Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tupperware Runtuh, Ketika Merk Ikonik tak Lagi Relevan

17 September 2024   15:54 Diperbarui: 17 September 2024   16:02 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.eatthis.com/is-tupperware-going-out-of-business/

Pada tahun 1950-an, Brownie Wise, seorang saleswoman yang brilian, memperkenalkan model penjualan langsung yang inovatif: "Tupperware party". Dalam acara ini, para ibu rumah tangga berkumpul di rumah seorang teman untuk melihat demonstrasi produk Tupperware dan melakukan pembelian. Model ini terbukti sangat sukses, mendorong pertumbuhan pesat perusahaan dan menjadikan Tupperware sebagai nama rumah tangga.

Selama beberapa dekade berikutnya, Tupperware menikmati masa kejayaan. Model penjualan langsungnya yang unik, dikombinasikan dengan kualitas produk yang baik, membuat Tupperware menjadi merek yang sangat populer di seluruh dunia. Perusahaan ini berekspansi ke berbagai negara, menjangkau jutaan konsumen dan menciptakan peluang bisnis bagi banyak orang.

Di masa jayanya, perusahaan memiliki kinerja keuangan yang kuat, ditandai dengan pertumbuhan penjualan yang tinggi, margin laba yang tinggi, arus kas yang sehat, neraca yang kuat, dan harga saham yang tinggi. Selain itu, merek yang kuat, jaringan penjualan yang luas, dan reputasi yang baik juga menjadi faktor penting dalam kesuksesan Tupperware pada masa itu.

Masa Akhir Perjalanan yang Suram

Sayangnya, masa-masa indah itu perlahan dan pasti mulai pudar. Memasuki abad ke-21, Tupperware mulai menghadapi tantangan yang semakin berat. Perubahan perilaku konsumen, persaingan yang ketat, dan masalah manajemen internal mulai menggerogoti dominasi pasarnya.

Perilaku konsumen telah berubah secara signifikan. Masyarakat modern semakin memilih alternatif yang lebih murah dan mudah diakses, seperti wadah makanan sekali pakai atau produk dari merek lain yang dijual secara online. Selain itu, meningkatnya kesadaran lingkungan membuat konsumen mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, termasuk wadah makanan Tupperware.

Pergeseran preferensi konsumen ini sejalan dengan konsep "Creative Destruction" yang dicetuskan oleh Ekonom Amerika Serikat kelahiran Ceko, Joseph Schumpeter. Dalam ekonomi kapitalis, inovasi terus-menerus menciptakan produk dan proses baru, yang pada akhirnya dapat menggantikan produk dan perusahaan lama yang tidak mampu beradaptasi.

Model penjualan langsung Tupperware, yang bergantung pada pertemuan tatap muka, juga semakin sulit di era digital dan pandemi COVID-19. Sementara pesaingnya telah memanfaatkan teknologi digital untuk menjangkau konsumen secara lebih efektif, Tupperware terkesan lambat beradaptasi.

Fenomena ini juga dapat dijelaskan dengan teori "Disruptive Innovation" dari ahli ekonomi digital asal Amerika Serikat,  Clayton Christensen. Inovasi baru seperti e-commerce, meskipun awalnya tampak inferior, dapat mengganggu pasar yang ada dan menggantikan produk atau layanan yang sudah mapan.

Tupperware telah melakukan berbagai upaya penyelamatan, seperti restrukturisasi utang, penjualan aset, dan fokus pada penjualan online. Namun, upaya-upaya tersebut belum membuahkan hasil yang signifikan.

Masa depan Tupperware masih diselimuti ketidakpastian. Akankah perusahaan ini berhasil bangkit dari keterpurukan dan menemukan kembali relevansinya di pasar modern? Atau akankah ia menjadi catatan kaki dalam sejarah bisnis, sebuah kisah tentang bagaimana sebuah merek ikonik bisa runtuh di bawah tekanan perubahan zaman dan dinamika pasar yang tak kenal ampun?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun