Secara umum, "Money Monster" mampu menjadi tontonan yang cukup menghibur, penuh ketegangan, tetapi dalam saat bersamaan memberikan asupan pengetahuan yang cukup serius di dunia investasi.Â
Dalam bahasa sang Sutradara, Jodie Foster, "Film ini adalah film 'popcorn' yang bisa dinikmati siapa pun, namun memaksa kita belajar sesuatu yang rumit."
Alur ceritanya berjalan cukup cepat, dengan plot ketegangan yang konstan, membuat penonton tetap terlibat sepanjang cerita.Â
Penyutradaraan Jodie Foster yang cekatan dan skenario yang cerdas membuat "Money Monster" menjadi tontonan yang menarik dan menggugah pikiran.Â
George Clooney memberikan penampilan yang karismatik sebagai Lee Gates, seorang pria yang harus menghadapi konsekuensi dari tindakannya di depan mata publik. Julia Roberts juga brilian sebagai Patty Fenn, produser yang tenang dan kompeten yang berusaha mengendalikan situasi.
Film ini, dalam perspektif saya, menyoroti tiga hal penting yang berkaitan dengan isu di dunia pasar keuangan.Â
Pertama, tentang kurangnya transparansi dan akuntabilitas di pasar keuangan. Investor seperti Kyle seringkali dibutakan oleh janji keuntungan besar tanpa memahami risiko yang sebenarnya. "Money Monster" menunjukkan bagaimana praktik bisnis yang tidak etis dapat disembunyikan di balik jargon keuangan yang rumit.
Kedua, praktik manipulasi pasar yang di dunia nyata memang kerap terjadi. Film ini menunjukkan bagaimana algoritma perdagangan dapat dimanfaatkan untuk menciptakan ilusi permintaan, menaikkan harga saham secara artifisial, dan kemudian menyebabkan kerugian besar bagi investor yang tidak waspada.
Dan terakhir, peran media dalam mempromosikan investasi yang berisiko. Lee Gates, meskipun karismatik dan menghibur, pada dasarnya adalah seorang salesman yang menjual saran investasi tanpa melakukan uji tuntas yang memadai.Â
Film ini mempertanyakan tanggung jawab media untuk memberikan informasi yang akurat dan seimbang kepada publik.Â
Isu media seperti ini juga relevan dengan situasi di Indonesia saat ini, di mana begitu banyak peristiwa yang muncul akibat framing yang dilakukan oleh media, alih-alih memberi pencerahan malah mengaburkan substansi sebuah permasalahan.