa terjadi, justifikasinya, mumpung masih bisa menikmati Bumi yang relatif masih nyaman untuk ditempati, so, shop till drops
Atau mereka tidak puas dengan achievement dalam hidupnya dan terjebak dalam situasi membosankan, kondisi ini dapat mendorong individu untuk mencari pelarian melalui belanja.
Menariknya, konon katanya, pelaku "doom spending", setelah belanja secara impulsif, yang cenderung memprioritaskan pada kepuasan instan, akan merasa bersalah, menyesal, dan bahkan malu atas keputusan mereka.
Tak heran jika dampak "doom spending," alih-alih menyehatkan mental malah memperkeruh situasi yang pada akhirnya dapat memperburuk kecemasan dan depresi.
Belum lagi, jika berbicara masalah keuangannya, shop till drop pasti cost your fortune a lot kan, iya kalau punya sumber pendapatan besar, kalau tidak, ya dibiayai utang seperti menggunakan pay later, kartu kredit atau bahkan pinjol, alhasil kondisi keuangan mereka ya pasti luar biasa messy.
And you know what, karena "doom spending" itu merupakan belanja impulsif yang melibatkan pembelian barang-barang yang tidak dibutuhkan, ujungnya akan berkontribusi pada konsumsi berlebihan dan menciptakan limbah yang tidak baik untuk lingkungan.
Mengelola Doom Spending dengan Bijak
Di titik inilah, dibutuhkan elan yang berhubungan dengan literasi keuangan. Sadari bahwa berbagai kecemasan tadi, sebenarnya bisa diatasi dengan baik, terutama yang berkaitan dengan kondisi keuangan di masa depan, melalui pengelolaan keuangan yang lebih bijak misalnya dengan cara berinvestasi atau menabung.
Andai hasrat berbelanja kian membuncah memenuhi pikiran, gunakan three days rule. Pikir kembali selama tiga hari sebelum memutuskan untuk berbelanja sesuatu.
"Gunakan metode three days rule, agar kita bisa mengontrol nafsu belanja kita" ujar Grani Ayuningtyas, Analis Senior Deputi Direktur Pelaksana Edukasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Peluncuran ORI026 dan Kegiatan Literai Keuangan (Like It) Â di Bogor, Senin 30 September 2024 kemarin.
Mungkin akan lebih baik, jika kita merencanakan pengeluaran dan mematuhi anggaran tersebut. Termasuk merencanakan investasi dengan penuh kesadaran.
Salah satu hal yang dapat menjadi pijakan agar kecemasan-kecemasan yang menimbulkan "doom spending" tadi bisa di atasi adalah dengan cara berinvestasi, bukan berbelanja secara impulsif.
Menghindari Jebakan Doom Investing
Namun, dalam berinvestasi jangan pula terjebak pada situasi "doom investing"Â yang merujuk pada pola investasi yang didorong oleh rasa takut dan kepanikan akan masa depan, bukan oleh strategi yang rasional dan terencana.
Contoh "Doom Investing,"adalah perilaku FOMO (fear of missing out), terburu-buru  berinvestasi pada aset yang sedang naik daun tanpa melakukan riset yang memadai, karena takut ketinggalan kesempatan.Â
Ini bisa dianggap sebagai bentuk "doom investing" karena didorong oleh rasa takut dan kecemasan
Nah oleh sebab itu, apabila kita berniat untuk berinvestasi, pastikan dulu bahwa instrumen investasi tersebut legal dan logis.
Legal artinya, terdaftar dan diawasi oleh otoritas terkait, kemudian logis, imbal hasil atau bunga yang ditawarkannya masuk akal.
Cara mengetahui sebuah instrumen investasi masuk akal atau tidak bandingkan dengan instrumen-instrumen keuangan yang sudah ada seperti deposito perbankan atau produk investasi lain yang sudah terjamin legalitasnya.
Selain itu, sebelum berinvestasi kita juga harus mengenali profil diri, apakah seorang yang konservatif menghindari risiko sebesar apapun, moderat bisa menerima risiko tapi tak terlalu tinggi, atau seorang risk taker yang agresif risiko sebesar apapun akan ditempuh asal cuannya menyala.
Ingat dalam berinvestasi itu ada hukum besi yang mengatakan "high yield, hign risk" semakin tinggi imbal hasilnya, maka semakin tinggi pula risikonya.
Seperti halnya "doom spending"Â perilaku "doom investing" investasi yang didorong oleh emosi cenderung menghasilkan kerugian finansial serta memperburuk kecemasan dan stress yang niat awalnya ingin dihindari.
ORI026: Solusi Investasi di Tengah Ketidakpastian
Namun, di balik awan gelap ketidakpastian, muncul secercah cahaya bernama ORI026. Instrumen keuangan fixed income khusus untuk investor domestik yang masa penawarannya baru saja dibuka, pada 30 September 2024 hingga ditutup 24 Oktober 2024 mendatang.
Mengapa ORI026 menjadi solusi?
Lewat Teori Prospek yang dikembangkan oleh Daniel Kahneman dan Amos Tversky, dijelaskan bagaimana individu membuat keputusan dalam situasi yang melibatkan risiko dan ketidakpastian.Â
Teori ini menekankan bahwa manusia cenderung menghindari risiko ketika dihadapkan pada potensi keuntungan, tetapi lebih berani mengambil risiko ketika dihadapkan pada potensi kerugian.Â
Dalam konteks doom spending, individu terjebak dalam "domain kerugian" karena dihantui kecemasan akan masa depan. ORI026, dengan kupon tetap yang menarik, 6,3 persen untuk ORI026T3 bertenor 3 tahun dan 6,4 persen untuk ORI026T6 dengan tenor 6 tahun serta dijamin sepenuhnya oleh negara, membalikkan keadaan dengan menawarkan "domain keuntungan".Â
Keuntungan yang pasti dan terukur ini meredam dorongan doom spending dan mendorong perilaku berinvestasi yang sehat.
Dalam kaitannya dengan doom investing, individu terjebak dalam jebakan "high risk, high return" yang sebenarnya tidak rasional. ORI026, dengan profil risiko rendah dan return stabil, memberikan nilai harapan yang lebih baik dalam jangka panjang.Â
Hal ini sejalan dengan pendekatan menggunakan teori utilitas harapan yang menyatakan bahwa individu akan memilih tindakan yang memberikan nilai harapan tertinggi.Â
Dengan demikian, instrumen keuangan semacam ORI026 bisa lah disebut investasi yang menenangkan di tengah ketidakpastian.
ORI026 bukan hanya instrumen investasi, tetapi juga solusi finansial yang memberdayakan. Ia mendorong individu untuk mengelola keuangan dengan bijak, meredam kecemasan, dan membangun masa depan yang lebih baik.
ORI026 adalah bukti nyata bahwa investasi yang cerdas tidak selalu tentang mengejar keuntungan maksimal, tetapi juga tentang menjaga keseimbangan, mengelola risiko, dan mencapai tujuan finansial secara berkelanjutan.
Di tengah badai ketidakpastian ekonomi dan geopolitik global, muncul sebuah fenomena menarik yang disebut "doom spending".Â
Didorong oleh rasa cemas dan takut akan masa depan yang suram, individu terjerumus dalam pusaran konsumsi impulsif,  mencari pelarian sesaat dari  kegelisahan yang  menghantui.
Namun, alih-alih  menenangkan,  "doom spending" justru  menjerat  mereka  dalam lingkaran setan keuangan  yang  semakin membuat frustasi. Â
Dengan  instrumen investasi semacam ORI026, kita diajak  untuk mentransformasi  kecemasan menjadi  langkah bijak, mengendalikan impuls konsumtif,  dan membangun  fondasi  keuangan yang  kokoh demi masa depan yang lebih tenang dan sejahtera
https://www.djppr.kemenkeu.go.id/sbnritel
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H